Hikmah Memberi yang Ternyata Balik ke Diri Kita

Hikmah Memberi yang Ternyata Balik ke Diri Kita

Memberi itu akan kembali ke diri kita

Hikmah Memberi yang Ternyata Balik ke Diri Kita

Seorang teman pernah mengatakan, dalam interaksi sosial yang terpenting adalah kita bisa mengambil manfaat dari orang lain. Pernyataan itu tentu mengejutkan. Dan tidaklah begitu dalam kehidupan ini diarungi. Karena, sebatas mengambil manfaat dari orang lain adalah cara hidup yang pasif, tidak pernah mempunyai inisiatif atau pun semangat untuk berubah.

Orang bijak pernah berucap, sekecil dan selemah apapun kita yang terpenting dapat memberikan energi kepada orang lain. Lantas, kapan kita memperoleh balasannya jika terus-menerus memberi kebaikan kepada orang lain? Dalam memberi kebaikan, tentunya kebaikan tersebut akan “memantul kembali” kepada kita. Orang Hindu dan Buddha menyebutnya karma, Islam menyebutnya balasan, yang terkadang menjelma menjadi pertolongan (ma’unah) tak terduga.

Lantas bagaimanakah memberikan kebaikan kepada orang lain sementara kita sendiri tidak dalam kondisi yang baik? Pepatah Jawa mengatakan bahwa berbuat baik itu jangan seperti senter, memberi terang kepada daerah sekitarnya, tapi daerah terdekatnya tidak terkena sinar. Berilah sinar seperti cara Matahari bersinar. Matahari bersinar dengan melalui proses reaksi nuklir yang sangat cepat. Sinarnya menerangi diri sendiri, baru kemudian ia pancarkan kepada yang lain. Iwan Fals berujar dalam syairnya, ada benarnya nasihat orang-orang suci//memberi terangkan hati//seperti matahari yang sinarnya menerangi bumi.

Dengan demikian, kita tidak hanya menanti datangnya pertolongan dari orang lain, tetapi akan lebih baik bila selalu bisa menolong diri sendiri dan menolong orang lain. Tidak bisa dimungkiri bahwa manusia hidup harus bersama yang lain untuk saling menolong.

Kesadaran akan kondisi seperti itu juga harus dijaga untuk menghindari sifat angkuh bahwa kita bisa hidup sendiri. Karena pola hidup seperti itu tidak mungkin. Itu merupakan keseimbangan bahwa antara hasrat untuk memberi dan menerima merupakan keharusan dalam menjaga keseimbangan kosmos. Lalu mana yang lebih baik, antara memberi dan menerima? Tentu saja  memberi lebih baik karena “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. [DP]