Mengapa Gita Savitri banyak disukai? Sebelum membahasnya, ada baiknya saya sedikit cerita. Saya selalu suka dengan gaya kekinian. Sewaktu mondok, saya agak berbeda. Sama keluar pondok, santri lain kemana-mana sarungan, saya lebih suka bergaya casual. Bagi saya, kesantrian seseorang tidak diukur dari pilihan gaya berbusana.
Agama tidak bekerja dengan produk testil. Jika pun ada dalil-dalil mendukung gaya berbusana, semua harus ditinjau dari beberapa aspek, bukan hanya tekstualis dan terjemahan al Qur’an – Sunnah. Ada caranya, ada jalannya.
Rasulullah pernah bersabda bahwa “Sesungguhnya Allah tidak menilai kalian dari lahiriyah dan penampilan, akan tetapi Allah menilai isi hati kalian”. Hadist ini seolah menegur kita agar melihat seseorang dari luarnya dan berhati-hati dalam menilai orang lain.
Hal ini sesuai dengan firman Allah di surah Al Hujarat ayat 12.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12).
Menurut Prof. Quraish Shihab ayat ini kurang lebih seputar perintah untuk jauhilah prasangka buruk, mencari-cari aib orang lain dan tidak saling menggunjing. Toh, yang lebih penting dari tampilan luar kita adalah akhlakul karimah.
Gitasav dan Muslim Milenial yang Moderat
Di era Tik Tok ini, muncul Gita Savitri Devi sebagai salah satu panutan anak muda. Belio muda, kekinian dan inspiratif. Mengusung gaya berbusana casual tanpa pengen terlihat sangat muslimah, dia membagikan inspirasi kepada kita semua.
Kata terakhir adalah alasan mengapa saya mengikuti akun instagramnya. Gitasav, panggilan akrabnya sering kali membagikan pemikiran dan kesehariannya lewat blog maupun vlog-nya.
Baca juga: Gita Savitri dan Kisah Cintanya dengan Pria Non-Muslim
Gadis yang suka bolak balik Indonesia – Jerman itu terbuka dalam keberagamaan pandangan dalam melihat segala problematika. Cara pandang ini menjadikan Gitasav wasathiyah (moderat) dalam melihat perbedaan ditengah kehidupan umat Islam saat ini.
Dalam salah satu tulisannya di blog pribadi;“Sebaik-baiknya berdakwah, dakwah terbaik adalah dengan perilaku kita,” kata Gitasav di sebuah tulisannya.
Gitasav juga menjelaskan perilaku ini bukan untuk membandingkan satu sama lain, karena menurutnya dakwah yang baik tanpa menyertakan ego dan kesombongan.
Hal ini yang menjadikan Gitasav dicintai followersnya, karena mayoritas hal yang dibagikannya lewat medsos bebas dari tendensius dan keberpihakan. Gita Savitri fokus membagikan kabar baik ditengah banyaknya ujaran perasangka di medsos untuk menjelek-jelekkan individu atau kelompok lain.
Tontonan yang menjadi Tuntunan
Gitasav membuktikan kepada kita bahwa semua orang yang beragama akan geram ketika agamanya dihujat, tetapi hujatan tidak menjadi gambaran nyata dan merusak agama itu sendiri. Justru perilaku orang-orang pemeluk agama itu yang melakukan tindakan-tindakan kasar (verbal-nonverbal) memperbesar sudut pandangan hujatan tersebut, maka balaslah dengan perilaku yang baik.
Hal ini sesuai firman Allah dalam surah Asy- Syura ayat 40.
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula. Namun, siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), pahala baginya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” (QS. Asy-Syura : 40).
Penjelasan Prof. Quraish Shihab ayat tersebut yaitu meski Allah membolehkan balasan orang yang berbuat buruk adalah keburukan semisal (qishash) demi terwujudnya keadilan. Tetapi barangsiapa, atas dasar cinta, memaafkan orang yang berbuat buruk kepadanya–jika ia mampu–dan memperbaiki kembali hubungannya dengan orang itu, akan memperoleh pahala dari Allah.
Baca juga: Bagi Gita Savitri, Tidak Semua Non-Muslim Membenci Muslim
Dia semata yang mengetahui besarnya pahala itu. Sesungguhnya Allah tidak menyayangi orang-orang yang melanggar hak- hak asasi manusia dengan melanggar syariat Allah.
Untuk itulah, bagi saya, Gitasav adalah simbol hijrah menjadi shaleh(ah) bukan hanya urusan gaya pakaian, bentuk badan, dan mengikuti partai apapun, tetapi hijrah lebih menyoal fokus kepada misi kemanusiaan yang lebih universal. Sama seperti Mas Pur yang mewakili patah hati kaum proletar atas cinta beda kelas sosial, Dek Gita mewakili kita yang ingin menebarkan Islam damai dan moderat, tetapi tetap menjadi diri sendiri. Beragama tidak selalu kaku seperti kanebo kering. Wallahu’alam bishawab