Harun Al-Rashid Pemabuk?: Kritik Ibn Khaldun terhadap Al-Tabari

Harun Al-Rashid Pemabuk?: Kritik Ibn Khaldun terhadap Al-Tabari

Harun Al-Rashid Pemabuk?: Kritik Ibn Khaldun terhadap Al-Tabari

Dalam tulisan saya sebelumnya berjudul Khashoggi dan Al-Barmaki: Tentang Tubuh yang Dimutilasi Untuk Sebuah Ambisi saya berkisah bahwa Harun Al-Rashid, Sang Khalifah legendaris itu, sering ‘nongkrong’ berpesta pora sambil mabuk wine (anggur) dengan mengajak orang kepercayaanya, Wazir Ja’far Bin Yahya Al-Barmaki. Abasah Binti Al-Mahdi, adik perempuan dari ibu berbeda, juga sering ikut serta dalam pesta-pesta itu. Dan ia jatuh cinta pada Ja’far. Untuk menghindari dosa, begitu tulisa saya, Harun Al-Rashid menawarkan adiknya kepada Ja’far agar dinikahi dan karena itu ‘kumpul’ mereka tidak lebih jauh terjerumus dosa. Pernikahan itu datang dengan syarat: Abbasah dan Ja’far tidak boleh punya anak! Lantas mereka secara rahasia mempunyai anak dan diam-diam dikirim ke Mekah untuk diurus pembantunya. Semua uraian itu sepenuhnya saya kutip dari buku Tarikh al-Rusul wa al-Muluk karya Al-Tabari.

Setelah saya mempublikasi tulisan itu, dan dibaca lumayan luas (setidaknya dibaca 2000 kali di blog saya, direpost di situs lain), seorang kawan memberi tahu saya informasi penting: keterangan Al-Tabari itu dikritik oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimah. Muaz, kawan saya itu, adalah kawan sesama aktivis ketika kuliah di Ciputat yang sekarang memilih mengabdikan diri untuk pendidikan dan tinggal di Cirebon. Ia tidak bilang lebih detail dimana persisnya kritik Ibn Khaldun. Ia hanya bilang keungkinan ada di bab-bab awal. Saya merasa beruntung ia memberikan informasi itu. Ketika membaca Al-Tabari tentang kisah hancurnya keluarga Al-Barmaki, saya diliputi banyak pertanyaan.

Akhirnya hari ini sejak pagi saya memutuskan untuk mencari rujukan yang dimaksud Muaz, kawan saya itu. Untuk memudagkahkan, saya mulai pencarian dengan merujuk pada buku Muqaddimah dalam terjemahan bahasa Inggris. Buku itu dengan cukup baik diterjemahkan sarjana ternama, Franz Rosental dan terbit pertama kali pada 1968 oleh Princeton University Press. Kenapa saya merujuk pada buku itu? Biar mudah dan cepat saja. Dengan format pdf, saya bisa langsung mencari dengan kata kunci. Fitur ini sayangnya belum bisa dipakai dalam dokumen pdf bahasa Arab.

Dengan cara ini saya menemukan dengan cepat apa yang dikritik Ibn Khaldun dari pemaparan Al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk. Setelah itu saya mebaca secara bersandingan kedua versi sekaligus: bahsa Inggris terjemahan Rosental dan buku Muqaddimah dalam bahasa Arab terbitan Dār Ya’rub Damascus.

Kritik Ibn Khaldun terhadap Al-Tabari, juga sejarawan lain seperti Ibn Ishaq, Ibn Al-Kalbi, Waqidi, Al-Mas’udi, adalah karena tak jarang para sejarawan sebelumnya itu tidak menerapkan metodologi sejarah kritis. Sejarawan, menurut Ibn Khaldun, haruslah menggabungkan dua piranti dan metoda dasar: beragam sumber ilmu pengetahuan dan kemampuan reflektif filosofis. Sejarawan tidak bisa semata-mata menerima periwayatan yang diterimanya. Sejarawan dituntut juga mengetahui kondisi sosial politik, karakter peradaban dan kondisi-kondisi lain terkait bagaimana kehidupan sosial manusia diorganisir. Dengan itu, sebuah periwayatan atau informasi yang datang dari masa lampau, bisa dilihat secara kritis dan objektif.

Menurut Ibn Khaldun, setelah ia memaparkan beberapa contoh lain, salah satu fiksi konyol yang dipaparkan para sejarawan adalah seputar alasan kenapa Harun Al-Rashid melenyapkan keluarga Al-Barmaki. Salah satu alasannya, sebagiamana kemudian saya tulis, adalah karena Harun Al-Rashid murka mengetahui Ja’far mempunyai anak diam-diam dengan Abbasah binti Al-Mahdi, adiknya. Saya juga menulis, mengutip Al-Tabari, bahwa alasan pernikahan mereka adalah agar Abbasah dan Ja’far bisa dengan ‘sah’ berhubungan sex dalam pesta ‘minum-minum’ yang biasa digelar di istana Harun Al-Rashid. Dengan ini, saya dan anda, bersandar pada Al-Tabari, mengasumsikan bahwa minum-minum wine atau anggur adalah kebiasaan Khalifah Harun Al-Rashid.

Perisis di situlah kritik Ibn Khaldun. Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta yang ada, juga berdasar pada laporan Al-Tabari di bagian lain, hampir mustahil berita itu benar adanya. Abbasah Binti Al-Mahdi adalah perempuan terhormat, anak bangsawan Arab dan dekat dengan para ulama. Begitu juga Harun Al-Rashid. Ada banyak informasi lain yang mengatakan bahwa Harun Al-Rashid, selain sangat religius, juga sangat sederhana. Ibn Khaldun merujuk pada banyak informasi lain, salah satunya menarik: Jibril Ibn Bukhtisu diminta menyiapkan makanan ikan untuknya. Karena curiga, ia meminta seseorang memata-matai bagaimana ia menyiapkan makanan itu. Jibril menyiapkan tiga hidangan, dua tanpa campuran angur sementara salah satunya memakai campuran anggur (wine). Jibril mengatakan bahwa yang ada campuran anggurnya akan dimakannya sendiri, tidak untuk Khalifah. Harun juga diberitakan memenjarakan Abu Nuwas, penyair paling terkenal masa itu, karena sering mabuk-mabukan dan meminum anggur.

Ibn Khaldun, menariknya, tidak memungkiri kemungkinan Harun mengonsumsi nabidh (atau semacam arak atau minuman olahan kurma yang juga kadang memabukan). Nabidh diperdebatkan hukumnya apakah halal atau haram diminum. Pendapat ulama Baghdad waktu itu, menurut Ibn Khaldun, memperbolehkan karena bukan termasuk khamr. Ulama sekarang umumnya memperbolhkan minuman olahan kurma itu sebelum berubah menjadi minuman yang memabukan karena proses fermentasi.

Singkat cerita, menurut penelaahan kritis Ibn Khaldun, informasi Al-Tabri yang mengatakan salah satu penyebab dihancurkannya keluarga Barmaki karena anak rahasia pernikahan Abbasah dengan Ja’far untuk melegalkan pesata pora (sex dan mabuk) sama sekali tidak berdasar dan fiksi. Secara sosiologis, menurut Ibn Khaldun, juga tidak masuk akal ada bangsawan Arab perempuan yang mau menikah atau dinikahkan oleh keluarganya kepada kalangan ‘mawla’ Persia. Ja’far Al-Barmaki meskipun menempati posisi penting, tetaplah anak keturunan pelayan. Dalam budaya saat itu, kemungkinan pernikahan itu begitu kecil.

Menurut Ibn Khaldun, alasan yang paling mungkin kenapa keluarga Al-Barmaki dimusnahkan dan diakhiri adalah karena rivalitas politik dengan Khalifah. Al-Barmaki dianggap mengancam Harun karena terlampau berkuasa, selain menyalahgunakan uang negara dengan bergelimangan harta sementara Khalifah hidup dengan sederhana. Ibn Khaldun menyebut hampir semua pejabat tinggi di Istana Abbasiah waktu itu, sekitar 25 orang, adalah keluarga Al-Barmaki. Informasi ini selaras dengan dua alasan lain yang juga saya sampaikan dalam tulisan saya sebelumnya itu.

Rivalitas dengan faksi berbeda di istana Abbasiah, terutama dengan keluarga Qahtabah yang sebenarnya masih kerabat keluarga Al-Barmaki, adalah penyebab lain. Mereka mengompori kekesalan Harun menjadi kebencian yang berujung pada tragedi.

Ibn Khaldun tidak membantah informasi terkait bagaimana Ja’far Al-Barmaki ditangkap, dimutilasi dan mayatnya digantung di jembatan sungai Tigris. Perbuatan itu mungkin dianggap sangat keji untuk standar kita sekarang. Tapi bisa jadi itu adalah hukuman yang dianggap wajar bagi pemberontak pada masa itu.

Semoga informasi ini bermanfaat. Tulisan ini semata-mata saya buat karena saya merasa bertanggungjawab secara moral untuk menyampaikan pengetahun yang utuh dan objektif, berdasar pada sependek pengetahuan saya.

Wassalam.

*) Zezen Zaenal Mutaqin, mahasiswa program doktoral UCLA, USA.