Hukum Lupa Hafalan Al-Quran Karena Lalai

Hukum Lupa Hafalan Al-Quran Karena Lalai

Hukum Lupa Hafalan Al-Quran Karena Lalai

Alquran adalah salah satu sumber utama ajaran Islam. Ia tak ubahnya sebagai pemandu jalan seorang muslim dalam menempuh perjalanannya di dunia menuju akhirat, karena sejatinya setiap hari yang dilalui manusia adalah sebuah langkah menuju ke hadapan-Nya. Dalam tinjauan fikih, menghafal Alquran adalah fadhu kifayah (kewajiban kolektif) bagi umat Islam. Seurgen itu kedudukannya, maka pantaslah pahala dan keutamaan yang sangat besar bagi seorang yang menghafal Alquran. Salah satunya adalah sabda Nabi saw yang dibukukan dalam Shahih Muslim, Bab Keutamaan Penghafal Alquran:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ

Orang yang mahir Alquran kelak di akhirat akan bersama malaikat yang diutus membawa kitab Allah”

Dalam menjelaskan hadis ini, Imam Al-Nawawi mengatakan:

والماهر الحاذق الكامل الحفظ الذي لا يتوقف ولا يشق عليه القراءة بجودة حفظه واتقانه

“Yang dimaksud mahir adalah seorang yang pandai lagi sempurna hafalannya, lancar dan tidak kesulitan membaca karena bagus dan kuatnya hafalan yang ia miliki”

Dan masih banyak lagi keutamaan bagi seorang penghafal Alquran. Namun, ada harga yang harus dibayar untuk keutamaan yang sedemikian besar. Ayat-ayat yang telah ia hafal tak boleh ia biarkan begitu saja, ia wajib menjaga apa yang telah ia hafal. Karena melupakan hafalan Alquran hukumnya adalah haram, bahkan banyak ulama yang mengategorikannya sebagai dosa besar. Tapi tidak semutlak itu, ada kriteria tersendiri sehingga terkena hukum haram sebagaimanaa disebutkan para ulama, salah satunya Ibn Hajar Al-Haitami dalam Fatawa-nya:

أن المراد بالنسيان المحرم أن يكون بحيث لا يمكنه معاودة حفظه الأول إلا بعد مزيد كلفة وتعب لذهابه عن حافظته بالكلية وأما النسيان الذي يمكن معه التذكر بمجرد السماع أو إعمال الفكر فهذا سهو لا نسيان في الحقيقة فلا يكون محرما –إلى أن قال- المرض المشغل ألمه للقلب واللسان والمضعف للحافظة عن أن يثبت فيها ما كان فيها لا يبعد أن يكون عذرا لأن النسيان الناشئ من ذلك لا يعد به مقصرا لأنه ليس باختياره

“Yang dimaksud lupa (nisyan) yang tekena hukum haram adalah sekiranya dia tidak mampu mengembalikan hafalannya kecuali dengan usaha ekstra karena hafalannya benar-benar hilang. Adapun jika dia mampu mengingatnya dengan mendengar atau sekedar memutar otak, ini dinamakan sahwun, maka hukumnya tidak haram. Sakit yang mengganggu hati dan lisan, dan berakibat melemahkan otak untuk menjaga hafalan, (sakit yang seperti ini) bisa dianggap udzur, karena kelalaian/lupa yang timbul akibat penyakit semacam itu menjadikannya tidak dianggap ceroboh, karena hal terebut bukan kemauannya sendiri”

Dari penjelasan di atas ada dua hal yang bisa dipahami. Pertama, sahwun dan nisyan memiliki arti yang sama yaitu lupa, yang membedakan adalah nisyan menunjukkan tingkat lupa yang lebih daripada sahwun, sehingga hukumnya haram. Kedua, seseorang bisa terkena hukum haram jika lupanya disebabkan karena kurang perhatian terhadap hafalannya.