Menemukan setitik cahaya hikmah membutuhkan kesabaran ekstra. Melacak mutiara hikmah harus membuka mata hati. Hikmah tidak tampak dalam pandangan wadag. Ia tersembunyi teramat dalam. Dalam sekali. Butuh perjuangan untuk meredam emosi dan ego diri. Perjuangan untuk mencecap manisnya buah kesabaran.
“Engkau tak akan bisa sabar bersamaku,” jawab Khidir saat Nabi Musa memintanya untuk memberikan mutiara hikmah.
Kesabaran, itu syarat untuk memahami apa yg tersembunyi dibalik realita. Untuk meneropong maksud dan tujuan kehidupan yang dihidangkan Tuhan.
Untuk menunjukkan kesabaran itu, jangan ada tanya. Diam saja. Ikuti alur, jalani proses. Baik dan buruk semata nisbi dalam bingkai hikmah ini.
“Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik untukmu. Boleh jadi engkau menyukai sesuatu, padahal itu buruk untukmu. ”
Baik dan buruk adalah sebuah perspektif. Tergantung, dari mana engkau melihat. Jika hatimu sedang diliputi amarah dan kebencian, segala sesuatu menjadi buruk. Tak ada baiknya. Tapi, saat engkau mencintai, tai kucing pun serasa coklat.
Lepaskan saja. Biarkan “tangan Tuhan” yang menentukan. Lagi-lagi ini butuh jiwa besar untuk menenun benang kesabaran.
“Idza aradta syyaian, fa alaika bit tuadah. Hatta yurika Allahu makhraj. Jika engkau menghendaki sesuatu, tenangkan diri dulu, sampai Allah menunjukkan solusinya.”
Demikian pesan kanjeng Nabi Muhammad.
Makhraj alias jalan keluar atawa solusi tidak datang tiba-tiba. Dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Jalani saja, kuatkan usaha dan ikhtiar. Sempurnakan dengan tawakkal. Bingkai dengan keyakinan dan keimanan.
“Engkau tak akan bisa sabar bersamaku.”
Lagi-lagi Khidir menyindir. Jika mau maju, jangan muda menyerah. Ikuti prosesnya, atau kembali pulang dalam kekalahan.
Nabi Musa tak mau menyerah. Pantang pulang sebelum berjuang. Dan ujian kesabaran itu beratnya bukan buatan; menyaksikan kedzaliman, melihat pembunuhan, merasakan penghinaan.
Ini ilmu kehidupan sodara, berapa kali orang menzalimi kita. Berapa sering orang membunuh karier dan usaha kita. Berapa banyak orang menghina kita.
Dan kita diminta: SABAR. Tak boleh ada amarah. Jangan ada kebencian.
“Hadza firaqu baini wa bainak. Ini titik perpisahan antara aku dan engkau,” tandas Khidir.
Sekarang mari mencecap indahnya ilmu kebijaksanaan dalam samudera kehidupan. Dan Musa menyeluruhi dirinya dalam manisnya pengetahuan. Dan kita, seperti Musa, setelah berjuang dalam kesabaran, lalu mengundang keajaiban Tuhan, saatnya merengkuh indahnya kesuksesan.
Rencana Tuhan itu Indah.