Flower Wathering dan Kebencian di Depan Mata

Flower Wathering dan Kebencian di Depan Mata

Flower Wathering dan Kebencian di Depan Mata
Sunset over mosque minaret in Cairo Egypt

Suatu ketika, dalam sebuah retreat yang dibimbing seorang Bikkhu, seorang anak muda menghampiri Bikkhu dan berkeluh-kesah :

“Bhante, di rumah saya seperti neraka, setiap hari ibu saya marah-marah, selalu marah-marah, seolah-olah apapun yang saya lakukan selalu salah, nggak ada benarnya, apa yang harus saya lakukan, Bhante?”

Si Bikkhu mendengar keluh-kesah si anak muda itu dengan tenang dan sejurus kemudian memberi jawaban :

“Pegang tangan ibumu, tatap matanya dan kemudian ucapkan :’terimaksih ibu telah menjadi ibu yang baik, aku mencintaimu'”

Si anak muda terdiam mengangguk-angguk. Seminggu kemudian, si anak muda itu datang lagi ke Bikkhu : “Bhante, nggak bisa itu, ibu saya pemarah…!”

“Apa sudah kau lakukan?” Jawab si Bikkhu.

“Belum, Bhante” Jawab anak itu.

Seminggu kemudian, si anak muda itu datang lagi menghadap Bikkhu dan berkata : “Bhante, nggak mungkin bisa, ibu saya pemarah”.

Si Bikkhu memberi jawaban yang sama :”apakah sudah kamu lakukan?”

“Belum, Bhante” Jawab anak muda itu.

Dan, seminggu kemudian, si anak muda itu datang lagi, kali ini membawa sebuah cerita haru : “Bhante, saya ikuti nasehat Bhante, saat ibu saya duduk istirahat, saya hampiri ibu saya, saya duduk di sampingnya, saya pegang tangannya, saya tatap mata ibu saya, saya bilang ke ibu :”terimakasih ibu untuk semuanya, ibu sangat baik, saya mencintai ibu”

Si Bikkhu menjawab :”bagaimana respon ibumu?”

Anak muda itu menjawab :”ibu menangis, saya dipeluk, ibu minta maaf selalu marah-marah karena merasa capek menjalani rutinitas”

Si Bikkhu pun tersenyum.

Kisah di atas, dituturkan oleh seorang Guru Mindfulness, Muhammad Zaim yang memberi pesan tentang maha-pentingnya memberi apresiasi positif terhadap orang-orang di sekitar kita, terutama orang-orang yang mempunyai kedekatan personal.

Setiap manusia mempunyai hal-hal baik dalam dirinya yang diibaratkan sebagai bunga, jika bunga itu disiram secara proporsional niscaya bertumbuh dan mekar nan indah. Inilah yang disebut flower watering.

Kebanyakan dari kita, termasuk saya, sangat pelit memberi apresiasi positif secara tulus terhadap orang-orang di sekitar kita. Kata-kata mendikte, menyuruh, mengkritik, atau menuntut lebih banyak kita hamburkan kepada orang lain daripada menyiraminya dengan apresiasi positif, ucapan terimakasih, atau permohonan maaf.

Kegagapan kita memberi apresiasi semakin tajam tatkala diperjumpakan dengan orang yang kita benci, atau orang yang beda afiliasi politik. Hamburan kata kutukan lebih banyak menjadi ujaran ketimbang ucapan respek dan rasa hormat.

Kebencian menutup mata kita dari melihat bunga yang ada dalam diri seseorang yang kita benci.

*********”**

Saya punya kolega seorang pengusaha sukses, punya banyak lini usaha. Dia punya kebiasaan unik, setiap bertemu orang yang dia kenal di jalan, ngobrol sejenak lalu menutup pembicaraan dengan jabat tangan sambil berucap :”terimakasih telah menjadi teman bicara”.

Sekali waktu, dia bercerita kepada saya bahwa melakukan itu sebagai rasa syukur. Apa jadinya jika kita hidup di dunia ini sendirian, tidak punya teman bicara? Kesepian yang menyedihkan. Kehadiran orang-orang yang Sudi mendengar kita adalah anugerah.

Sejumput ucapan terimakasih atas kehadiran atau kebaikan yang ada pada seseorang adalah sebentuk flower watering, menyirami bunga agar bunga itu memekar indah. Dan, orang yang bunganya kita sirami niscaya bertumbuh menjadi pribadi yang lebih memesona, menjauh dari depresi dan krisis diri.

*******

Flower watering menjadi jawaban atas dunia yang hari-hari ini mengalami krisis simpati dan empati, dunia yang mengalami kemarau cinta. Dunia yang penuh tuntutan, kutukan dan caci. Untuk itu, adalah penting, menjadi pewarta kebaijkan dengan menyirami bunga yang ada pada orang-orang di sekitar kita.

Dan, untuk menjadi penyiram bunga yang baik, taman bunga dalam diri kita juga perlu dirawat dan disirami.

Haris El Mahdi
FB@Haris El Mahdi