Etika Masuk Masjid Menurut Al-Ghazali

Etika Masuk Masjid Menurut Al-Ghazali

Etika Masuk Masjid Menurut Al-Ghazali

Masjid adalah tempat yang keberadaanya lekat dengan kehidupan umat muslim. Sebab masjid adalah tempat yang didirikan khusus untuk kepentingan tegaknya syariat Islam, seperti ibadah salat, pengajian dan hal lain yang murni berorientasi kepentingan kehidupan akhirat. Sebab masjid adalah tempat ibadah, maka hal-hal yang berorientasi duniawi seperti jual-beli dianggap tak pantas dilakukan di dalam masjid. Terlebih yang dianggap haram menurut Islam seperti pertengkaran maupun ceramah dengan tujuan meng adu domba antara umat Islam.

Terkait dengan keberadaan masjid, Islam memberi tuntunan apa yang sebaiknya dilakukan tatkala masuk, berada di dalam dan keluar dari masjid. Bahkan Islam juga memberi tuntunan apa yang sebaiknya kita lakukan tatkala keluar dari rumah menuju masjid, maupun keluar dari masjid menuju rumah. Tuntunan ini disampaikan dalam al-Qur’an dan hadis, dan kemudian dirangkum dan dituliskan oleh para ulama’ salah satunya adalah Imam al-Ghazali dalam kitab beliau berjudul Bidayatul Hidayah. Berikut kami uraikan secara ringkas keterangan al-Ghazali tentang adab masuk masjid.

  • Mendahulukan kaki kanan dan mengucapkan doa

Al-Ghazali berkata:

“Ketika kamu masuk masjid, dahulukan kaki kanan. Lalu berdoalah:

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ؛ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Ya Allah, berilah rahmat dan salam pada Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat-sahabat-Nya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku”.”

Dalam kesempatan ini, melalui keterangan yang disampaikan al-Ghazali, kita dikenalkan tentang adab memasuki masjid. Diantaranya adalah tatkala masuk, dahulukan kaki kanan sebelum kaki kiri. Hal ini juga berlaku saat kita memasuki tempat-tempat mulia seperti majlis ilmu maupun pesantren. Setelah itu kita dianjurkan berharap dibukanya pintu rahmat Allah dengan mengucapkan doa. Hal ini berkaitan dengan masjid sebagai rumah Allah, tentu saja masjid memiliki berkah dan keutamaan tersendiri bagi orang yang memasukinya.

  • Menghindari urusan duniawi

Masjid adalah tempat mulia untuk beribadah kepada Allah. Tidak sepatutnya digunakan untuk kegiatan-kegiatan duniawi seperti jual-beli dan lainnya. Sampai-sampai, tak pantas mencari sesuatu yang hilang di dalam masjid. Semua itu demi menjaga kemuliaan masjid sebagai tempat ibadah. Tempat yang sudah seharusnya bagi orang yang memasukinya harus menjaga adab, baik secara lahirinyah maupun bathiniyah. Al-Ghazali menyatakan:

“Dan saat kamu melihat di masjid ada orang yang sedang menjual atau membeli (sesuatu), maka ucapkan: “semoga Allah membuat jual belimu tidak mendapat keuntungan”. Ketika kamu melihat di dalam masjid ada orang yang sedang mencari barang hilang, maka ucapkan: “Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang”. Begitulah Rasulullah salallahualaihi wasallam mengajarkan.”

 

  • Salat Tahiyatul Masjid

Tatkala masuk masjid, kita dianjurkan untuk salat tahiyatul masjid terlebih dahulu sebelum duduk. Sebab bila terlanjur duduk sebelum melaksanakan salat, maka kesunnahan tahiyatul masjid menjadi hilang. Karena alasan inilah, di beberapa tempat, orang yang hadir tatkala adzan dikumandangkan memilih menunggu selesainya adzan sembari berdiri. Sebab untuk salat perlu menunggu adzan selesai, dan bila duduk maka akan kehilangan kesunnahan tahiyatul masjid. Maka dari itu mereka lebih memilih untuk berdiri.

Hukumnya makruh bagi orang yang masuk masjid, langsung duduk tanpa melaksanakan salat tersebut. Namun kemakruhan tersebut dapat hilang dengan melaksanakan salat apapun, meski tidak diniati salat Tahiyatul Masjid. Tapi, tanpa diniati, pahala salat Tahiyatul Masjid tidak dapat diperoleh.

  • Pengganti salat Tahiyatul Masjid

Lalu bagaimana semisal kita masuk masjid dalam keadaan hadas atau karena suatu hal tak bisa melaksanakan salat tahiyatul masjid? Al-Ghazali menyatakan bahwa andai kata kita masuk masjid dalam keadaan hadas kecil, atau sengaja tidak melaksanakan dua rakaat Tahiyatul Masjid, maka disunnahkan membaca al-Baqiyat as-Salihat. Yaitu membaca subhanallah walhamdulillah walailahaillah huwallahhuakbar walahaulawalaquwwata illabillah. Al-Ghazalai juga menyatakan bahwa Ada yang berpendapat kalimah tersebut dibaca tiga kali, ada yang menyatakan 4 kali. Ada juga yang menyatakan dibaca tiga kali bagi yang dalam keadaan hadas kecil, satu kali bagi yang sudah berwudhu.

  • I’tikaf

Selesai salat Tahiyatul Masjid, al-Ghazali menganjurkan ibadah yang sebenarnya amat mudah dikerjakan, tapi tanpa adanya niat tetap tidak akan memperoleh pahala, yaitu i’tikaf. Cukup dengan berdiam di masjid sembari niat i’tikaf, sudah tercatat ibadah yang disebut dengan i’tikaf. I’tikaf secara bahasa adalah berdiam diri. Sedang menurut syariat Islam adalah berdiamnya seseorang di suatu tempat dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Selesai berniat I’tikaf, al-Ghazali menganjurkan membaca doa yang cukup Panjang dan tidak dapat kami sebutkan disini.

  • Tafakkur, membaca tasbih dan al-Qur’an

Al-Ghazali berkata:

“Ketika kamu selesai berdoa, jangan menyibukkan diri sampai datangnya waktu salat fardhu kecuali dengan tafakkur, bertasbih dan membaca Al-Qur’an.”

Tafakur dapat diartikan memikirkan segala ciptaan Allah. Bagaimana pohon-pohon diciptakan, bagaimana manusia yang asalnya sperma menjadi punya anggota tubuh dan panca indra serta bisa berfikir melebihi hewan, dan memikirkan berbagai masalah umat Islam.

Tafakkur juga bisa diwujudkan dengan mengkoreksi diri sendiri (muhasabah). Menghitung berapa kebaikan dan keburukan yang sudah dilakukan hari itu, lalu bagaimana cara agar keburukan tersebut tidak terulang lagi.

Wallahua a’lam bis-Shawab