21 September adalah Hari Perdamaian Dunia dan kali ini memasuki tahun ke-70 sejak dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1948 lalu. Tema yang diangkat tahun ini adalah The Right to Peace (Hak untuk Mengalami Damai). Damai memang menjadi hak bagi semua orang, tetapi itu tidak cukup. Damai juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi semua orang untuk diwujudkan.
Salah satu aspek utama dalam kedamaian adalah cinta kasih. Dalam tulisan kali ini, saya akan menguraikan bagaimana agama saya (Kristen Katolik) memandang cinta kasih, entah kepada sesama, alam semesta, hingga akhirnya memuncak kepada Tuhan.
Ada dua perintah utama bagi orang beriman Kristiani. Perintah utama adalah mencintai Tuhan dengan segenap jiwa, akal budi, dan kekuatan. Namun di samping itu, perintah lain yang sama bobot dan pentingnya adalah mencintai sesama manusia layaknya mencintai diri sendiri. “Hukum” tersebut disampaikan Yesus Kristus dalam keempat Injil (menurut Matius, Markus, Lukas, Yohanes).
Makna dari perintah jelas. Orang yang beriman Kristen sudah semestinya mencintai Tuhannya sebagai Pencipta, Pelindung, dan Pemilik segalanya, termasuk seluruh hidupnya. Namun, masalahnya, Tuhan sendiri tidak dapat dilihat, diraba, diindera secara langsung. Padahal yang namanya cinta harus diwujudkan secara nyata, bukan? Lantas, bagaimana dapat mewujudkan cinta secara nyata kepada-Nya yang dilihat saja tidak bisa?
Caranya adalah mencintai sesama manusia. Sebagai sesama ciptaan Tuhan, manusia wajib mencintai manusia lainnya demi cintanya kepada Tuhan. Kalau pada perintah pertama, manusia diwajibkan untuk mencintai Tuhan dengan segala daya yang ada padanya, maka demikian pulalah semestinya ia mencintai sesamanya: ALL OUT!
Lalu apa artinya orang Kristen diperintahkan Tuhan mencintai sesama seperti ia mencintai dirinya sendiri? Seburuk-buruknya orang mencintai, pastilah dia mencintai dirinya. Sebab kalau tidak, pasti ia sudah mengakhiri hidupnya. Begitulah semestinya mencintai sesama. Dalam situasi apapun, cinta pada sesama tidak dapat ditawar-tawar. Intinya, perintah mencintai sesama tidak pernah dapat diletakkan di bawah perintah apapun di muka bumi ini.
Kita akan lebih bisa memahami ajaran tersebut dengan melihat contoh nyata bagaimana seorang Kristen menghayati cinta kasih dalam hidupnya. Romo Y.B. Mangunwijaya atau biasa dikenal sebagai Romo Mangun adalah seorang pastor (ulama agama Kristen Katolik) yang mengabdikan hidupnya bagi pelayanan pada orang kecil. Kedekatannya pada orang yang terpinggirkan (marjinal) paling kentara ketika mendampingi warga Kedungombo, Gunung Kidul, dan Kali Code.
Warga Kedung Ombo, Jawa Tengah dibelanya melawan pemerintah Orde Baru yang menggusur mereka secara semena-mena. Alasannya, wilayah tempat tinggal mereka tersebut akan dijadikan waduk sebagaimana kita kenal sekarang sebagai Waduk Kedung Ombo. Romo Mangun tak segan ikut terjun langsung ke tengah warga di lokasi pengungsian untuk menyalurkan bantuan logistik. Ia juga memberikan edukasi hukum supaya mereka mampu melawan. Karena menjalankan aktivitas sosial tersebut, ia sempat dikejar-kejar aparat dengan tuduhan subversi.
Sementara, di pemukiman kumuh di pinggiran Kali Code, Yogyakarta, Romo Mangun yang juga seorang arsitek lulusan Jerman itu, membangun rumah-rumah yang layak huni sekaligus indah bagi warga setempat. Rumah-rumah di sana dibangun dua lantai untuk mengantisipasi banjir ketika air sungai meluap. Hingga kini, hasil karyanya masih berdiri kokoh dan dapat dinikmati siapapun yang melintasi Jembatan Gondolayu.
Apa yang dilakukan Romo Mangun adalah contoh nyata bagaimana mencintai sesama menjadi yang utama dalam hidupnya sebagai orang beriman. Sebagai pastor yang tugas utamanya memimpin umat dalam beribadah, ia merasa tidak cukup. Ia melengkapi perannya dengan bertindak langsung meringankan penderitaan orang-orang kecil dan terpinggir yang ada di sekitarnya, tanpa memandang agama atau kepercayaannya. Puncaknya, ia menghembuskan nafas terakhirnya karena serangan jantung ketika sedang berceramah mengenai pendidikan dalam sebuah seminar di Jakarta.
Saya yakin apa yang diajarkan oleh iman Kristen mengenai cinta kasih juga ada dalam agama-agama lain. Sejauh masih beriman pada Tuhan, perintah untuk mengasihi sesama tentu saja diajarkan. Sebut saja salah satu ajaran Buddha yang menyatakan,“Pancarkanlah cinta yang tanpa batas ke seluruh penjuru dunia, tanpa kebencian, tanpa kejahatan.”
Saya pun 100% percaya, Islam mengajarkan cinta kasih. Tentu saja kita tidak lupa sosok Gus Dur yang memerjuangkan minoritas dan mereka yang kehilangan haknya. “Tidak penting agama atau sukumu, kalau kamu melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya agamamu apa,” kata Gus Dur.
Ya, agama-agama mengajarkan kasih sayang kepada manusia. Tapi, memang manusia kerap menisbikannya. Satu hal yang ingin saya ketahui, bagaimana cinta itu diwujudkan dalam perbuatan nyata sehingga kedamaian tercipta di mana-mana?
Saya belum bisa menjawab pasti. Satu hal yang pasti, tugas kita adalah merawat dan terus melestarikan perdamain sebab itu prinsip hidup bersama antar manusia, apa pun agamanya. Itu saja.
Selamat Hari Perdamaian Dunia…