Empat bulan yang lalu, saat menyimak pidato kunci Prof. Amin Abdullah di peluncuran Sekolah Pemikiran Ma’arif, satu judul referensi yang membuat saya penasaran adalah buku karya Abdullah Saeed di atas. Dengan memakai enam corak pemikiran Islam kontemporer yang diidentifikasi oleh Prof. Saeed, Bapak Amin Abdullah menyodorkan analisis yang bernas dan segar terkait dinamika diskursus pemikiran Islam saat ini.
Meskipun perlu kita telaah lebih kritis lagi, akan tetapi 6 tren itu cukup tepat memotret ragam pemikiran yang meramaikan jagad wacana keislaman akhir-akhir ini. Keenamnya ialah “the legalist-traditionalist”, yakni pemikiran yang fokus menggumuli produk hukum ulama dan cerdik pandai periode pra-modern.
Kedua, “the theological puritans”, adalah pemikiran yang vokal menyuarakan pemurnian ajaran dan doktrin Islam.
Ketiga, “the political Islamist”, yakni corak pemikiran yang fokus pada aspek politik Islam, yang tujuan akhirnya adalah mendirikan negara Islam.
Keempat, “the Islamist extremists”, yakni mereka yang cenderung menggunakan kekerasan untuk melawan setiap individu atau kelompok yang dianggap sebagai lawan, baik Muslim ataupun non-Muslim.
Kelima, “the secular Muslims”, yakni mereka yang beranggapan bahwa agama merupakan urusan pribadi (private matter). Terakhir, “the progressive ijtihadists”, yakni para pemikir modern yang berupaya menafsir ulang ajaran agama agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat modern.
Selain itu, hal lain yang membuat buku karya guru besar University of Melbourne Australia ini penting dibaca ialah pemaparannya yang ringan dan padat terkait perkembangan pengetahuan dalam Islam. Mulai dari era klasik hingga kontemporer. Di antaranya ialah perkembangan hukum Islam, ilmu kalam, tashawuf, seni, budaya, filsafat, politik, dan pembaharuan. Lebih menarik lagi, buku terbitan Routledge London ini juga disajikan dalam bentuk kekinian, semisal dengan menggunakan infografis dan tabel.
Dengan mamahami dinamika ragam pemikiran tersebut, setidaknya kita tidak mudah bingung ataupun ekstrim pada satu corak saja. Lebih baik lagi jika kita mampu mendialogkannya. Mencari titik temu dan titik perbedaan, dengan harapan, perdebatan di atas menjadi produktif dan solutif bagi kemajuan bersama.
Lantas tertarikkah Anda?