Teror dan tindak kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada pekan ini kembali memakan korban. Hari ini Indonesia kembali berduka. Serangan bom bunuh diri yang melanda Kampung Melayu Jakarta tadi malam kembali mengusik ketenangan warga. Sungguh tidak dapat dijangkau apa yang ada dalam benak pikiran mereka para pelaku tindak kekerasan dan teror ini. Keyakinan akan jaminan surga menjemput bidadari dalam aksi yang mereka sebut sebagai jihad dalam literatur manapun tidak dapat dibenarkan. Merenggut nyawa terlebih korban teror yang tidak bersalah menunjukkan kedangkalan pemahaman kaum jihadis ini.
Mereka membaca al-Qur’an namun pesan moral kandungannya tidak sampai kepada hati nurani mereka. Sebagaimana dijelaskan dai terkemuka, Habib Ali al-Jufri, beragama tanpa didasari rasa kemanusiaan hanya akan menjadikan pelakunya kehilangan jejak dan tersesat menuju jalan Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Bukankah dalam sebuah hadis Nabi bersabda, “Barang siapa yang tidak mengasihi, maka tidak akan diberi belas kasih”.
Rasulullah SAW pernah dalam sebuah sabdanya bercerita ihwal seorang perempuan yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing sampai mati. Ia mengurung kucing tersebut tanpa diberi makan dan tidak pula dilepaskan untuk mencari makan sendiri. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menebar kasih sayang. Dalam sabdanya, “Sesungguhnya salah seorang wanita pelacur melihat anjing yang kehausan, kemudian ia beri minum, lantas diampuni dosanya”.
Habib Ali al-Jufri juga menegaskan bahwa aksi-aksi yang tidak manusiawi dengan dalih menjaga agama sesungguhnya merupakan pemahaman “Fir’aunisme” (fikrah Fir’auniyyah/pemikiran Fir’aun). Menurut Habib Ali al-Jufri, benih-beih paham fir’aunisme dijelaskan dalam sebuah ayat :
وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَن يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَن يُظْهِرَ فِي الأَرْضِ الْفَسَادَ
dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena Sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi”. (QS. Ghafir :26).
Kekejaman fir’aun yang berulang kali hendak membunuh Musa didasarkan atas dalihnya memperjuangkan agamanya. Tak ubahnya para pelaku teror, segala bentuk aksinya didasarkan atas kegelisahan mereka dengan dasar negara kita yang menurut mereka tak sesuai dengan ajaran Islam. Apa yang mereka sebut sebagai membela Islam justru yang sebenarnya adalah merusak dan membunuh Islam itu sendiri.
Andaipun apa yang mereka perjuangkan adalah kebenaran, tidak sepatutnya teror tersebut dilakukan. Terlebih dengan dalih atas nama agama. Mereka lupa atau bahkan tak pernah tahu bahwa salah satu syarat memperjuangkan kebenaran (amar makruf nahi munkar) sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Keresahan, gejolak publik, kecemasan rakyat terlebih mengalirkan darah sesama muslim jelas merupakan kemungkaran jauh lebih besar.
Semoga para korban mendapat limpahan Rahmat-Nya, keluarganya diberikan kesabaran dan ketabahan. Kepada seluruh aparat pemerintah, kami selalu bersama kalian berjuang melawan teroris yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Kami tidak takut kepada para teroris. Terorisme bukan ajaran agama manapun tak terkecuali agama Islam. Mari kita bersama-sama menyelematkan negeri ini dari faham fir’aunisme yang radikalis dan berbahaya ini.
*) Penulis adalah pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri