Gus Baha Bercerita Kisah-kisah Para Wali

Gus Baha Bercerita Kisah-kisah Para Wali

Gus Baha Bercerita Kisah-kisah Para Wali

K.H Bahaudin Nur Salim atau yang lebih dikenal dengan Gus Baha dalam ceramahnya seringkali bercerita tentang kisah-kisah para wali, tetapi ada hal yang menarik dari beliau. Beliau lebih banyak bercerita tentang wali bukan karena keramat-keramatnya, akan tetapi beliau bercerita tentang bagaimana para wali berhubungan atau bermunajat dengan Allah SWT.

Pernah suatu ketika beliau bercerita tentang kisah seorang wali yang ahli ibadah dengan mengutip kitab Syarah atas kitab Hikam karangan Ibnu Atha’illah as-Sakandari yang wafat pada tahun 709 hijriyah. kisah para wali

“Ada cerita lucu, masyhur itu. Ada seorang wali, tapi tukang hamal (pemikul barang). Karena dia seorang wali, setelah dapat makan satu piring, (dia merasa) cukup, (kemudian) pulang dia, karena tidak ingin kaya. Setelah itu (dia) ibadah terus,” cerita Gus Baha.

Suatu ketika wali tersebut bermunajat kepada Allah agar dibeli kemudahan mencari rejeki tanpa harus bekerja keras menjadi buruh pikul, karena dia hanya butuh sedikit harta untuk keperluan ibadah saja. Kemudian, pada suatu waktu si wali tadi mendapat ujian dengan dituduh sebagai pencuri di pasar dan akhirnya ditahan di penjara. Di penjara tersebut, wali tadi mendapat makan setiap pagi dan sore. Kemudian si wali tadi bermunajat.

“Ya Allah kenapa jadinya begini. (Kemudian mendapat balasan), kan kamu minta rizki tanpa kerja, ya dipenjara itu,” tutur Gus Baha yang disambut gelak tawa para jemaah.

Suatu waktu ketika Gus Baha menjadi pembicara di acara Haul K.H Abdul Hamid Pasuran beliau menuturkan kisahnya untuk ingin menjadi wali.

“Begini, dulu saya pernah cita-cita jadi wali, karena punya pernah mbah wali (yaitu K.H Abdul Hamid). Kecil saya itu sering diajak sowan Mbah Hamid, setelah agak besar kok prosedurnya agak sulit,” dawuh Gus Baha yang membuat para audien tertawa.

Bagi kita yang sebelumnya sering mendengarkan atau mengikuti pengajian beliau, beliau selalu guyon ingin menjadi wali, tetapi bisa saja itu bukan guyonan tapi memang keinginan beliau. Ketika beliau sedang satu forum dengan kiai lain, beliau sering mengajak untuk berlomba menjadi wali dengan kiai tadi.

Pernah suatu waktu yaitu dalam acara Haul K.H Ahmad Shiddiq yang merupakan pengajian terakhir beliau di publik sebelum wabah saat ini menjadi parah, beliau menjelaskan mengapa selalu mengampanyekan diri untuk ingin menjadi wali.

“Kenapa saya akhir-akhir ini (sering) gulirkan daftar (menjadi) wali. Karena saya ini resah, orang sudah ingin dicintai pejabat, dicintai tetangga, (dan) dicintai teman. Kadang-kadang orang itu lupa (untuk ingin) dicintai Allah. Makanya meskipun saya guyon, tapi ini ‘amdan (sengaja) bukan sahwan. Supaya orang punya cita-cita lagi jadi wali, ingin dicintai Allah. Kita ini terlalu lama ingin dicintai mahluk. Mbok yaho naik kelas sedikit, ingin dicintai Allah,” papar Gus Baha.

Meskipun Gus Baha sering mengatakan sulitnya menjadi wali, beliau juga memberikan cara mudah menjadi wali melalui sebuah cerita dari kisah Syaikh Abu Yazid al-Bustomi.

“Banyak kitab yang menjelaskan bahwa Abu Yazid al-Butomi (pernah) tanya (kepada Allah). Ya Allah, orang hebat (seperti) saya itu siapa?” cerita Gus Baha.

Abu Yazid al-Bustomi yang merupakan tokoh sufi yang sudah masyhur sebagai ahli ibadah. Kemudian ada hatif (suara tanpa rupa) yang merupakan jawaban dari pertanyaan beliau, dan mengatakan bahwa ada orang yang lebih hebat daripada dia, yaitu orang di sebelahnya yang sedang tidur. Kemudian beliau bertanya lagi mengapa orang tersebut lebih hebat dari beliau.

“Ini orang sama saya khusnudzon, tau bahwa saya ini (Allah) baik sekali, makanya ditinggal tidur. Kalau kamu ibadah terus, jadi ada gimananya sama saya (disambut gelak tawa jemaah). Kamu jadi wali yang jalur itu saja,” ucap Gus Baha membuat jemaah tertawa.

Pesan yang disampaikan dari cerita di atas barangkali tepat untuk kondisi sekarang ini dengan mengutip kitab Ittihafus Saddatil Muttaqin karangan Syaikh Murtadho az-Zabidi yang merupakan syarah dari kitab Ihya ‘Ulumiddin karang Imam al-Ghazali,

يأتي على الناس زمان يكون أفضل علمهم فيه الصمت وأفضل أعالهم النوم هذا لدخول المشكلات في الكلام وخروج الإخلاص من الأعمال

“Akan datang pada manusia suatu masa ketika keutamaan ilmu bagi mereka (orang awam) yaitu dengan diam dan keutamaan amal bagi mereka dengan tidur. Hal ini dikarenakan banyaknya orang yang berbicara tetapi asal-asalan (penuh kemuskilan) dan hilangnya ikhlas dalam beramal.”

Wallahu a’lam.