Menjadi orang difabel atau berkebutuhan khusus bukanlah keinginan setiap orang. Namun ketika Tuhan berkehendak lain, apa mau dikata. Proses menerima kenyataan menjadi manusia berkebutuhan khusus membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bahkan boleh dikata sepanjang hidupnya adalah perjalanan untuk menerima sebuah takdir Tuhan. Belum lagi ditambah dengan kenyataan akses pelayanan bagi kelompok difabel di negeri ini belum sepenuhnya diwujudkan oleh pemerintah.
Meski ada cerita-cerita menarik tentang sebagian kelompok difabel ini yang sudah mampu mengakses pelayanan yang diberikan oleh pemerinta, akan tetapi kita tidak boleh menutup mata, jika tidak sedikit dari kelompok difabel ini masih sangat membutuhkan akses pelayanan yang bisa membantu kelangsungan hidup mereka.
Seperti dikota tempat penulis tinggal. Di Tahun 2014, jumlah warga yang berkebutuhan khusus hampir berjumlah sebelas ribu jiwa. Enam puluh persen dari jumlah tersebut berusia anak-anak. Dan keadilan bagi mereka masih sangat jauh. Meski Undang-undang perlindungan bagi kelompok difabel ini sudah disahkan oleh pemerintah pada tahun 2016.
Keadilan dalam wujud akses pelayanan bagi kelompok difabel dalam kontek warga negara harus terus diperjuangkan meski menggantungkan harapan kepada pemerintah tidaklah sepenuhnya dibenarkan. Soal perjuangan pemenuhan hak-hak warga negara lebih khusus lagi kelompok difabel telah dicontohkan oleh pejuang kemanusiaan, siapa lagi kalau bukan KH. Abdurahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur.
Almarhum Gus Dur telah mengawalinya ketika pada Tahun 1999 diangkat menjadi Presiden ke empat dalam keadaan kedua mata Gus Dur sudah tidak mampu untuk melihat. Sebagaimana pada kelompok Difabel yang sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik, Gus Dur pun demikian. Beberapa kalangan tidak percaya dengan kekurangan seorang Gus Dur mampu untuk mengelola negara besar ditengah-tengah konflik pasca reformasi. Tapi tidak bagi Gus Dur. Beliau tetap mampu menjalankan perannya sebagai seorang ulama, kepala keluarga ditambah lagi sebagai seorang Kepala pemerintah. Dalam hal ini seorang Presiden.
Gus Dur selalu berpegang teguh mengemban amanat Undang-undang negara untuk menjalankan roda pemerintahannya. Meski tidak pernah terucap, namun penulis sendiri meyakini bahwa menjadi orang yang berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk dipilih menjadi Presiden. Dan itu sudah Gus Dur tunjukan pada dunia bahwa tidak bisa melihat bukanlah suatu halangan untuk menjadi kepala negara. Keteguhan seorang Gus Dur dalam memegang prinsip-prinsip undang-undang yang berlaku menjadi batu penghalang bagi orang-orang yang ingin menjatuhkannya dari kursi presiden. Dan proses penggulingan Gus Dur pun benar-benar terjadi. Gus Dur pun dilengserkan dengan alasan tersangkut korupsi dalam dana Bulogette dan Brunegate. Di mana kedua kasus tersebut sampai hari ini tidak terbukti sama sekali.
Perjuangan Gus Dur untuk terus memperjuangkan pemenuhan hak-hak warga negara oleh pemerintah terus berlanjut. Gus Dur memutuskan untuk mendaftarkan dirinya dalam pencalonan presiden di Tahun 2004. penulis sendiri meyakini, bahwa meski dalam kondisi kekurangan tidak bisa melihat, Gus Dur ingin agar orang-orang Difabel memiliki hak yang sama untuk dipilih menjadi pemimpin negara.
Sayangnya perjuangan Gus Dur terhenti oleh aturan penyelenggara pemilihan presiden dengan peraturan calon Presiden harus sehat jasmani dan rohani. Sementara guru bangsa ini dalam keadaan tidak bisa melihat. Alhasil Gus Dur pun gagal untuk mencalonkan dirinya menjadi Presiden RI.
Perjuangan Gus Dur adalah pengejahwentahan dari ragam keilmuan yang beliau peroleh, baik ketika masih belajar di Mesir, Baghdad hingga Belanda, yang kemudian ia sesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Oleh karena itu, persoalan pemenuhan hak yang sama bagi semua warga negara adalah sebuah keniscayaan.
Jika melihat sosok Gus Dur sebagai seorang ulama, Ia sedang memperjuangkan sebuah surat dalam Al Quran yang menegur Nabi Muhammad Saw karena telah berpaling ketika sahabat Ibn Maktum yang buta datang kepada beliau. Gus Dur menghendaki bahwa manusia di mata hukum dan undang-undang memiliki derajat yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi. Gus Dur telah membuktikan bahwa dengan keterbatasan yang ia miliki tidak menghalangi dirinya untuk menjadi seorang presiden.
Tidak lain, Gus Dur tengah mencita-citakan adanya sebuah sistem pemerintahan yang melindungi hak semua warga negara. Bagi Gus Dur, pemerintah mempunyai tanggung jawab penuh memenuhi segala hak setiap individu tanpa tekecuali.
Gus Dur telah mengajarkan kepada kita, bahwa berbuat baik kepada sesama umat manusia adalah hakikat dari manusia hidup di dunia. Termasuk memberikan perhatian kita kepada kelompok difabel.