Hukum Berdzikir dengan Jari

Hukum Berdzikir dengan Jari

Rasulullah Saw pernah berdzikir dengan jari.

Hukum Berdzikir dengan Jari

Berdzikir adalah ibadah. Apalagi dilakukan dengan khusyu’ sambil memahami makna setiap kata dari dzikir tersebut. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa perbandingan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir bagaikan orang yang hidup dengan orang yang mati (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, orang yang banyak berdzikir, hatinya akan senantiasa hidup. Sebaliknya, orang yang tidak pernah berdzikir hatinya akan mati, dan matinya hati sama dengan matinya seluruh tubuh. Oleh sebab itu, Ibnu Ajibah mengatakan bahwa matinya hati disebabkan oleh tiga hal; cinta dunia, lalai dari berdzikir kepada Allah dan membiarkan diri terjatuh dalam kemaksiatan.

Berdzikir boleh dilakukan dalam kondisi apapun. Boleh dengan duduk, berdiri, berjalan atau di atas kendaraan. Bahkan dalam kondisi hadas besar sekalipun. Cara orang berdzikir pun bervariasi; ada yang menggunakan jari untuk menghitung jumlah dzikir yang dibacanya.Ada juga yang memakai tasbih atau sejenisnya.

Kebolehan dzikir dengan jari di antaranya didasarkan pada hadis riwayat Yusairah:

حَدَّثَنَا هَانِئُ بْنُ عُثْمَانَ الْجُهَنِيُّ عَنْ أُمِّهِ حُمَيْضَةَ بِنْتِ يَاسِرٍ عَنْ جَدَّتِهَا يُسَيْرَةَ وَكَانَتْ مِنْ الْمُهَاجِرَاتِ قَالَتْ قَالَ لَنَا رَسُولُصلى الله عليه وسلم يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَاتِ عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ. رواه أحمد

Bercerita kepada kami Hani’ bin Utsman al-Juhani dari ibunya, Humaidhah binti Yasir dari neneknya, Yusairah, salah seorang sahabat perempuan Muhajirat, iaberkata, “Rasulullah SAW. bersabada kepada kita, ‘Wahai para perempuan mukminah, rajinlah bertahlil, bertasbih dan mensucikan nama Allah. Janganlah kalian lalai, sehingga kalian melalaikan rahmat Allah. Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena jari-jari itu akan ditanya dan diminta untuk berbicara.’” (HR. Ahmad)

 Ibnu Allan dalam al-Futuhat al-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar al-Nawawiyyah menjelaskan bahwa maksud dari “menghitung dengan jari” adalah menghitung ruas-ruas jari-jari, yaitu dengan cara meletakkan ibu jari ke ruas-ruas jari tangan. Sementara al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-‘aqdu pada hadis di atas adalah menghitung jumlah dzikir. Caranya, dengan meletakkan salah satu ujung jari pada ruas-ruas jari yang lain. Satuan dan puluhan dengan tangan kanan, sementara ratusan dan ribuan dengan tangan kiri.

Kemudian hadis dari Abdullah bin Amr:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَلَّتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ يُسَبِّحُ أَحَدُكُمْ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيَحْمَدُ عَشْرًا وَيُكَبِّرُ عَشْرًا فَهِيَ خَمْسُونَ وَمِائَةٌ فِي اللِّسَانِ وَأَلْفٌ وَخَمْسُ مِائَةٍ فِي الْمِيزَانِ وَأَنَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ. رواه النسائي

“Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, “Dua perkara yang tidaklah seorang mukmin dapat menjaganya kecuali ia akan masuk surga. Kedua perkara itu mudah, tapi tidak banyak yang mau melakukannya. Abdullah melanjutkan, “Rasulullah SAW. bersabda lagi, ‘Shalat lima waktu dan usai shalat salah seorang dari kalian bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali dan bertakbir sepuluh kali. Semua bernilai seratus lima puluh di lisan dan seribu lima ratus di timbangan. Aku melihat Rasulullah SAW. menghitung dzikir-dzikir itu dengan jari-jari tangannya.’” (HR. al-Nasa’i)

عَن عَبْدِ الله بنِ عَمْرو قالَ: رَأَيْتُ النبيّ صلى الله عليه وسلم يَعْقِدُ التّسْبِيحَ بِيَدِهِ. وَزَادَ محمدٌ بِنْ قُدَّامَة -شَيْخُ أَبِي دَاوُدَ- فِي رِوَايَتِهِ لَفْظَ: بِيَمِيْنِهِ. رواه أبو داود

Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, “Aku melihat Nabi SAW. menghitung bacaan tasbih dengan tangannya.” Muhammad bin Qudamah – guru imam Abu Dawud – dalam riwayatnya menambahkan,“Dengan tangan kanannya.” (HR. Abu Dawud)

Hadis pertama menjelaskan bahwa Rasulullah menggunakan ruas jari tangannya untuk menghitung setiap dzikir yang dibaca. Sedangkan hadis kedua mempertegas bahwa yang dimaksud adalah dengan tangan kanan. Menurut Ibnu Allan, penggunaan jari tangan kanan ini lebih utama dibandingkan dengan jari tangan kiri. Namun menurutnya, tambahan redaksi “bi yaminihi” masih diperdebatkan kesahihannya dari sisi matan. Oleh sebab itu, berdasarkan hadis Yusairah di atas bahwa yang dimaksud ‘aqd al-anamil mencakup kedua tangan; tangan kanan dan tangan kiri. Dengan demikian menurutnya, berdzikir boleh dilakukan dengan ruas jari tangan kanan dan tangan kiri.

Bahkan Bakar Abu Zaid dalam kitabnya La Jadida fi Ahkam al-Shalat menambahkan bahwa hadis yang menyebut Nabi SAW. berdzikir dengan tangan kanannya, tergolong hadis syadz dan lemah karena bertentangan dengan mayoritas rawi lain yang sama-sama meriwayatkan dari Itsam dari A’masy. Hal yang demikian dalam ilmu hadis disebut dengan mukhalafat al-tsiqah li man huwa autsaqu minhu (hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqah, tetapi bertentangan dengan hadis riwayat orang-orang yang dianggap lebih dapat dipercaya darinya).

Sumber:

Al-Futuhat al-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar al-Nawawiyyah karya Muhammad bin ‘Allan Al-Shadiqi

Nataij al-Afkar fî Takhrij Ahadis al-Adzkar karya Ibnu Hajar Al-Asqalani

La Jadida fî Ahkam al-Shalat karya Bakar bin Abdullah Abu Zaid