Gus Dur yang Disalahpahami

Gus Dur yang Disalahpahami

Gus Dur kerap disalahpahami, Gus Dur seorang guru bagi kita semua

Gus Dur yang Disalahpahami

Sudah sewindu Gus Dur tiada. Ia telah mewariskan kearifan mengenai makna kenegaraan, keagamaan, dan kemanusiaan dalam hakikat yang murni dan sejati. Bagi Indonesia, Gus Dur adalah guru bangsa. Ia bukan hanya tokoh multikulturalisme, tetapi juga pendorong demokrasi di Indonesia. Bahkan, ia mengawinkan demokrasi dengan nilai-nilai Islam yang dipelajarinya sejak kecil.

Namun demikian, tidak sedikit kontroversi muncul dari sosoknya. Ia acapkali bersikap yang tidak mudah dipahami orang lain, bahkan oleh sebagian warga Nahdliyin (NU) sendiri. Misalnya, ada yang tidak mengerti mengapa Gus Dur begitu ramah terhadap agama-agama minoritas, tetapi sering keras terhadap agamanya sendiri. Namun bagi Gus Dur, ia begitu mantap dengan agama Islam. Karena itu, ia tidak perlu defensif dan tidak takut bahwa agamanya dirugikan kalau ia terbuka terhadap mereka yang berbeda.

Begitu juga ketika Gus Dur menempuh perawatan hemodialitas akibat telah mencapai tahap gagal ginjal terminal. Ia berkisah bahwa dirinya sempat resmi dituntut sebuah ormas untuk diadili dengan tuduhan menghina agama Islam lewat pernyataan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci pornografis. Gus Dur malah tetap santai dan mengatakan “Biar saja, biar rame!”. Dalam keadaan seperti itu, Ia tampak tetap segar bugar, ceria, dan tetap bersemangat.

Kontroversi yang lebih serius ketika Gus Dur berhati terbuka bagi semua minoritas, para tertindas, dan para korban pelanggaran hak-hak asasi manusia. Di sisi lain, ia mengkritik tajam gerakan ormas yang kerap menampilkan Islam secara radikal dengan mengatakan “Tuhan tidak perlu dibela”. Lantaran pernyataan dan sikapnya itu, Gus Dur memperoleh kritik tajam atau berhadapan dengan kekuatan konservatif dalam pandangan agama dan sikap politik tertentu. Ia dituduh sebagai neo-PKI, kafir, dibaptis Kristen, murtad, agen Zionis, liberal, Yahudi dan seterusnya.

Namun demikian, Gus Dur tidak gentar dalam menghadapi semua kritikan dan kecaman yang tertuju padanya itu. Ia semakin gigih membela korban yang memang perlu dibela. Sikapnya memperoleh dukungan luas baik dari elemen-elemen masyarakat demokrasi di Indonesia maupun mancanegara. Bahkan Gus Dur tak pernah pandang bulu dalam pembelaannya, tidak membedakan agama, etnis, warna kulit, bahkan posisi sosial. Karena itu Gus Dur banyak dicintai masyarakat dari berbagai lapisan.

Kontroversi lain adalah ketika banyak kalangan yang meyakini Gus Dur memiliki indra keenam. Sulit dipercaya memang, namun dalam sejarahnya, banyak ramalan Gus Dur yang acapkali menjadi kenyataan. Ia mampu melihat jauh ke depan melampaui orang-orang di zamannya.  Ucapannya yang tidak masuk akal ternyata di kemudian hari benar. Misalnya, ketika Gus Dur menjabat Ketua Umum PBNU ia berkunjung ke Vatikan dan ketika itu bergurau bahwa suatu saat akan kembali ke Vatikan sebagai seorang Presiden. Beberapa tahun kemudian ucapan Gus Dur terbukti benar, karena itu tokoh-tokoh Vatikan menjuluki Gus Dur sebagai “Santo”.

Ketika Gus Dur dulu dengan lantang mengatakan anggota DPR seperti anak-anak TK, belakangan kita tahu bahwa anggota DPR memang seperti anak-anak TK yang senang jalan-jalan, tidur ketika rapat dan berebut proyek. Saat Gus Dur berkata kepada ajudannya, Sutarman, bahwa kelak akan jadi Kapolri, ternyata benar pada 2013 jenderal Sutarman dilantik menjadi Kapolri. Begitu juga ketika Gus Dur meramal Kiai Said Aqil Sirajd menjadi Ketua Umum PBNU, kini terbukti kebenarannya. Demikian pula masih banyak misteri tentang Gus Dur yang diyakini sebagai kemampuan indra keenam.

Ituah Gus Dur. Mau tidak mau, suka atau tidak, ia memang luar biasa. Ia kombinasi antara kiai dan raja Jawa namun sangat demokratis. Ia seorang yang mistis tapi sangat rasional. Ia seorang nasionalis Indonesia seratus persen dengan wawasan kemanusiaan universal. Seorang tokoh Muslim yang sekaligus pluralis dan melindungi umat-umat agama lain. Enteng-enteng saja dalam segala situasi, tetapi selalu berbobot; acuh tak acuh, tetapi selalu peduli terhadap nasib bangsanya.

Karena sikap dan kebijakanya itu, umat minoritas merasa aman padanya. Gus Dur membuat mereka merasa terhormat, ia mengakui martabat mereka para minoritas, para tertindas, para korban. Ia menentang kekejaman atas nama apapun. Ia betul-betul meyakini dan menghayati hak-hak asasi manusia, karena ia tak tahan melihat seseorang terinjak-injak martabatnya,

Ia sama sekali mantap dengan dirinya sendiri. Ia percaya diri. Ia total bebas dari segala perasaan minder. Ia tidak pernah takut mengalah kalau itu lebih tepat, ia tidak takut kehilangan muka (karena itu ia tidak pernah kehilangan muka). Dan ia tidak pernah tersinggung dengan hal-hal sepele. Dan kini, sudah sewindu ia tiada. Saya percaya, perjuangan yang dirintis Gus Dur, akan berjalan terus.

Teruntuk Gus Dur, al-Fatihah…