Setiap orang pasti butuh pengobatan. Tidak ada manusia di dunia ini yang terbebas dari penyakit. Sebagian besar orang pasti pernah sakit, apakah itu penyakit ringan ataupun berat. Dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan, alternatif pengobatan pun semakin banyak: bisa datang kepada pengobatan tradisional atau pengobatan modern. Tinggal pilih saja mana yang dirasa nyaman dan biayanya terukur.
Pengobatan yang ada di Indonesia tidak semua tabib atau dokternya muslim. Malah bagi sebagian orang, mereka lebih percaya dan nyaman berobat dengan non-muslim ketimbang dokter muslim. Ada banyak hal yang membuat mereka tertarik dengan dokter non-muslim, bisa jadi pengobatannya lebih bagus, profesional, dan lain-lain.
Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya soal ini, bagaimana hukum muslim berobat kepada non-muslim atau sebaliknya. Dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, beliau jelaskan:
يجوز طب المسلم للكافر ولو حربيا كما يجوز له أن يتصدق عليه لقول صلى الله عليه وسلم في كل كيد حراء أو في رواية رطبة أجر وأما تطبب المسلم بكافر فإنما يجوز إن فقد مسلما غيره يقوم مقامه وكان ذلك الكافر مأمونا بحيث لا يخشى ضرره
“Dibolehkan bagi muslim mengobati orang kafir, meskipun kafir harbi. Sebagaimana dibolehkan bersedekah kepada mereka, atas dasar perkataan Rasulullah SAW bahwa setiap kebaikan ada balasan. Sebaliknya, dibolehkan muslim berobat kepada orang kafir dengan syarat tidak ada orang Islam yang mampu mengobati penyakitnya dan orang yang mengobatinya dapat dipercaya, serta tidak akan berbuat jahat.”
Ibnu Hajar membolehkan muslim mengobati non-muslim secara mutlak. Sementara muslim yang berobat kepada non-muslim dibolehkan bila tidak ada dokter muslim dan bisa dipercaya. Persyaratan ini dibuat untuk kehati-hatian. Kalau memang dokter non-muslimnya baik dan sudah berpengalaman dalam mengobati banyak orang, termasuk muslim, tidak ada masalah untuk berobat dengannya.
Apalagi dalam konteks Indonesia, setiap pengobatan atau rumah sakit harus minta izin dulu kepada negara sebelum buka prakteknya. Tujuan izin tersebut agar pemerintah bisa menilai apakah pengobatan tersebut memenuhi standar ilmiah, kesehatan, dan tidak merugikan orang lain.