Gita Savitri dan Perjalanan Cintanya dengan Pria Non-Muslim

Gita Savitri dan Perjalanan Cintanya dengan Pria Non-Muslim

Perjalanan cinta Gitsav dengan pria non-muslim ternyata menjadi jalan untuk lebih mengenal dan mendalami Islam

Gita Savitri dan Perjalanan Cintanya dengan Pria Non-Muslim
foto: kaskus

Nama Gita Savitri tentu tidak asing lagi di telinga para remaja. Gita Savitri merupakan lulusan Kimia Murni di Freie Universität Berlin. Remaja yang biasa dipanggil Gitasav ini dikenal sebagai muslimah kekinian yang inspiratif. Ia menuangkan berbagai opini dan gagasannya melalui blog dan video blognya. Dari blog dan vlognya itulah Gitasav mulai dikenal banyak orang.

Mampu menempuh pendidikan di salah satu universitas paling bergensi di Jerman tentu saja membuat hidup Gita terlihat sempurna. Namun kenyataannya, kebahagiaan tidak dapat diukur dengan pencapaian yang diraih. Gitasav justru merasakan kekosongan melanda hidupnya, berbagai problematika juga datang menghantuinya. Terlebih ketika ia dibuat galau hubungannya dengan seorang pria yang bernama Paulus.

Gita sadar bahwa hubungan dengan Paulus yang berbeda agama dengannya hanya akan berakhir sia-sia. Selama satu tahun Gita mencoba berdiskusi dengan Paul tentang agama, namun tidak ada perubahan yang berarti. Hingga suatu hari Gita disadarkan dengan firman Allah Swt dalam surah al-Qashas ayat 56:

إِنَّكَ لاَ تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلكِنَّ اللهَ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالمُهْتَدِيْنَ

“Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, melainkan Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Firman itu terasa seperti tamparan baginya. Ia pun akhirnya berpasrah diri kepada Allah. Jika Paul memang tidak diberi hidayah, maka itu memang sudah jalannya. Gita pun sudah ikhlas kalaupun Paul bukan jodohnya.

Namun siapa yang menyangka hati Paulus kemudian luluh. Suatu ketika Paulus mendapat musibah, ia bahkan dilanda keraguan akan agamanya. Hingga suatu hari Paulus akhirnya memutuskan untuk masuk Islam.

Setelah masuk Islam, permasalahan Paulus bukan berakhir tetapi justru semakin bertambah. Dimulai dari tekanan dari keluarga dan teman-temannya hingga keadaan ekonomi yang semakin memburuk.

Apa yang dialami Paulus ini sebetulnya selaras dengan firman Allah Swt:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوآ امَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُوْنَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi (QS al-Ankabut: 2)

Sebagaimana Paulus, Gita pun merasakan ada bagian yang hilang dalam hidupnya. Ia merasa belum menjadi muslimah yang sempurna, masih banyak perihal agama yang belum diketahuinya. Bagaimana mungkin ia bisa mengenalkan Islam pada Paul jika dirinya sendiri pun belum mendalaminya.

Gita pun mulai mempelajari Islam lebih dalam, mulai dari mengikuti pengajian, membaca buku, hingga menyuntikkan napas Islam ke dalam setiap hal yang dikerjakannya. Bahkan lebih dari itu, Gita akhirnya memutuskan untuk berhijab.

Baca juga: Kisah Muslimah yang Melepas Jilbabnya

Keputusan untuk berpindah agama dan memulai berhijab tentu saja bukan hal yang mudah. Dibutuhkan renungan panjang dan keyakinan yang dalam untuk menghadapinya. Bahkan Nabi Ibrahim As pun menjalani renungan yang panjang untuk mengetahui Allah Swt.

Setelah memutuskan beriman bukan berarti segala permasalahan akan selesai. Berbagai ujian baru akan muncul berdatangan. Ujian itulah yang akan menentukan tingkat keyakinan dan keistiqomahan seorang hamba pada Allah Swt.

Perjalanan hidup manusia untuk menemukan tuhannya tentu saja berbeda-beda. Ada yang telah memeluk Islam sejak kecil, ada yang saat remaja, atau bahkan ketika memasuki usia senja.

Ada yang memeluk Islam karena faktor keluarga dan lingkungan, ada pula yang memutuskannya berdasarkan pencarian yang begitu lama. Ada yang telah mantap dengan agamanya dari usia dini, ada pula yang tidak merasakan itu bahkan hingga menutup usia.

Pada kenyataannya, memang masih banyak orang beragama yang tidak tahu apa tujuannya beragama. Berapa banyak manusia yang disibukkan perkara duniawi untuk mencapai kebahagiaan. Namun setinggi apapun pencapaian yang telah diraih manusia, itu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan spiritual mereka.