Jihad adalah salah satu amal kebaikan yang disyari’atkan oleh Allah yang kemudian menjadi sebab kekokohan dan kemuliaan umat islam. Namun apabila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, maka mereka justru akan mendapatkan kehinaan. Dari Ibnu Umar beliau berkata: Aku mendengar Rasululla SAW bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud)
Ditilik secara bahasa, jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh. Oleh karena itu, jihad ada tiga macam yaitu jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan hawa nafsu. Salah satu bentuk jihad yang paling banyak dilakukan oleh umat Islam adalah jihad melawan musuh yang nyata. Contohnya melalui peperangan yang jika beberapa di antara mereka mengalami kematian maka mereka tergolong mati syahid.
Biasanya, jihad melalui peperangan dilakukan oleh kaum laki-laki sebab kaum perempuan memang sangat jarang untuk terlibat dalam peperangan. Hal tersebut pun mengundang pertanyaan dalam benak kaum perempuan, “Bagaimana bentuk jihad kaum perempuan yang sesungguhnya? Apakah kaum perempuan dapat mendapatkan pahala mati syahid jika tak terlibat peperangan?”
Saat itu ibunda Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi perempuan?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.” (HR. Ibnu Majah)
Selain itu, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah SAW kami tahu jihad itu adalah amalan yang paling utama, apakah kami tidak boleh ikut berjihad? Beliau menjawab, “Bagi kalian ada jihad yang paling utama yaitu haji yang mabrur.” (HR. Bukhari)
Ternyata kaum perempuan juga diperbolehkan untuk berjihad. Namun bentuk jihad yang diperbolehkan untuk dilakukan oleh kaum perempuan adalah dengan jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya. Yaitu dengan melakukan haji dan umrah. Pasalnya, jihad memang tidak diwajibkan bagi kaum perempuan. Sebagaimana Ibnu Qudamah RA berkata, “Syarat wajibnya jihad ada tujuh: Islam, baligh, berakal, bukan budak, laki-laki, selamat dari bahaya, adanya harta (untuk berperang).” (Al-Mughni 9/163)
Sementara dari Mazhab Hambali, Ibnu Qudamah menerangkan, “Syarat keempat dalam berjihad adalah laki-laki, maka tidak wajib jihad bagi kaum wanita. Karena ada riwayat dari Aisyah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi saw, apakah para wanita diwajibkan berjihad?” Nabi menjawab, “Ada kewajiban jihad tapi bukan perang, yaitu haji dan umrah. Karena jihad itu adalah perang dan wanita bukan termasuk dari yang memikulnya, sebab memiliki sifat yang lemah.” (Al-Kafi, 4/253, al-Mughni, 9/197)
Selain itu, Aisyah pernah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk turut serta pergi berjihad. Namun Rasulullah SAW menyarankan kaum perempuan untuk melakukan jihad dengan melaksanakan haji. Dari Aisyah RA pernah berkata, “Aku meminta izin kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk pergi berjihad, lalu beliau bersabda: ‘Jihad kalian (wanita) adalah haji.” (HR. Bukhari)
Dengan demikian, kaum perempuan sebenarnya tidak diwajibkan untuk berjihad di dalam peperangan. Sebab berjihad di dalam peperangan merupakan kewajiban yang dipikul oleh para kaum laki-laki. Meskipun demikian, kaum perempuan masih bisa meraih jihad utama bagi mereka. Salah satu caranya yaitu berjihad dengan yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan melakukan haji dan umrah sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis di atas.