Setidaknya ada lima poin dalam perjanjian Hudaibiyah yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib atas permintaan Rasul Saw. dan persetujuan Suhail bin Amr ini. Pertama, perjanjian gencatan senjata selama 10 tahun. Kedua, mengembalikan orang-orang yang bergabung dan masuk Islam tanpa izin walinya kepada para walinya. Ketiga, membiarkan siapapun masuk kawasan Quraisy asalkan bersama Nabi Muhammad Saw. Keempat melarang siapapun untuk dirantai dan dibelenggu atau dipasung. Kelima, membiarkan siapapun memilih kepercayaan dan keyakinannya.
Jika dihitung-hitung lima poin dalam perjanjian ini tidak semua menguntungkan umat Islam. Hal ini tentu wajar, karena dalam perjanjian memang seharusnya tidak hanya satu kelompok yang diuntungkan, tapi kelompok lain yang juga ikut dan termasuk dalam perjanjian tersebut. Dalam hal ini, akan dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan di bawah ini.
Dampak Perjanjian Hudaibiyah bagi Perkembangan Islam
Seperti dijelaskan di atas, bahwa perjanjian Hudaibiyah ini tidak secara keseluruhan menguntungkan umat Islam. Beberapa poin dianggap memberatkan, seperti mengembalikan orang-orang Quraisy yang masuk Islam dan bergabung ke Madinah bersama Rasul kepada orang tuanya masing-masing. Atas keputusan ini, Rasulullah Saw harus melepaskan para sahabatnya kembali kepada keluarganya yang masih belum beriman. Namun, mereka tetap dilindungi oleh perjanjian tersebut, seperti: mereka tidak boleh dipasung atau dibelenggu, dan juga mereka harus tetap dibiarkan untuk menganut kepercayaan yang telah mereka peluk, yaitu Islam.
Selain itu ada beberapa hal terkait dampak perdamaian ini, salah satunya adalah ketenangan dan keamanan situasi. Sehingga hal ini difungsikan Rasulullah Saw. untuk berdakwah kepada para raja, beberapa di antaranya, Kaisar Romawi, yaitu Raja Heraklius, Kisra (Persia), Raja Najasi (Habasyah) dan beberapa raja yang lain. Hal ini disebutkan oleh Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Shahih.
Walaupun pada hari Hudaibiyah tersebut, Rasulullah Saw dan kaum muslimin tidak bisa memasuki kota Mekkah, namun pada tahun setelahnya Rasulullah Saw. dan kaum muslimin akhirnya bisa masuk ke kota Mekkah dan melakukan umrah.
Menurut Ibn Hisyam, umrah ini disebut sebagai Umrah al-Qaḍā’ (umrah pengganti). Bahkan kaum Quraisy membiarkan Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin untuk tinggal di Mekkah selama tiga hari. Dalam jeda waktu inilah Rasulullah SAW masih sempat melaksanakan pernikahan dengan Maimunah binti Harits.
Selain itu, Ibn Hisyam juga menyebutkan bahwa peristiwa Fath Makkah merupakan buah kesabaran Rasulullah Saw dalam menghadapi kaum Quraisy pada perjanjian Hudaibiyah. Bahkan, dengan mengutip Imam Ibnu Shihab az-Zuhri (w 124 H), Ibn Hisyam menyebutkan dalam waktu dua tahun setelah perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, jumlah orang yang masuk islam jauh lebih banyak daripada jumlah kaum muslimin sebelum adanya perjanjian Hudaibiyah. (AN)
Wallahu a’lam.