Jenderal Gatot Nurmantyo belakangan justru menghilang dari area politik tanah air. Padahal, beberapa bulan lalu sosoknya begitu ramai diperbincangkan sebagai salah satu alternatif tokoh politik. Tidak tanggung-tanggung, ia digadang-gadang bakal masuk sebagai salah satu alternatif capres–atau paling tidak cawapres dalam hajatan pilpres 2019 mendatang.
Elektabilitas pensiunan jendral bintang empat ini memang begitu melambung tinggi, terutama pasca peristiwa politik aksi 212 dan 412 dengan Ahok sebagai pesakitan dan isu penista agama yang disematkan terhadapnya. Plus, sosok kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini begitu sering ‘nongol’ di media, khususnya TV dengan pelbagai tema dan terkadang bukan spesialisasi Gatot sebagai militer. Tapi, bukankah TV memang begitu?
Efek kerap berbicara di media dan selalu menjadi sorotan utama inilah yang mengerek popularitas Gatot Nurmantyo. Ia pun seperti bermanuver ke pelbagai kubu, tokoh dan kelompok politik, khususnya menjelang dan pasca penetapan Pilpres 2019 mendatang, baik di kubu Jokowi sebagai petahana maupun sang penantang Prabowo.
Belakangan, ia dianggap kian mendekat ke ke kubu Prabowo karena dianggap punya kesamaan militer, plus ada Djoko Santoso, pensiunan jenderal yang jadi tim pemenangan Prabowo. Bahkan, sudah terbentuk relawan-relawan Gator Nurmantyo di pelbagai daerah dan Anda bisa dengan mudah menjumpai poster maupun baliho yang mendukung dirinya untuk maju sebagai salah satu calon pemimpin. Atau, tentang pelbagai kontroversi dan ucapannya tentang PKI–Halo, apakah Anda percaya hal ini nyata?
Gatot Nurmantyo secara karir militer menanjak setelah diangkat SBY menjadi kepala staf TNI dan meroket saat diajukan Jokowi menjadi panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko sejak 8 Juli 2015. Hingga, di suatu titik ia dianggap sebagai representasi islam, seorang jenderal yang gagah berani memperjuangkan islam di tengah rezim yang katanya menyudutkan islam.
Tentu saja kita tidak akan lupa peristiwa politik yang menyeret umat islam sebagai pusaran di dalamnya, baik secara aksi politik berupa demo dengan ratusan ribu orang di Monas dan kita mengenalnya dengan gerakan 411 dan 212, maupun elektoral dengan menginspirasi kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno atas Ahok, petahana sekaligus dianggap sang penista agama.
Nah, dalam peristiwa ini, Anda tentu tidak lupa bagaimana Sosok Jenderal Gatot terdepan dan begitu heroik, lengkap dengan ikat kepalanya, justru ikut bersama para aksi ini. Alasannya bisa macam-macam, mulai dari tugasnya sebagai pimpinan TNI yang mengamankan perpolitikan hingga katanya, secara pribadi sebagai umat islam yang terpanggil karena agamanya dinista oleh Ahok.
Waktu bergulir dan ia pun menjelma sebagai sosok yang terus menerus dielukan sebagai jenderal pelindung islam. Bahkan, dalam rentang itu, ia kerap dianggap sebagai Khalid bin Walid dari umat islam dalam aksi politik melawan Ahok dan rezim. Anda bisa dengan mudah menemukan hal ini terucap di obrolan-obrolan maupun postingan media sosial saat masa itu.
Tentu saja hal ini cukup menggelikan, apalagi menyeret Khalid maupun jenderal-jenderal lain dalam islam dan dinisbahkan dengan sosok jenderal Gatot Nurmantyo. Dan, ternyata, penisbahan itu terus terjadi hingga masa penetapan Capres dan tidak terpilih di dua kubu hingga saat ini.
“Jika para elite politik partai Islam melaksanakan ajaran agama, Indonesia saya yakin makin kuat,” kata Gatot kepada wartawan di Masjid Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Jumat, 4 Mei 2018.
Yak, Gatot adalah representasi islam atau paling tidak, ia menganggap begitu. Hasil beberapa survei juga survei menyebutkan elektabilitas Gatot juga lumayan, Alvara Research Center misalnya, menyatakan Gatot memiliki elektabilitas 1,4 persen. Dan, seiring perkembangan belakangan ini, pastinya ia turun.
Dalam tabligh akbar beberapa hari lalu, dalam gelaran Majelis Rasulullah, Gatot pun hadir dan ia, sekali lagi, dinisbahkan dengan gelar jenderal umat islam. Hal itu diutarakan oleh Ustadz Nabiel Musawa tatkala memperkenalkan tamu-tamu yang hadir di pengajian itu.
“Kemudian berikutnya juga kita hadir bersama Majelis Rasulullah hari ini sahabat kita juga, sahabat Majelis Rasulullah, yaitu Bapak Jenderal Gatot Nurmantyo. Saya tidak sebutkan beliau Jenderal Purnawirawan, ya, karena beliau masih ‘jenderalnya umat Islam’,” tuturnya.
Agak janggal memang, tapi begitulah faktanya. Gatot terus dielu-elukan dan dianggap jenderal ‘umat islam’ meskipun kita juga belum tahu langkah ia selanjutnya secara elektoral. Fakta lain lagi, belakangan, memang ia bak hilang ditelan bumi dan seperti ingin di tengah dalam percaturan politik. Apalagi ia memang mengatakan ‘belum ingin’ dan memilih hanya di bilik suara saja.
Sikap politik ini dalam satu sisi memang baik, karena ia seperti mengerem syahwat politik yang dianggap lekat dengannya dan terus meninggi tatkala ia jadi jenderal dan tidak hilang meskipun ia sudah jadi purnawirawan. Tapi di sisi lain, ia seperti menyimpan bara kekuatan yang dahsyat, ditambah kekuatan relawan yang mulai terbangun dan siap kapan saja untuk bergerak.
Kita tunggu saja manuver berikutnya dari sang ‘jenderal umat islam ini’ meskipun sebagai muslim kita patut bertanya, apa benar ia mewakili umat islam atau hanya sekadar mewakili syahwat politik dan dirinya sendiri belaka? Ah, Anda sudah pasti bisa menebaknya.