Hentikan Kebiasaan Hujat Menghujat

Hentikan Kebiasaan Hujat Menghujat

Arti Persatuan dan Kesatuan, menurut Gus Dur dalam pidatonya sewaktu masih menjabat Presiden RI

Hentikan Kebiasaan Hujat Menghujat
Ketiganya menjadi saksi penting reformasi dan perubahan kekuasaan dari Soeharto dan Orde Baru. Kini, setelah hampir 20 tahun, bagaimana perubahan terjadi antara Amien Rais dan Megawati. Yang pasti, Gus Dur tampaknya melihat keduanya dengan tertawa seperti biasanya. Pict by Reuters

Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan, istilah Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan berbagai orde lainnya yang akan muncul di kemudian hari ada baiknya dihapus dan ditiadakan mulai dari sekarang. Karena apa? Karena orde-orde itu hanya akan mengkotak-kotakan perjalanan bangsa

Demikian pidato perdamaian Presiden di TVRI Stasiun Jakarta, pukul 20.05 WIB, Jumat (28/4), yang disiarkan langsung secara nasional. Pidato Presiden yang dibacakan Juru Biraca Kepresidenan Wimar Witoelar itu merupakan bagian dari acara Indonesia Damai yang diselenggarakan DPP Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya Presiden menyampaikan pengatar lebih kurang 3 menit.

Bung Karno yang populer dengan sebutan Proklamator Bangsa, pembuka pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, demikian Presiden Wahid, tidak mengenal dan tidak bersahabat dengan orde. Dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, dari waktu ke waktu, baik yang sudah, sedang dan akan kita lalui, Bung Karno menyebutnya sebagai “perjalanan bangsa”, kata Presiden.

“Untuk itu hentikan kebiasaan hujat menghujat. Hentikan segala bentuk tindak kekerasan. Kehidupan demokrasi melindungi hak-hak setiap individu warga negara dalam kebebasan beragama, berorganisasi, berpartai dan berpolitik,” kata Kepala Negara.

lbu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, lanjut Kepala Negara lagi, dengan tegas telah menginstruksikan kepada partainya agar menghentikan segala bentuk tindak kekerasan. Maka saat ini saya juga menginstruksikan kepada seluruh warga bangsa Indonesia tanpa kecuali, agar menghentikan segala bentuk tindak kekerasan. Tidak saling menghujat, tidak pula saling menjatuhkan.

Rakyat bangsa ini tengah merindukan kedamaian. Rakyat bangsa ini mendambakan kesejahteraan. Semoga pertemuan kita malam ini mencairkan ketegangan yang terjadi di antara kita. Semoga pertemuan kita malam ini terlimpah rahmat dan barokah Allah Subhanahu Wata’ala. Sehingga bangsa kita kembali bersatu, negeri ini kembali jaya, dan Bumi Persada kita kembali berselimut damai.

Ibu Mega Flu

Sementara dalam sambutan pengantar, Presiden menjelaskan proses kehadirannya menyampaikan pidato di TVRI. “Beberapa hari yang lalu saudara Siwi, panitia acara, datang menemui saya dan meminta agar saya keluar dengan Ibu Megawati Soekarnoputri di TVRI. Saya setuju, tapi beliau (Ibu Mega) kabarnya akan ke Bali. Demikian yang terjadi. Yaitu bahwa Ibu Megawati pulang dari Bali flu berat, sehingga oleh dokter tidak boleh keluar. Acara ini diteruskan, meskipun tanpa dia dan (pidato) akan dibacakan oleh Wimar Witoelar,” kata Presiden Wahid.

Dipandu oleh penyiar TVRI Uci Karundeng dan Kepra, acara itu berlangsung hangat dan penuh keakraban. Sebelumnya, tokoh kemerdekaan yang juga dikenal sebagai wanita pejuang SK Trimurti, memberi sambutan dengan menceritakan pengalamannya di masa silam. Antara lain tentang Sri Sultan Hamengkubuwono (IX) yang semasa muda suka pakai kaos dan nyetir jip sendiri. Suatu hari, dia dihentikan oleh seorang ibu untuk mengangkut barang dagangannya. Si ibu baru tahu kalau yang menyupirinya Sri Sultan, setelah tiba di pasar Bringhardjo dan barang-barangnya diturunkan si supir. Konon si ibu pedangan itu langsung semaput (pingsan) setelah tahu hal itu

Setelah turun panggung, Trimurti menghampir Presiden di tempat duduknya. Tanpa segan-segan, Ibu Trimurti setelah bersalaman, langsung menepuk-nepuk dada Presiden Abdurrahman Wahid berkali-kali. Uci Karundeng yang melihat adegan itu langsung berimprovisasi dengan mengatakan, keakraban itu diperlihatkan Ibu Trimurti dengan Presiden, seperti cerita tentang Sri Sultan tadi. “Dada Bapak Presiden pun ditepuk-tepuk tanpa segan-segan,” komentar Uci.

Gus Dur dalam kata pengantarnya, tak lupa pula menanggapi komentar pembawa acara. “Kalau tadi disinggung-singgung pembawa acara, dia mukul-mukul, itu kan karena sayangnya, melihat cucunya kok sudah besar. Dan kini jarang bertemu. Beginilah jadinya kalau jarang bertemu,” kata Gus Dur dengan guyonnya yang khas, mengundang tawa dan tepuk tangan.

Tapi pembawa acara, lanjut Presiden lagi dengan akrabnya, SK Trimurti tidak disebut usianya. “Kini Ibu Trimurti berusia 90 tahun dan Menteri Perburuhan di zaman kabinet pertama republik ini berdiri. Dia pejuang yang luar biasa dan sampai hari ini menaruh perhatian yang besar kepada perjuangan kita,” lanjut Presiden dengan akuratnya.

Dalam pengantarnya itu, Presiden Wahid juga mengajak agar seluruh bangsa Indonesia memandang apa yang terjadi akhir-akhir ini sebagai keharusan bagi suatu bangsa.

Presiden lalu mengajak seluruh bangsa membuka lembaran baru dalam kehidupan berbangsa. Marilah kita memulai lembaran baru dalam kehidupan kita berbangsa yang nanti akan dilanjutkan dengan perubahan UUD pada tahun 2002, dan betul-betul menjadi bangsa yang benar, karena sekarang ini terjadi penafsiran yang bermacam-macam terhadap UUD. “Itu suatu hal yang biasa saja. Sebagai pohon yang tinggi kita harus berani diterpa angin yang kuat,” kata Presiden Wahid.

“Bahkan di negeri kita kalau orang lagi ketakutan, bahkan ada yang panik, saya sendiri sih berpendapat ini merupakan jatuh bangunnya sebuah bangsa, kalau mau berdiri, mau besar, ya, harus begini, jatuh bangun. Ya, harus mau begini,” katanya.

Tampak hadir di studio TVRI, Kabin Letjen TNI Arie J. Kumaat, Kaster Letjen Agus Widjojo, dan sejumlah tokoh Perintis Kemerdekaan.

 

 

Jangan Saling Menyalahkan

Dalam bagian-bagian awal pidatonya, Presiden juga mengajak seluruh bangsa untuk melihat kembali perjalanan sejarahnya. “Hal ini menjadi sangat penting agar dalam meniti perjalanan bangsa ke depan, kita tidak terjebak ke dalam. perilaku saling menyalahkan, saling curiga, saling menghujat dan saling menjatuhkan,” kata Presiden Wahid, seraya menguraikan secara ringkas sejarah Indonesia mulai dari perjuangan melawan penjajahan, kemerdekaan, hingga Soeharto dan Habibie berkuasa.

Tentang masa setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Wahid menilai, bangsa kita berkembang pesat di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. “Ini dapat dibuktikan dengan begitu cepatnya bangsa Indonesia berada dalam posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia,” katanya.

Presiden Wahid mengakui, selama Presiden Soeharto memerintah, bangsa Indonesia juga semakin berkembang, bahkan sempat mencapai kejayaan. Namun, Kepala Negara menyayangkan, kejayaan pemerintahan Soeharto diiringi dengan utang luar negeri yang membengkak dan juga korupsi, kolusi dan nepotisme di mana-mana.

“Dan yang lebih menyedihkan adalah adanya bukti-bukti sejarah yang diputarbalikan. Perjalanan bangsa ini pun mulai terkotak-kotak dengan yang namanya orde. Pak Harto menamakan pemerintahan Presiden Soekano sebagai Orde Lama, dan menamakan pemerintahannya sebagai Orde Baru,” tandas Presiden.

Selain itu, tambah Presiden, zaman pemerintahan Soeharto sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda kehidupan demokrasi. “Kejayaan itu bagaikan fatamorgana. Hanya indah dipandang dari kejauhan. Pak Harto yang berkuasa selama 32 tahun temyata hanya mengantar bangsa ini ke jurang kehancuran,” kata Presiden.

Ditambahkan, seluruh bangsa harus ikut menanggung akibat kesalahan pemerintahan Soeharto, dan Soeharto kemudian tumbang melalui gerakan reformasi oleh para mahasiswa yang menuntut adanya pembaharuan di segala bidang.

Momen sejarah terpenting berikutnya, menurut Kepala Negara, adalah Pemilihan Umum 1999. Dari hasil penghitungan, dengan suara terbanyak waktu itu, pemilu dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Ibu Megawati Soekamoputri. Sebagai pemimpin dengan perolehan suara terbanyak, kata Presiden, Megawati berhak menjadi Presiden.

Di tengah ketegangan politik yang seakan menyebabkan perpecahan bangsa, Poros Tengah yang diprakarsai Amien Rais mencalonkan Abdurrahman Wahid yang dikatakan bisa menjadi perekat bangsa. “Dengan kata lain, saya menjadi Presiden ini bukan karena saya orang hebat, tetapi karena keadaan,” ujar Presiden.

Menurut Presiden, ada pertimbangan lain yang membuatnya dipilih, yaitu dia dan umat, pengikut dan rakyatnya saling memiliki mahabbah (cinta) tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. “Sehingga kalau saya dipilih untuk menjadi perekat bangsa, memang merupakan satu hal yang sangat wajar,” katanya.

Presiden Wahid lalu mengungkapkan rasa hormat kepada Megawati yang secara lego legowo memberi kesempatan kepada dirinya untuk memimpin bangsa. “Karena beliau bersikap sebagai negarawan sejati di mana dalam tubuh beliau mengalir darah Bung Kamo, tidak ada yang lebih berharga bagi lbu Megawati kecuali utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, lestarinya Pancasila dan bersatunya anak bangsa,” katanya.

 

Mewarisi Piuing-puing

Presiden Wahid lalu menguraikan bagaimana dia mewarisi puing-puing pemerintahan masa lalu, mulai dari utang luar negeri yang sedemikian .besar, perekonomian yang porak-poranda, kesenjangan sosial dan berbagai gejolak serta tuntutan muncul di mana-mana.

Presiden yakin bahwa tidak ada orang yang bisa memulihkan perekonomian nasional dalam waktu singkat. “Sekalipun dalam satu tahun bangsa ini seratus kali ganti Presiden, tidak akan ada yang mampu memulihkan perekonomian kita yang memang sudah sangat terpuruk ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” tandasnya.

Meski demikian, lanjut Presiden Wahid, pihaknya sedang melakukan langkah-langkah awal dalam menangani berbagai masalah yang sangat sulit dan kompleks ini. Presiden lalu meminta agar tidak terlalu cepat menilai kepemimpinan tidak mampu menjalankan roda pemerintahan dan berusaha menggulingkan pemerintahannya dengan mencari kesalahan. “Kalau kesalahan yang dicari, saya ini kan manusia biasa. Tempatnya salah, tempatnya keliru. Misalnya, saya dianggap salah atau keliru, ya, saya minta dimaklumi dan dimaafkan,” ujarnya.

Presiden menyatakan keinginannya untuk mencairkan kebekuan komunikasi dengan Wapres, Ketua MPR, Ketua DPR dan para pemimpin partai dengan memperkerap silaturahim. “Kita kembali bersahabat, tidak saling menjatuhkan,”

Menurut Kepala Negara, kekuatan bangsa ini sangat terletak pada utuhnya persatuan. “Kesulitan apapun yang dihadapi oleh bangsa ini akan dapat teratasi jika kita tetap bersatu dan terus bersatu,” tandasnya.

Presiden lalu mengajak seluruh bangsa untuk berusaha keras dengan menggali dan memanfaatkan segala potensi yang ada dengan tetap mengacu pada utuhnya Negara Kesatuan. Ditambahkan, target pemerintahan sekarang adalah membangun ekonomi rakyat. Sebab, jika ekonomi rakyat tidak dibangun sedemikian rupa, maka yang akan terjadi adalah kesenjangan sosial.

“Kesenjangan sosial itu akan menjadi jurang pemisah, dan pada jurang pemisah itu akan tumbuh subur benih-benih perpecahan,” tegas Presiden Wahid. ***

Sumber: No: 37/SP-WN/IV/2001, Pidato Damai Presiden KH Abdurrahman Wahid di TVRI, Jakarta, 27 April