Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36

Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36

Sebentar lagi umat Islam akan memasuki tahun baru Hijriyah atau bulan Muharram. Bagaimana tafsir alqur’an dalam memperingati bulan ini? simak yuk!

Falsafah Bulan Muharram: Tafsir Q.S. At-Taubah Ayat 36

1 Muharram diperingati umat muslim sebagai tahun baru hijriah. Tentu banyak cara dan ritual yang dilakukan oleh umat muslim untuk memperingati tahun baru penanggalan islam ini. Bagi penulis, salah satu cara memaknai tahun baru islam ini adalah dengan memahami falsafah yang terkandung di dalamnya.

Salah satu langkah untuk menuju falsafah bulan Muharam adalah memahami kandungan ayat-ayat Al-Quran. Salah satu ayat Al-Quran yang menyinggung bulan ini adalah Q.S. at-Taubah/ 9: 36.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنا عَشَرَ شَهْراً في‏ كِتابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماواتِ وَ الْأَرْضَ مِنْها أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَ قاتِلُوا الْمُشْرِكينَ كَافَّةً كَما يُقاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقينَ (36)

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. at-Taubah/ 9: 36).

Q.S. at-Taubah/ 9: 36 menyebutkan bahwa bilangan bulan di sisi Allah swt adalah 12 bulan, dan diantaranya terdapat empat bulan haram.  Para ulama dan ahli tafsir bersepakat, yang dimaksudkan sebagai empat (4) bulan haram tersebut adalah bulan Muharram, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Rajab.

Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan bulan haram? Haram yang artinya suci atau terlarang, maka pada empat (4) bulan tersebut umat islam dilarang berperang. Berperang pada bulan-bulan tersebut merupakan dosa besar sebagaimana disebutkan pada ayat lainnya (Q.S. al-Baqarah/ 2: 217).

يَسْئَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرامِ قِتالٍ فيهِ قُلْ قِتالٌ فيهِ كَبير…

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…” (Q.S. al-Baqarah/ 2: 217).

Biasanya sebuah peperangan memakan waktu yang cukup lama. Terdapatnya waktu/ beberapa bulan diharamkannya berperang dan dilarangnya mengangkat senjata menjadi sebuah media tersendiri untuk saling berdamai. Waktu-waktu tersebut dapat dipergunakan untuk berfikir akan beragam maslahat dalam perdamaian. Jadi, dari sini dipahami bahwa spirit ajaran islam adalah perdamaian, bukan peperangan. Peperangan bukan hukum asal dari Islam. Peperangan hanya dipergunakan untuk mempertahankan dan menjaga prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Islam yang seakar dengan as-salam, yang berarti perdamaian.

Selain itu, waktu-waktu tersebut juga dapat dipergunakan oleh masing-masing pihak, khususnya barisan umat Islam untuk merencanakan ulang politik, memperkuat ekonomi, militer dan budayanya. Hal-hal semacam ini tidak diperkenankan untuk diluputkan. Meluputkan hal-hal tersebut akan membuat musuh semakin kuat, sehingga bersikap zhalim dan sewenang-wenang terhadap kaum muslim.

Pesan penting lainnya dalam ayat ini adalah larangan berbuat zhalim, baik secara umum maupun khusus. Secara umum, kita dilarang berbuat zhalim dan melakukan dosa. Sedangkan secara khusus, kezhaliman dalam ayat tersebut adalah berperang dalam bulan-bulan yang diharamkan tersebut. Akan tetapi, jika musuh/ orang kafir melampaui batas dan menyerang umat muslim dalam bulan-bulan ini, maka umat muslim harus mempertahankan diri dan menyerang mereka, “dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya”. Sehingga dengan demikian, ketaatan kita pada ketentuan Ilahi semacam ini merupakan implementasi dari takwa, “dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.

Jadi, bulan Muharam mengandung falsafah perdamaian. Ia mengajarkan kita akan ketakwaan dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas. Ia juga mengajarkan kita agar tidak berbuat zhalim. Kezhaliman dalam lingkup terkecil adalah berbuat dosa dan menganiaya diri sendiri. Sedangkan dalam cakupan yang lebih luas, menzhalimi orang lain, masyarakat, bangsa dan negara. Wallahhua’lam.

Kerwanto, Penikmat Kajian Tafsir.