Sebenarnya, agak terkejut dengan film “Seni Memahami Kekasih” karena ada kisah-kisah haru di dalamnya. Anu, pada mulanya saya menduga film ini bakal bertebaran ledakan tawa atau dialog komedi tipis-tipis.
Salah satu adegan haru biru itu adalah adegan anak-anak bernama Nurcholis yang punya hubungan rumit dengan bapaknya.
Kok ya justru adegan-adegan itu yang bikin saya trenyuh di sepanjang film, dan bikin saya sadar bahwa jebul itu jurus rahasia yang tak terduga buat bapak-bapak tuwa di luar sana (rata-rata usia temen-temennya Agus) yang mau nonton film ini. Ini kayaknya strategi dari Mas Sutradara agar orang-orang yang sudah kenal Agus tetap mendapat “sesuatu” dari film ini.
Apalagi, segmen kisah Bapak-Anak itu bukan gimik atau selingan, tapi punya peran signifikan untuk cerita utama.
Selain itu, ada sensasi yang berbeda ketika nonton “Seni Memahami Kekasih” karena melihat beberapa karakter di dalamnya adalah orang-orang yang dikenal.
“Oh, ini pas acara Mojok yang itu.”
“Oh, ini waktu itu.”
Beberapa scene memang perlu dramatisasi, biar cocok dengan audiens penonton bioskop yang tidak semua relate dengan kultur Magelang-Jogja-Solo, meski ada pula yang dibiarkan natural seperti kejadian aslinya karena memang kicau kutilang Agus sudah lucu dari setelan pabriknya.
Hal tak terduga lainnya: film ini bukan dari perspektif Agus, tapi dari perspektif Kalis. Jadi meski judulnya Seni Memahami Kekasih, sepanjang film gambarannya adalah tentang Seni Dipahami Kekasih.
Filmnya dahsyat, kisahnya dekat, dan tidak ada dramatisasi berlebihan. Pas. Seperti porsi micin pada kuah bakso. Salut juga untuk para aktor-artis, yang sukses memerankan orang-orang yang riil adanya.
Terima kasih Agus, Kalis, Yusril, dan Mas “Siluman Sukun” Benny. Sudah diundang di premier film yang berlandaskan buku diary itu. Semoga film ini menempel ketat film Marvel.
Oh iya, film ini rilis masih besok 5 September 2024, di seluruh kota di Indonesia. Kecuali di Blora tapi ya.
Soalnya kata Agus, “Blora belum ada bioskopnya.”