Di platform tiktok, (05/07) saya terpantik dari postingan seorang pendakwah yang menjelaskan fenomena viralnya isian suara di aplikasi yang digemari anak muda itu, “Pelan-pelan pak sopir!!.”
Rekaman tersebut menjadi viral dan mendapat atensi publik karena dipakai oleh banyak pengguna media sosial, untuk menyertai video pendaratan pertama pesawat sipil terbesar yaitu Airbus A380.
“Pelan-pelan pak sopir, …… sepeda Nabi Adam” sebut suara seorang ibu yang tersebar luas.
Saya yakin para pengguna Tiktok atau Instagram pernah menonton konten yang memuat rekaman tersebut. Saya awalnya tidak peduli dengan postingan tersebut. Namun, kala konten yang mengulas dan mengkritik rekaman tesebut mulai ramai dan berseliweran, saya pun tergelitik mengulik rekaman tersebut lebih dalam.
Saat meneroka rekaman tersebut di TikTok dan Instagram, saya mendapati rekaman tersebut berasal dari video rombongan, entah Haji atau Umrah, yang sedang berkeliling kota Jeddah. Sebelum lebih jauh, bagi jemaah Haji biasanya diberikan fasilitas keliling kota Jeddah sebagai layanan terakhir dalam perjalanan ke tanah suci.
Sebagai informasi, Jeddah adalah destinasi terakhir jemaah Haji karena salah satu bandara kedatangan dan kepulangan, Bandara King Abdul Aziz, terletak di pinggiran kota yang dikenal sebagai tempat peristirahatan istri Nabi Adam, yakni Siti Hawa. Oleh sebab itu, kota di pinggir Laut Merah ini disebut dengan “Jeddah” berarti nenek dalam bahasa Arab.
Selain itu, kota Jeddah memang dikenal dengan julukan “Kota Seribu Monumen.” Di berbagai sudut kota tersebut banyak monumen-monumen, bahkan sebagian besar makna monumen tersebut tidak diketahui oleh para jemaah Haji. Maka, wajar jika para jemaah Haji Indonesia memiliki nama-nama yang dibuat sendiri dan beredar secara lisan.
Bahkan, hingga hari ini, tidak ada keterangan valid dari pihak yang berwenang terkait beragam monumen tersebut. Sepeda Nabi Adam adalah salah satu cerita paling populer terkait kota Jeddah. Monumen tersebut merupakan salah satu monumen paling sering menjadi bagian dari cerita para jemaah Haji kala tiba di tanah air.
Berupa sepeda besar yang terletak di sebuah bundaran besar di salah satu sudut kota Jeddah. Jemaah Haji Indonesia hingga hari ini mengenalnya dengan Sepeda Nabi Adam. Saya pertama kali mendengar cerita soal monumen sepeda tersebut dari paman saya. Ia menceritakan bahwa ada monumen sepeda berukuran besar sekali di salah satu sudut kota Jeddah.
Saya pun sangat tertarik akan ceritanya, alangkah sayang sekali ia tidak mengabadikan lewat foto. Maklum saja, saat itu kamera adalah barang mewah dan telpon gawai belum ditemukan. Saya baru melihat monumen sepeda tersebut lewat foto yang diabadikan oleh Kyai saya kala KBIH yang dipimpinnya berziarah keliling kota Jeddah.
Ia pun bercerita sesampainya di tanah air, bahwa sepeda tersebut adalah untuk mengenang seseorang yang melakukan perjalanan keliling dunia memakai sepeda. Kembali lagi, kyai saya tidak mengetahui sosok pesepeda tersebut. Pemerintah kota Jeddah membangun monumen sepeda besar di bundaran salah satu ruas jalan mereka.
Menariknya, kyai saya pun melanjutkan ceritanya bahwa alasan orang-orang menyebut sepeda tersebut sebagai sepeda Nabi Adam, karena ada kesalahpahaman yang dilanjutkan. Ia menyebutkan bahwa kemungkinan besar para supir di kota Jeddah ketika menjelaskan monumen sepeda tersebut dengan kata-kata, “inilah sepeda adam (artinya: sepeda laki-laki).”
Namun, informasi yang ditangkap dan diproses oleh masyarakat Indonesia adalah sepeda tersebut merupakan sepeda Nabi Adam. Padahal informasi tersebut jelas salah, karena sepeda ditemukan jauh setelah Nabi Adam wafat. Namun, kehidupan kita tidak jarang diwarnai dengan
Kesalahpahaman terkait sepeda tersebut dipelihara, bahkan dijadikan bagian dari daya tarik pengelola ziarah kota Jeddah bagi jemaah Haji Indonesia. Kisah sepeda Nabi Adam tersebut sudah terlanjur melekat dan mudah diingat, ditambah tidak ada usaha kita untuk mencari tahu nama monumen tersebut.
Entah sadar atau tidak, kehidupan sehari-hari kita cukup mudah menjumpai hal serupa, bahkan sudah dianggap sebagai kebenaran. Seperti, sebotol atau segelas air mineral yang biasa kita sebut kepada pemilik toko atau warung dengan nama salah satu merek dagang air minum kemasan.
Jadi, tidak ada yang seharusnya dipersoalkan dari urusan sepeda Nabi Adam di Tik Tok dan Instagram. Jemaah haji kita sudah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan ditambah rasa rindu akan keluarga dan seluruh dinamika di tanah air, tentu rasa gembira bisa berkeliling kota Jeddah dengan segala keindahannya. Rekaman tersebut adalah secuil bukti perjalanan Haji adalah pelaksanaan ritual keagamaan yang kompleks.
Beragama itu harus dengan hati riang dan hati ikhlas kita terus semakin besar. Kita yang masih gegabah kala melihat, mendengar, hingga merasakan sesuatu yang tidak selaras dengan keimanan kita, menandakan keberagamaan kita tidak harus belajar dari kepolosan dan kegembiraan para jemaah haji yang menyebut, “pelan-pelan pak sopir..” Mereka telah memberikan pelajaran penting, “Islam itu agama yang polos dan menyenangkan.”
Fatahallahu alaina futuh al-arifin