Tagar #UninstallBukalapak yang terus menggema akibat cuitan Achmad Zakky, Founder dan CEO Bukalapak, perihal ‘presiden baru’. Padahal, ia sebenarnya berbicara terkait riset dan development Indonesia yang rendah dibandingkan negara-negara lain. Dan, efeknya, Zakky pun dirisak karena kata ‘baru’ dianggap adalah representasi politik dari Prabowo.
Sebenarnya, gerakan #UninstallBukalapak yang sejak semalam trending di linimasa twitter dan merembet ke pelbagai platform ini bukanlah hal baru dalam kancah perpolitikan. Urusan dukung-dukung mendukung dan boikot produk karena pemiliknya pendukung salah satu satu paslon dalam kontestasi pilpres juga pernah dialami Paytren, aplikasi miliki Ustadz Yusuf Mansyur.
Ustadz Yusuf Mansyur yang dianggap dekat dengan Jokowi dan diduga bakal mendukungnya dirisak juga. Entah apa yang dipikirkan orang-orang ini dengan mengaitkan Paytren dengan pilihan politik Ustadz–meskipun waktu itu masih belum jelas.
Belakangan, Ustadz Yusuf Mansyur pun menjelaskan kepada publik di pelbagai kesempatan, ia tidak memihak Prabowo maupun Jokowi. Malah dalam sebuah kesempatan, ia justru mendoakan keduanya.
“Saya mendoakan Jokowi dan mendoakan Prabowo. Saya shalat untuk Indonesia, karena saya yakin 4 orang ini orang terbaik yang harus didoakan,” tuturnya.
Tiba-tiba saya teringat Max Weber (1972) yang membedakan perkara rasionalitas pilihan bagi manusia. Ada dua pijakan, rasionalitas nilai (value-rational) dan rasionalitas tujuan (goalrational). Yang pertama merupakan orientasi aksi berdasarkan nilai. Nilai itu bisa bermakna banyak hal, bisa jadi perkara moralitas, ekonomi, etika, kesukaan individu-kelompok bahkan agama.
Sedangkan yang kedua urusannya adalah tujuan (goal). Tujuan ini adalah hasil dari sebuah pilihan dan hal ini bisa dimaknai macam-macam. Hasil akhir atas pilihan ini bisa jadi individu maupun kelompok, baik secara ekonomi, politik maupun hal-hal lainnya. Pilihan ini didasarkan pada pilihan yang masuk akal, bukan irasionalitas dan lebih mengedepankan ego atau emosi belaka. Misalnya, ia memilih suatu produk A karena ia dapat keuntungan B atau sejenisnya.
Lalu, bagaimana dengan gerakan #UninstallBukalapak maupun tagar #DukungBukalapak sebagai balasannya?
Entah Anda sepakat atau tidak, saya merasa bahwa keduanya sama-sama belaka. Tidak mengedepankan rasionalitas dan cenderung hanya ego. Zakky hanya salah cuit belaka dan tidak perlu dibesar-besarkan. Makna ‘Presiden Baru’ pun bisa kita tafsirkan dengan kelak, di era ‘Presiden Terpilih’ nanti, riset dan semacamnya harus digiatkan guna menopang kehidupan ekonomi dan era digital yang begitu menantang, seperti klarifikasi Zakky.
Duhai, kenapa semuanya harus dikaitkan dengan politik sih? Inilah bentuk irasionalitas yang membentuk kita dan Pilpres kian menebalkannya. Menjadikan gerakan #UninstallBukalapak dan #DukungBukalapak menjadi trending dan ikut-ikutan mendukungnya tidak akan menjadikanmu tampak lebih pintar atau lebih bijak kok dari lawan-lawanmu, apalagi urusannya jadi politik seperti ini. Malah, yang ada, akan menjadikan kalian bahan tertawaan belaka, menambah perbendaharaan kosakata selain Cebong, Kampret dan sejenisnya.
https://twitter.com/shitlicious/status/1096093739691302912
Saya sepakat dengan Alit. Apakah kamu juga begitu?