Ferdian Palekka adalah Bukti Kebodohan & Pendidikan Gender Tidak Berjalan

Ferdian Palekka adalah Bukti Kebodohan & Pendidikan Gender Tidak Berjalan

ini 5 hal penting dari peristiwa Ferdian Palekka yang enggak manusiawi itu

Ferdian Palekka adalah Bukti Kebodohan & Pendidikan Gender Tidak Berjalan

Kita dibuat kesal dengan aksi dari youtuber Ferdian Paleka di Bandung. Ferdian membuat kesal kita semua dengan memberikan sembako yang berisi sampah kepada pada waria. Semua masyarakat pun bereaksi atas tindakan tersebut. Hingga pada akhirnya, orangtua Ferdian menyerahkan anaknya kepada polisi. Kita perlu merefleksi keadaan ini dan merenungkannya secara bersama. Apa saja refleksi tersebut?

  1. Budaya Patriarki

Budaya patriarki di masyarakat ternyata masih sangat kental. Terbukti dengan pemilihan ketua RT atau RW masih dipegang oleh laki-laki. Hal yang lebih luas adalah peraturan-peraturan negara yang ada masih belum bisa menerapkan pengarusutamaan gender. Dalam penanganan covid-19 saja, pemerintah masih belum bisa memasukan prinsip PUG kedalam aturan yang ada. Serta masih banyak hal di masyarakat yang terus membudayakan budaya patriarki. Baik di keluarga atau pun di masyarakat.

  1. Masih Rendahnya Pendidikan Gender

Hal pertama yang dapat dipetik adalah pelajaran gender tidak merata kepada semua lapisan masyarakat. lembaga pendidikan formal yang didalamnya terdapat pendidik, malah menjadi lembaga yang cukup memproduksi ketidakadilan gender. Misalkan jumlah toilet perempuan lebih sedikit dibandingkan toilet laki-laki.

Hal lainnya, anak laki-laki ketika berbaris sebelum masuk kelas menjadi orang pertama dibarisan pertama. Lalu, buku pelajaran yang selalu menyebutkan bahwa para perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga. Padahal, lembaga pendidikan menjadi pintu gerbang transfer pengetahun tentang gender kepada anak-anak sejak dini. Tidak banyak guru atau lembaga pendidikan yang memiliki pengetahuan gender yang utuh untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

  1. Pemahaman Gender Ketiga

Dengan prank yang dilakukan oleh Ferdian ini menunjukan bahwa gender ketiga masih belum banyak diakui di Indonesia. masyarakat sendiri masih terpaku jika gender hanya ada dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Transpuan atau mungkin waria masih dianggap tabuh di masyarakat kita.

Jauh, sebelum kasus Ferdian, media di Indonesia seakan mengolok-olok Lucinta Luna yang tertangkap karena narkoba. Media massa massif memproduksi berita jika Lucinta Luna merupakan transpuan. Dan sejumlah stress yang dialami oleh Lucinta Luna menjadi menarik untuk dianggap di berita. Padahal apa yang dilakukan sudah sangat membunuh karakter Lucinta Luna sebagai manusia.

Padahal, di negara-negara lain gender ketiga sudah banyak diakui. Ada banyak banyak gender ketiga yang sukses atas keahliannya masing-masing. Di Indonesia, sejumlah orang dengan gender ketiga harus puas bekerja di salon atau make up artis. Padahal, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa. Lalu, Stasya Bwarlele misalkan harus puas menjadi youtuber padahal dia sempat kuliah di luar negeri. Sejumlah perusahaan pun belum bisa menerika karyawan dari kelompok masyarakat dengan gender ketiga ini.

  1. Pendidikan Moral dan Sosial yang Rendah

Di sekolah dasar misalkan pendidikan moral dam sosial masuk dalam kelompok mata pelajaran kewarganegaan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Namun, dua pelajaran tersebut, malah lebih banyak membahas terkait tentang sejarah. Serta lembaga pendidikan tidak lagi mencerminkan pendidikan moral dan sosial secara rill kepada para siswa. Semuanya diajaran teks book padahal para siswa membutuhkan contoh yang baik atas aplikasi moral dan sosial di sekolah.

Saat ini, dengan kurikulum pendidikan yang ada para siswa banyak menghabiskan waktu di sekolah dibandingkan di rumah. Tentu saja, aturan ini harus dibarengi dengan aplikasi dari pendidikan moral dan sosial tersebut. saling menghargai tanpa melihat agama dan gender pun menjadi landasaran transformasi pendidikan moral dan sosial kepada para siswa.

  1. Rendahnya Pendidikan Gender di Keluarga

Keluarga adalah menjadi pendidikan pertama bagi anak-anak. begitu juga dengan penarapan pendidikan gender kepada anak-anak. pembagian tugas dan peran di antara keluarga dituntut harus berdasarkan porsinya untuk bisa menerapan pendidikan gender yang benar di keluarga. Nyatanya, masih banyak anak perempuan yang masih mengalami diskriminasi di dalam keluarga.

Lima hal tersebut merupakan refleksi yang bisa dilakukan atas tindakan yang dilakukan oleh Ferdian. Serta menjadi kesempatan kita semua untuk memperbaikinya. Serta bukan waktunya untuk semakin memaki atas apa yang dilakukan oleh Ferdian.