Enam Etika Ketika Jual-Beli Online

Enam Etika Ketika Jual-Beli Online

Walaupun online, Jual Beli Online juga perlu etika agar penjual dan pembeli saling ridha.

Enam Etika Ketika Jual-Beli Online
Foto: Freepik

Perkembangan zaman memang tak lagi mampu kita hindari dalam kehidupan kita, salah satunya adalah jual beli online atau Online shop yang telah banyak menyebar di seluruh penjuru negeri ini.

Namun, tak semua yang diperjualbelikan sesuai harapan. Banyak dari pembeli kadang merasa dirugikan lantaran barang yang dijual tidak sesuai, baik dari bahannya, atau kemanfaatan barang yang ternyata sudah tidak bisa digunakan lagi. Hal inilah yang kemudian dapat merubaha hukum asal dari jual beli itu sendiri.

Secara prinsip, jual beli di dalam fikih Islam hukumnya halal. Ijma para ulama mengatakan bahwa hukum asal jual beli adalah mubah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-qur’an dalam surat Al-baqarah: 275 yang artinya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Dalam redaksi lain juga dijelaskan bahwa jual beli atau mencari maisyah (penghasilan) dengan berdagang adalah bagian dari sesuatu yang mulia yang dianjurkan oleh agama Islam.

Diterangkan juga dalam sebuah hadis, pada suartu hari Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang pekerjaan apa yang lebih baik, kemudian rasul pun menjawab, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan seseorang yang menggunakan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah SAW di usia yang masih belia, sudah diajarkan keluarganya untuk berdagang, ketika usianya menginjak 13 tahun rasul sudah melakukan kegiatan ekspor dan impor ke negeri syam bersama keluarganya.

Jika ditinjau lebih dekat, jual beli online sama halnya dengan jual beli secara umum, yakni harus ditilik lebih detail tentang rukun dan syarat jual beli yang berlaku di dalam fikih Islam. Menurut  jumhur ulama rukun jual beli ada tiga. Pertama, al aqid (penjual dan pembeli), ma’qud alaik (barang dan alat beli), shighat (ijab dan qabul), jika dirinci maka rukun jual beli ada enam.

Maka sebagaimana jual beli pada umumnya hal tersebut harus diteliti mengenai syarat pembeli, penjual, shigat yang benar dan kriteria barang yang tidak mengandung gharar (penipuan).

Namun, perbedaan signifikan dalam jual beli online adalah dilakukan dengan menggunakan jasa online. Jika dilihat dari syarat yang sama tanpa menimbulkan kerugian, maka kegiatan tersebut diperbolehkan dalam Islam dan bahkan menjadi salah satu sarana pengembangan yang baru, serta mampu mengurangi angka pegangguran di Indonesia.

Adapun beberapa etika didalam jual beli secara umum baik offline ataupun online. Adalah Pertama, tidak terlalu besar ketika mengambil laba, laba yang berlebihan dari sewajarnya adalah dilarang oleh ijma para ulama, batasan laba maksimal adalah sepertiga dari pokok harta, yang diqiyaskan dari teori wasiat yakni maksimal sepertiga harta.

Kedua, jujur dalam melakukan transaksi, tidak ada kebohongan ataupun penipuan. Jika ada orang melakukan transaksi dengan jujur maka akan diberikan oleh Allah keberkahan didalam rizki dan tergolong bagian dari hamba pilihan Allah SWT.

Ketiga,  toleran dalam jual beli. Misalnya memberikan bonus kepada pembeli, dan untuk pembeli tidak terlalu detail dalam meneliti barang.

Keempat, menjauhi sumpah walaupun perkataanya jujur.

Kelima, perbanyak sedekah, agar mendapatkan keberkahan rezeki yang melimpah.

Keenam, transaksi perlu diperhatikan dan dicatat, termasuk utang-piutang jika ada.

Wallahu A’lam