Hari Ibu, Momentum Merayakan Kehebatan Perempuan

Hari Ibu, Momentum Merayakan Kehebatan Perempuan

Mengapa sih, kita perlu merayakan hari ibu?

Hari Ibu, Momentum Merayakan Kehebatan Perempuan
Menjadi ilmuwan juga memberikan kita sumbangsih kepada peradaban islam. Dalam sejarahnya, masih sedikit ilmuwan muslim yang perempuan. Pict by 101 invention

Suatu ketika, datang seorang sahabat kepada Nabi Muhammad saw. Sahabat tersebut ingin bertanya serta mendapatkan jawaban langsung dari baginda Nabi. Siapakah orang di dunia ini yang paling berhak untuk dimuliakan. Mendengar pertanyaan ini, Rasulullah menjawab bahwa orang yang paling berhak dimuliakan adalah ibu. Pertanyaan ini diulang hingga tiga kali oleh sahabat di atas. Jawaban dari Rasulullah saw tetaplah sama, ibumu. Baru ketika pertanyaan yang sama diajukan keempat kalinya, Rasulullah menjawab, bapakmu.

Hadis sahih ini diriwayatkan oleh Sayidina Abu Hurairah ra. Termaktub dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Dari kisah di atas dapat kita pahami betapa mulianya derajat seorang ibu. Rasulullah menegaskan tiga kali bahwa orang yang paling berhak dimuliakan di muka bumi ini adalah seorang ibu.

Imam al-Nawawi (631-676 H) dalam kitab Syarh Shahih Muslim menjelaskan beberapa alasan mengapa Rasulullah mengunggulkan derajat ibu daripada bapak. Di antaranya ialah karena pengorbanan dan kepayahan seorang ibu lebih besar daripada seorang bapak. Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, hingga mendidik seorang anak. Pengorbanan ibu ini juga dipertegas dalam surat Luqman ayat 14.

Terkait dengan kemuliaan di atas, tidak berlebihan jika bangsa Indonesia menetapkan peringatan Hari Ibu Nasional. Setiap tanggal 22 Desember, masyarakat Indonesia antusias memperingati Hari Ibu. Secara nasional, tradisi ini dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 yang ditandatangani oleh Presiden Ir. Soekarno.

Hari Ibu merupakan momen bangsa Indonesia untuk sejenak mengingat dan menyadari arti penting seorang ibu. Baik bagi keluarga maupun untuk lingkungan sosial masyarakat. Peran seorang ibu adalah hal yang tidak dapat dimungkiri. Dalam konteks hari ini, lantas makna apa yang dapat kita petik dari peringatan Hari Ibu Nasional tahun ini?

Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu tantangan masyarakat Indonesia adalah maraknya kasus korupsi, penyalahgunaan narkoba, ekstremisme, radikalisme hingga terorisme. Tanpa disadari, tidak sedikit generasi muda Indonesia terjebak dalam kasus penyalahgunaan narkoba dan menjadi pelaku bom bunuh diri. Sebagian generasi emas kita mudah direkrut oleh gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme.

Dari titik inilah, perlu kiranya peran kaum ibu kembali diperkuat dan ditempatkan di garda terdepan untuk mendidik dan menangkal bahaya meluasnya paham-paham radikalisme dan ekstremisme. Kaum ibu adalah madrasah pertama bagi tersemainya nilai-nilai luhur bagi anak. Jika seorang ibu mampu mengajarkan dan mencontohkan pemahaman keagamaan yang baik, niscaya akan lahir generasi-generasi yang kebal terhadap hasutan paham radikalisme dan terorisme. Lantas dari mana kita memulainya?

Ruang Keterlibatan Perempuan                                                                                     

Di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam ruang publik sudah semakin luas. Perempuan tidak sedikit yang menduduki jabatan penting. Mulai dari presiden, menteri, gubernur, hingga bupati. Begitu pula banyak di jajaran yudikatif dan legislatif. Sebagai contoh di dalam kehidupan politik parlemen Indonesia, angka representasi perempuan mengalami peningkatan.

Kenaikan tingkat keterwakilan tersebut menunjukkan bahwa persentase kehadiran dan keikutsertaan perempuan dalam politik terus meningkat dari masa ke masa. Penyebaran perwakilan perempuan di tiap komisi dalam tubuh DPR RI adalah penting. Perempuan dapat membawa pesan kebutuhan perempuan lainnya, baik dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Ketika perempuan masuk dalam dunia publik, maka ia dapat menjadi contoh bagi perempuan lainnya, ia dapat menyuarakan kebutuhan perempuan lainnya.

Pandangan masyarakat baik secara sosial maupun budaya yang menempatkan perempuan dalam posisi lemah dan dinilai tak layak masuk dalam dunia politik, bukanlah sikap yang ditunjukkan oleh Islam. Kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk berkiprah dalam dunia publik, merupakan nilai yang terkandung dalam Islam.

Meski demikian, dalam aturan-aturan atau hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an dan Sunnah juga harus kita perhatikan. Ketika seorang perempuan aktif dalam ruang publik, maka jangan sampai melupakan tanggungjawabnya dalam rumah tangga. Memberikan perhatian untuk suami dan anak. Meminta izin dan rida suami.

Kesempatan dan keterlibatan ini harus diniatkan untuk ibadah. Ikut andil dalam menanta masa depan bangsa dan negara. Merumuskan langkah dan strategi terbaik untuk mengurai ragam problematika di atas. Dalam banyak hal, jiwa keibuan lebih peka untuk menyelesaikan permasalahan yang menghadang generasi muda.

Contoh Peran Perempuan

Peran penting perempuan dalam kepeloporan dapat dilihat sejak masa Rasulullah saw. Sebagai Nabi, beliau sangat menghargai perempuan. Rasulullah saw sebelum dianggat menjadi sorang rasul, pernah bergabung dalam sebuah kongsi perdagangan di bawah pimpinan Khadijah, perempuan konglomerat yang terkenal di jazirah Arab saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi pun tidak enggan untuk bekerja sama dengan perempuan.

Diceritakan pula, Aisyah ra sebagai istri Nabi saw juga memainkan peran dalam kepemimpinan. Aisyah pernah menjadi panglima perang sepeninggalan Rasulullah saw dalam sebuah permasalahan politik di masa Khalifah Ali ra. Hal yang juga istimewa, bahwa beliau juga menjadi salah satu perawi hadis yang menjadi pegangan utama kaum muslimin hingga sekarang.

Dalam bidang pendidikan, terdapat figur As-Syifa’ atau dikenal dengan nama Ummu Sulaiman. Tokoh ini merupakan guru perempuan pertama dalam Islam, dimana Hafshah binti Umar adalah salah satu muridnya. Sedangkan pada bidang kesehatan, terdapat sosok Rufaidah yang merupakan pendiri rumah sakit dan palang merah pertama di masa Rasulullah.

Selain itu, terdapat pula sosok Nusaibah binti Ka’ab yang mendapat panggilan Ummu Imarah. Ia adalah seorang sahabat Rasulullah saw dari kalangan perempuan yang telah mengukir banyak jasa untuk dakwah Islam. Sosok lainnya adalah Khaulah binti Azur yang dijuluki “Pedang Allah” dari kalangan perempuan. Julukan yang ia dapat sama dengan julukan yang dimiliki oleh Khalid bin Walid.

Sejumlah sosok perempuan pada masa Rasulullah saw di atas, menunjukkan kepeloporan yang hebat, baik dalam ranah sosial, kesehatan, agama, pendidikan, dan lainnya. Hal tersebut memberikan pemahaman pada kita bahwa peranan dan kedudukan perempuan dalam Islam adalah mulia.

Begitu pula, bangsa Indonesia juga memiliki sejumlah nama pahlawan nasional perempuan. Di antaranya ialah Martha Cristina Tiahahu (1800-1818), Cut Nyak Meutia (1870-1910), Maria Walanda Maramis (1872-1924), Kartini (1879-1904), Dewi Sartika (1884-1947), Nyai Ahmad Dahlan (1872-1946), Rasuna Said (1910-1965), dan lain sebagainya.

Dari pemaparan ini, dapat dipahami bahwa peran perempuan sangatlah nyata. Baik bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Ibu merupakan bagian integral dari kemajuan dan peradaban bangsa. Jasa-jasanya mutlak untuk kita muliakan. Mulai dari pemberian ruang keterlibatan hingga bentuk penghormatan lainnya.

Sebagaimana disinggung di awal, tantangan merebaknya paham radikalisme, ekstremisme, hingga terorisme akan dapat diredam dengan keterlibatan kaum ibu. Oleh karena itu, Hari Ibu yang kita peringati pada 22 Desember ini harus menjadi momentum untuk menghargai peran ibu. Meningkatkan partisipasi kaum ibu dalam mewujudkan keadaban publik. Serta momentum untuk meneguhkan kembali kemuliaan derajat kaum ibu.  Selamat Hari Ibu.

Wallahu A’lam.

Tulisan ini juga dimuat dalam: Buletin Muslim Muda Indonesia, Edisi 49/Jum’at, 21 Desember 2018