Gerakan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Peradaban Islam

Gerakan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Peradaban Islam

Gerakan pengetahuan islam ternyata adalah hasil kolaborasi banyak pihak yang melahirkan peradaban islam

Gerakan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah Peradaban Islam

Peradaban Islam ini unik ini sebab bukan hanya produk kreativitas ilmuwan Muslim, tetapi juga hasil dari kontribusi ulama Musyrikin, Nasrani, Yahudi, dan Shabiah (ishamat ulama ghayri mualimin min musyrikin wa nashara wal yahudi wa shabiin). Umat Muslim pada generasi awal dikenal dengan umiyyah, yakni umat buta huruf. Mereka kemudian belajar menulis dan membaca dr orang-orang pintar kaum musyrikin yg tertangkap sebagai tawanan perang.

Para tawanan perang akan dibebaskan jika sudi mengajari umat Islam menulis dan membaca. Itulah strategi pendidikan yang digagas oleh Nabi Muhammad, sebuah konsep pendidikan inklusif dimana umat Islam boleh belajar bahkan dari kaum musyrikin.

Di era yang lain, saat Khalifah Harun al-Rasyid membangun Baitul Hikmah, ia menunjuk Yohana bin Masawayh dan Hunain bin Ishak sebagai penerjemah kitab-kitab Yunani. Keduanya mendapat julukan Syaikh Atiba’ Nashara, ahli kedokteran Nashrani, yg memiliki kontribusi besar bagi pengembangan keilmuan empirik di bidang medis.

Ada pula ulama Nashrani kenamaan, yakni Abi bin Rabbin dan Tsabit bin Qurrah al-Harani. Konon, Abu Bakar al-Razi–seorang ulama Muslim ternama–belajar dari mereka ttg ilmu kedokteran, arsitektur, matematika, astronomi, dll. Bayangkan, seorang ulama Tafsir al-Quran dgn hati dan pikiran terbuka sudi menimba ilmi dari ilmuan Nashrani.

Ulama Yahudi juga ada yang memberi kontribusi pada pengembangan keilmuan dlm peradaban Islam, antara lain adalah Musa bin Maimun (Maemonides), Samoel bin Yahudza, dan Sahl bin Basyar bin Habib bin Hani’. Mereka memberi sumbangsih dlm bidang kedokteran dan astronomi, bahkan Maimonides dipercaya menjadi dokter pribadi khalifah pada masanya.

Tidak hanya Nashrani dan Yahudi.

Ada juga ulama dari agama Shabiah (zoroastrianism) bernama Ibnu Jabir Al-Batani. Menurut para sejarawan Muslim, al-Batani merupakan pakar astronomi dan peletak pertama ilmu sistem mekanik dlm kebudayaan Islam.

Tidak hanya di bidang ilmu empirik dan filsafat, kontribusi ulama non Muslim juga besar di bidang sastra Arab, antara lain Abu Husayn Hilal bin al-Shabi, Ibrahim bin Sanan, Said bin Ibrahim al-Tustari, Ali bin Nashr al-Nashrani dan lain-lain.

Mereka semua adalah pakar sastra Arab non Muslim yang menyumbangkan ide-idenya untuk mengembangkan bahasa Arab dan peradaban Islam. Sebaliknya, para ilmuan Nashrani, Yahudi, dan Shabiah secara terbuka berguru pada ulama Muslimin di berbagai bidang.

Salah satunya, Roger Bacon belajar sistem pesawat dari Ibnu Firnas, ulama Muslim penemu sistem pesawat dari Spanyol pada tahun 800-an.

Dari fakta itu, kita dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah agama keilmuan.

Umat Muslim boleh mengajar non Muslim dan boleh belajar dari non Muslim. Konon, sahabat Ali bin Abi Thalib RA, pernah menyatakan bahwa ilmu/kebijaksanaan adalah harta kaum Muslimin yang hilang, bisa diambil dar mana saja jika ditemukan.

Islam memberi kebebasan berpikir kepada para ilmuan, baik Muslim maupun non Muslim. Saat peradaban Barat berada dalam era kegelapan (dark ages) dimana Galileo dieksekusi akibat penemuan ilmiahnya, peradaban Islam berada di era keemasan (‘ashr al-izdihar/ashr al-dzahabi) di mana ulama Muslim-Nashrani-Yahudi bekerjasama memajukan keilmuan.

Jadi, itulah sejarah singkat dan tampaknya kolaborasi menjadi kunci peradaban islam.