Sebagai orang Indonesia yang belajar bahasa Inggris, kamu pasti tak asing dengan kamus di atas. Terutama bagi anak pesantren bahasa, tak asing menyebutnya dengan sebutan kamus Echols, padahal selain John M. Echols, ada juga campur tangan seorang putra Madura bernama Hassan Shadily.
Nah, Hari Kebangkitan Nasional tahun ini bertepatan dengan peringatan Seabad Hassan Shadily. Hassan Shadily merupakan sosok yang mempunyai andil penting dalam peletakkan dasar leksikografi modern bahasa Inggris-Indonesia. Dua kamus yang ia susun bersama John M. Echols, Kamus Indonesia-Inggris dan Kamus Inggris-Indonesia, berpengaruh besar terhadap perkembangan bahasa Inggris di Indonesia, yang menyebabkan bahasa Inggris di Indonesia lebih kental bernuansa Amerika Serikat daripada Inggris Britania Raya.
“Selama hidupnya, ayah selalu memikirkan kemajuan anak-anak bangsa. Beliau menyadari betul bahwa kemajuan itu awalnya dari alat komunikasi yang bagus, yaitu bahasa. Melihat kemajuan berkomunikasi di Amerika dan Eropa, ayah ingin sekali agar anak-anak bangsa dapat belajar di Amerika dan Eropa dalam pemahaman teknologi dan diterapkan di Indonesia. Maka mulailah beliau menulis kamus Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris sebagai pemikiran untuk memajukan anak bangsa,” tutur salah satu putri Hassan Shadily.
Hassan Shadily lahir di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, pada 20 Mei 1920. Ia menempuh pendidikan HIS di Pamekasan pada tahun 1929, MULO di Malang tahun 1937, dan MOSVIA di Yogyakarta tahun 1941. Pada tahun 1944, Hassan berkesempatan belajar di Tokyo International School, dilanjutkan Military Academy Tokyo Japan pada tahun 1945. Tahun 1952, ketika program beasiswa Fulbright diluncurkan, Hassan Shadily (bersama Mh. Rustandi Kartakusuma) menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan beasiswa ini. Dengan beasiswa ini, Hassan Shadily mengambil pendidikan master sosiologi di Cornell University (1952-1955). Di sini, Hassan berkenalan dengan John M. Echols, yang mengajaknya terlibat dalam proyek penyusunan kamus Indonesia-Inggris yang sedang dikerjakan.
Kerja dua leksikografer ini kemudian membuahkan hasil. An Indonesian-English Dictionary diterbitkan Cornell University Press pada tahun 1961, menyusul An English-Indonesian Dictionary terbit pada tahun 1975. Keduanya kemudian diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama di Indonesia sebagai Kamus Indonesia-Inggris dan Kamus Inggris-Indonesia mulai tahun 1976.
Peran Hassan semakin besar selepas meninggalnya Prof. Echols pada tahun 1982. Bersama dengan tim Cornell University, Hassan mengerjakan revisi ketiga Kamus Indonesia-Inggris yang dimulai pada akhir tahun 1983. Revisi besar ini dilaksanakan setelah mendapat begitu banyak masukan dari orang-orang Indonesia serta para pemakai edisi pertama atau kedua. Pada waktu itu, lebih dari separuh bagian kamus dirombak dan disesuaikan. Drafnya kemudian diperbaiki oleh Hassan sebelum diterbitkan.
“Kami akan terus berusaha memelihara kamus karya John M. Echols dan Hassan Shadily supaya bisa digunakan oleh masyarakat Indonesia. Saat ini, di edisi ketiga yang diperbarui, Kamus Indonesia-Inggris telah memiliki lebih dari 31.000 entri, yang hampir seluruhnya disusun menggunakan pendekatan terhadap etimologi dan dialek asal katanya. Pembaruan terakhir pada tahun 2012 dilakukan agar isi kamus sesuai untuk diterbitkan dalam versi digital interaktif,” tutur Siti Gretiani, General Manager Gramedia Pustaka Utama.