Kelahiran seorang anak dalam keadaan sehat adalah impian setiap orang. Siapapun pasti akan berusaha semaksimal mungkin agar anak dilahirkan dalam keadaan normal. Sebagai bentuk dari rasa syukur atas kelahiran anak, Islam menganjurkan umat Islam untuk mengadakan aqiqah, atau penyembelihan hewan setelah kelahiran anak sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan pada aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberi nama” (HR. Ibnu Majah; shahih)
Merujuk pada hadis ini, para ulama menganjurkan agar aqiqah dilaksanakan pada hari ketuju setelah kelahiran. Anjuran ini tentu diberlakukan bagi orang yang mampu secara finansial.
Menurut Syaikh Mushthafa Bugha dalam Fiqhul Manhaji, anjuran aqiqah masih terus berlangsung sampai seorang anak dewasa. Artinya, kalau saat kecil orang tuanya tidak mampu melaksanakan aqiqah, maka seorang anak masih dibolehkan aqiqah untuk dirinya sendiri ketika dia sudah dewasa. Tujuannya adalah sebagai ganti dari aqiqah yang dulu belum sempat dilaksanakan.