Buya Hamka tahun 1975 menulis di Panji Masyarakat tentang keturunan Rasulullah di Indonesia. Tulisan itu berawal dari pertanyaan H. Rifai, muslim Indonesia yang tinggal di Amsterdam, berkirim surat kepada Menteri Agama Mukti Ali tentang keturunan Rasulullah. Mukti Ali meminta Buya Hamka untuk menjawabnya.
Buya Hamka mengawali artikelnya dengan menjelaskan Nabi Muhammmad tidak memiliki keturunan dari anak laki-laki. Sebagaimana diketahui, anak laki-laki beliau: Qasim, Thaher, Thayyib, dan Ibrahim meninggal ketika masih kecil. Yang bertahan hidup hanyalah anak perempuan: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
Zainab memiliki anak perempuan, tetapi meninggal di waktu keci. Sementara Ruqayyah dan Ummu Kultsum meninggal di usia yang relatif masih muda. Hanya Fathimah yang memberi Rasulullah cucu laki-laki: Hasan dan Husein. Tak heran bila Rasulullah sangat menyayangi kedua cucunya ini.
Dikisahkan dalam riwayat, kadang Hasan dan Husein suka masuk ke dalam celah kaki Rasulullah saat beliau ruku’. Kedua cucu kesayangannya ini juga suka naik ke atas punggung Rasulullah ketika beliau sujud. Mereka juga senang duduk di tangga mimbar pada saat Rasulullah khutbah.
Al-Tirmidzi meriwayatkan, dari Usamah bin Zaid, bahwa dia pernah melihat Hasan dan Husein berpeluk di atas paha Rasulullah, beliau bersabda, “Kedua anak ini adalah anakku, anak dari anak perempuanku, ya Tuhan aku sayang kepada keduanya.” Dalam riwayat lain, Rasulullah mengatakan, “Kedua anakku ini adalah sayyid dari pemuda surga kelak.’”
Karena itulah, sebagian muslim memuliakan keturunan Rasulullah sebagai bentuk penghormataan dan kecintaan terhadap Rasulullah. Hal ini sudah lumrah dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Keturunan Rasulullah biasanya dipanggil sayyid, tuan dan ada pula yang memanggilnya dengan julukan syarif, orang yang mulia.
Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul, Keturunan Rasulullah?
Perlu diketahui bahwa sejak zaman kejayaan Islam di Aceh, banyak di antara keturunan Hasan dan Husein itu datang ke nusantara. Mulai dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia, dan Filiphina, harus diakui jasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh nusantara ini sangatlah besar.
Misalnya, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, berasal dari Aceh, tercatat pernah menyebarkan Islam sampai ke Mindanau dan Sulu. Negeri Pontianak dulu juga pernah dipimpin oleh bangsa sayyid al-Qadri. Kesultanan Siak dipegang oleh keluarga sayyid bin Syahab. Kerajaan Perlis Malaysia dipimpin Sayyid Jamalullail. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang merupakan keluarga Alaydrus.
Kebanyakan keturunan Rasulullah yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut. Mereka adalah keturunan Isa al-Muhajir dan Faqih al-Muqaddam. Marganya juga beragam, yang kita kenal di Indonesia adalah Alatas, Assaqaf, Alkaf, Bifaqih, Alaydrus, Bin Syekh Abu Bakar, Al-Habsyi, Al-Haddad, bin Smith, al-Aidid, al-Zahir, bin Yahya, dan seterusnya. Semuanya berasal dari Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir. Ahmad bin Isa al-Muhajir inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadramaut.
Di Indonesia, keturunan Rasul ini kadang dipanggil Sayyid atau Habib. Di Jakarta mereka juga dipanggil Wan, di Serawak dan Sabah dijuluki Tuanku, di Pariaman dan Sumatera Barat, masyarakat memanggilnya dengan sebutan Sidi.
Menurut buya Hamka, Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul Jawa Timur, yang ditanyakan kepadanya, memanglah keturunan Rasulullah dari jalur Ahmad bin Isa al-Muhajir yang berpindah dari Basrah ke Hadramaut. Buya Hamka mengingatkan, kita dianjurkan untuk berlaku hormat dan cinta kepada Rasulullah itu, namun dengan cintanya orang Islam yang cerdas dan tahu harga diri. Sehingga tidak diperbodoh oleh orang-orang yang menyalahgunakan nasabnya tersebut.
Ingatlah, kata Buya Hamka, bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah sampai orang lain datang kepadaku dengan amalnya, sedangkan kamu datang kepadaku dengan membawa nasab dan keturunan kamu.” Rasulullah juga mengingatkan kepada Fathimah, “Hai Fathimah binti Muhammad, beramallah kesayanganku. Tidaklah dapat aku, ayahmu menolongmu di hadapan Allah sedikit pun.”