Gaya Baru Milenial dalam Beragama: Ringan, Menyenangkan dan Virtual Reality

Gaya Baru Milenial dalam Beragama: Ringan, Menyenangkan dan Virtual Reality

Menyimak gaya baru beragama, dengan memakai virtual reality dalam sebuah buku untuk beragama bagi milenial

Gaya Baru Milenial dalam Beragama: Ringan, Menyenangkan dan Virtual Reality
Buku baru yang terbit ini bertajuk Meyakini dan Menghargai diterbitkan oleh PPIM bekerja sama dengan Expose. Selain itu, ada virtual reality yang bisa digunakan dan cocok untuk anak muda.

Ada harapan besar ketika Menteri Agama meluncurkan buku serial literasi agama untuk remaja, yang berjudul Meyakini Menghargai dan Merayakan Keragaman. Pengenalan berbagai agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia kepada generasi muda bisa mengurangi prasangka dan kecurigaan. Setelah memahami keragaman, perlu menelaah berbagai persamaan yang menyatukan perbedaan-perbedaan ke dalam masyarakat harmonis.    

“Saya merasa bahwa penerbitan dua buku ini dari sisi waktu sangat tepat. Karena kita sangat kekurangan bahan bacaan yang bisa menjelaskan dan melahirkan kesadaran agamis untuk sampai kepada pemahaman bahwa keragaman ini adalah kehendak-Nya,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam peluncuran buku yang diterbitkan oleh Expose, UNDP, dan PPIM UIN Syarif Hidayatullah di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin 28/1/2019.

Lebih lanjut Menteri Agama mengatakan, menghormati umat agama lain tidak melunturkan keimanan seseorang. Justru dengan menunjukkan sikap saling menghargai adalah wujud praktik agama yang mengedepankan kebaikan masyarakat.

Bagi Lukman, “meskipun buku ini dikhususkan untuk remaja, ia menganggap buku ini juga sangat penting untuk orang dewasa, sehingga dapat menciptakan insan-insan yang berjiwa toleran dan menghargai keragaman.

Sentuhan Virtual Reality pada Buku

Dalam sambutannya, Prof. Jamhari, Dewan Pengarah PPIM menyebutkan, “Buku ini terbit karena ada kecenderungan yang mengkuatirkan di mana remaja saat ini gampang terpapar paham radikalisme.” Hal ini semakin membahayakan bagi kehidupan beragama Indonesia yang sejak dulu sudah toleran dan menjunjung nilai-nilai keragaman. Untuk menjawab kegelisahan itu, PPIM dan UNDP membuat Program Convey (Countering Violent Extremisme in Youth). Dan untuk penulisan dan penerbitan buku, menggandeng Penerbit Expose (Mizan Group).

Melalui kedua buku popular ini, setidaknya Convey ingin menanamkan “pohon keragaman” untuk Generasi Y, atau generasi milenial. Generasi tipikal ini biasanya sangat friendly dengan gadget. Oleh karena itu, buku ini memanfaatkan gadget untuk menarik perhatian anak muda. Buku ini dilengkapi dengan aplikasi virtual reality, dengan nama VR UID 360. Aplikasi ini berisi enam rumah ibadah agama-agama di Indonesia yang bisa diunduh di Google Playstore secara gratis. Ketika menggunakan aplikasi ini, Anda dapat menonton foto dan video 360 derajat untuk mendapatkan pengalaman tiga dimensi yang mendalam. Terlebih lagi ketika Anda mengenakan kacamata VR-nya, Anda serasa berada di dalam rumah ibadah tertentu yang Anda pilih.

Pada saat Launching Buku ini, Menteri Agama Lukman tak ingin melewatkan sensasi pengalaman menikmati aplikasi UID 360 ini dengan mengenakan kacamata VR-nya. “Benar, saya bisa melihat seluruh isi ruangan rumah ibadah secara 360,” ucapnya dengan senang.

Ringan, Popular, dan Colorful

Secara keseluruhan, kemasan buku ini sengaja dibikin ringan, popular, menarik dan mudah dimengerti. Penyajiannya bersifat kasual  dengan mengadopsi konsep Wiki How, sehingga terasa ringan dan langsung ke esensi bahasannya. Uniknya lagi, buku ini memakai pendekatan narator dengan “melibatkan” karakter setiap pemeluk agama, sehingga pembaca serasa bertemu langsung dengan tokoh remaja dari masing-masing penganut agama. Misalnya, tercermin pada kalimat “Halo namaku Zahra Aini, Aku Fransiskus, Aku Ida Ayu… Kami semua berbeda-beda, tetapi tidak pernah membeda-bedakan. Sebab, kami semua adalah Bangsa Indonesia…” Kedua buku ini sangat colorful, karena dihiasi dengan foto, ilustrasi, dan infografis yang warna-warni tapi tetap nyaman di mata dan mengundang selera Anda untuk membacanya.

 

Simfoni Keragaman Indonesia

Ketika membaca kedua buku  ini, kita akan menemukan keajaiban dari kemajemukan Indonesia pada halaman-halaman awal buku Meyakini Menghargai. Kita disajikan banyak fakta yang semuanya menyimpulkan betapa ajaibnya Indonesia. Bayangkan, Eropa merupakan daratan, tetapi mereka “terpecah” menjadi 50 negara. Di belahan lain, mereka hidup di satu daratan yang luas, dengan satu bahasa, satu agama, tapi terus bertikai dan berperang sampai hari ini. Timur Tengah salah satu contohnya. Menariknya, dibandingkan Eropa dan Timur Tengah, kemajemukan Indonesia lebih kompleks, tetapi negeri ini tetap bertahan dan nyaris tidak ada ancaman disintegrasi yang serius.

Artinya keragaman atau kemajemukan itu bukan pemecah, malahan pemersatu. Ibarat orkestra, kemajemukan itu menciptakan simfoni yang indah, yang bisa dinikmati kemerduannya bersama-sama. Itulah message besar yang hendak disampaikan kedua buku yang dikemas secara menarik dan popular ini.

 

Buku ini merupakan oase bagi semua pemeluk agama: satu buku untuk semua agama. Seorang pemeluk agama tidak hanya mengetahui agamanya saja, tapi juga dapat mengetahui agama dan aliran kepercayaan lain. Hanya dengan mengetahui agama lain akan muncul rasa empati dan saling menghargai. Harapan kami akan tercapai cita-cita #MeyakiniMenghargai dalam Keragaman Indonesia.

Ada harapan besar ketika Menteri Agama meluncurkan buku serial literasi agama untuk remaja, yang berjudul Meyakini Menghargai dan Merayakan Keragaman. Pengenalan berbagai agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia kepada generasi muda bisa mengurangi prasangka dan kecurigaan. Setelah memahami keragaman, perlu menelaah berbagai persamaan yang menyatukan perbedaan-perbedaan ke dalam masyarakat harmonis.    

“Saya merasa bahwa penerbitan dua buku ini dari sisi waktu sangat tepat. Karena kita sangat kekurangan bahan bacaan yang bisa menjelaskan dan melahirkan kesadaran agamis untuk sampai kepada pemahaman bahwa keragaman ini adalah kehendak-Nya,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam peluncuran buku yang diterbitkan oleh Expose, UNDP, dan PPIM UIN Syarif Hidayatullah di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin 28/1/2019.

Lebih lanjut Menteri Agama mengatakan, menghormati umat agama lain tidak melunturkan keimanan seseorang. Justru dengan menunjukkan sikap saling menghargai adalah wujud praktik agama yang mengedepankan kebaikan masyarakat.

Bagi Lukman, “meskipun buku ini dikhususkan untuk remaja, ia menganggap buku ini juga sangat penting untuk orang dewasa, sehingga dapat menciptakan insan-insan yang berjiwa toleran dan menghargai keragaman.

Sentuhan Virtual Reality pada Buku

Dalam sambutannya, Prof. Jamhari, Dewan Pengarah PPIM menyebutkan, “buku ini terbit karena ada kecenderungan yang mengkuatirkan dimana remaja saat ini gampang terpapar paham radikalisme.” Hal ini semakin membahayakan bagi kehidupan beragama Indonesia yang sejak dulu sudah toleran dan menjunjung nilai-nilai keragaman. Untuk menjawab kegelisahan itu, PPIM dan UNDP membuat Program Convey (Countering Violent Extremisme in Youth). Dan untuk penulisan dan penerbitan buku, menggandeng Penerbit Expose (Mizan Group).

 

Melalui kedua buku popular ini, setidaknya Convey ingin menanamkan “pohon keragaman” untuk Generasi Y, atau generasi milenial. Generasi tipikal ini biasanya sangat friendly dengan gadget. Oleh karena itu, buku ini memanfaatkan gadget untuk menarik perhatian anak muda. Buku ini dilengkapi dengan aplikasi virtual reality, dengan nama VR UID 360. Aplikasi ini berisi enam rumah ibadah agama-agama di Indonesia yang bisa diunduh di Google Playstore secara gratis. Ketika menggunakan aplikasi ini, Anda dapat menonton foto dan video 360 derajat untuk mendapatkan pengalaman tiga dimensi yang mendalam. Terlebih lagi ketika Anda mengenakan kacamata VR-nya, Anda serasa berada di dalam rumah ibadah tertentu yang Anda pilih.

Pada saat Launching Buku ini, Menteri Agama Lukman tak ingin melewatkan sensasi pengalaman menikmati aplikasi UID 360 ini dengan mengenakan kacamata VR-nya. “Benar, saya bisa melihat seluruh isi ruangan rumah ibadah secara 360,” ucapnya dengan senang.

 

 

Ringan, Popular, dan Colorful

Secara keseluruhan, kemasan buku ini sengaja dibikin ringan, popular, menarik dan mudah dimengerti. Penyajiannya bersifat kasual  dengan mengadopsi konsep Wiki How, sehingga terasa ringan dan langsung ke esensi bahasannya. Uniknya lagi, buku ini memakai pendekatan narator dengan “melibatkan” karakter setiap pemeluk agama, sehingga pembaca serasa bertemu langsung dengan tokoh remaja dari masing-masing penganut agama. Misalnya, tercermin pada kalimat “Halo namaku Zahra Aini, Aku Fransiskus, Aku Ida Ayu… Kami semua berbeda-beda, tetapi tidak pernah membeda-bedakan. Sebab, kami semua adalah Bangsa Indonesia…” Kedua buku ini sangat colorful, karena dihiasi dengan foto, ilustrasi, dan infografis yang warna-warni tapi tetap nyaman di mata dan mengundang selera Anda untuk membacanya.

Simfoni Keragaman Indonesia

Ketika membaca kedua buku  ini, kita akan menemukan keajaiban dari kemajemukan Indonesia pada halaman-halaman awal buku Meyakini Menghargai. Kita disajikan banyak fakta yang semuanya menyimpulkan betapa ajaibnya Indonesia. Bayangkan, Eropa merupakan daratan, tetapi mereka “terpecah” menjadi 50 negara. Di belahan lain, mereka hidup di satu daratan yang luas, dengan satu bahasa, satu agama, tapi terus bertikai dan berperang sampai hari ini. Timur Tengah salah satu contohnya. Menariknya, dibandingkan Eropa dan Timur Tengah, kemajemukan Indonesia lebih kompleks, tetapi negeri ini tetap bertahan dan nyaris tidak ada ancaman disintegrasi yang serius.

Artinya keragaman atau kemajemukan itu bukan pemecah, malahan pemersatu. Ibarat orkestra, kemajemukan itu menciptakan simfoni yang indah, yang bisa dinikmati kemerduannya bersama-sama. Itulah message besar yang hendak disampaikan kedua buku yang dikemas secara menarik dan popular ini.

Buku ini merupakan oase bagi semua pemeluk agama: satu buku untuk semua agama. Seorang pemeluk agama tidak hanya mengetahui agamanya saja, tapi juga dapat mengetahui agama dan aliran kepercayaan lain. Hanya dengan mengetahui agama lain akan muncul rasa empati dan saling menghargai. Harapan kami akan tercapai cita-cita #MeyakiniMenghargai dalam Keragaman Indonesia. (DP)