Empat Hal yang Dapat Menyejukkan Situasi di Tahun Politik

Empat Hal yang Dapat Menyejukkan Situasi di Tahun Politik

Empat Hal yang Dapat Menyejukkan Situasi di Tahun Politik

Masa kampanye bergaung dengan terang. Pemasangan spanduk, baliho dan pamflet-pamflet dari pengenalan calon legeslatif hingga presiden-wakil presiden mendatang. Bendera-bendera partai pun mulai menyebar di mana-mana.

Begitu pula, berita-berita pendukung dan ‘pembantai’ dari setiap partai pun bermunculan. Apalagi isu-isu yang digoreng, sebelum matang pun, berita hoax yang sengaja dibuat akan “dimakan” siapapun dan disebar kemanapun.

Tidak mustahil bahwa jika hal-hal demikian dibiarkan maka akan berjilid-jilid kembali demo yang akan datang dengan mengatas-namakan Islam, agama, budaya dan tradisi setempat hanya gara-gara isu yang digoreng dan dibesar-besarkan.

Maka, perlu stimulus yang dapat memberikan kesejukan di masa perpolitikan ini. Berikut beberapa hal yang bisa diusahakan bersama yang saya rangkumkan dalam empat poin.

Pertama, kesadaran individual. Maksudnya adalah masing-masing orang harus menyadari bahwa politik dengan segala ramuannya adalah kepentingan sesaat. Betapa pun kuat alasan dan motifnya, kita sepakati bersama bahwa sifatnya adalah temporal.

Tidak ada kawan abadi dan tiada teman sejati di dalam dunia perpolitikan. Maka, kegiatan yang bersifat temporal-sesaat itu hanya musiman. Musiman itu berarti kegiatan yang sengaja dimunculkan dalam beberapa waktu tertentu dan dia akan habis di waktu berikutnya.

Sebagaimana musim koleksi bunga bangkai. Betapa orang sangat mencari-cari bunga yang sangat mahal harganya di waktu musimnya itu. Orang rela membeli dengan harga melambung tinggi, irrasional dan berlebihan.

Begitu pula musim batu akik. Hampir semua orang ketika itu, berasik ria memakai akik dengan segala variasinya. Namun, karena itu bersifat musiman, maka sebentar saja sudah selesai. Sesuatu yang sifatnya musiman itu nilainya tidak asli. Dia diramu untu sesaat saja. Maka, tidak boleh kita ikut-ikutan melakukan hal yang tidak masuk akal dengan menjual aset-aset berharga kita demi meraih barang yang hanya sementara.

Begitu pula dengan politik. Masih ada banyak sesuatu yang tidak ternilai: persahabatan, menghormati guru, akhlak kepada orang tua, keluarga dan bahkan pertemanan. Itu semua adalah aset yang nilainya murni. Dia bukan temporal.

Menghormati guru adalah akhlak mulia. Dia selamanya. Tidak terkait waktu dan terpancing kondisi. Begitu pula memuliakan orang tua. Dia harus benar-benar selama-lamanya. Tidak boleh hanya waktu sesaat, karena itu pasti bernilai sesat. It’s true.

Di samping itu, politik itu hanya seni. Sebagaimana para peminat barang musiman adalah mereka yang paham seni, maka para peminat politik juga seniman.

Kedua, pembesar yang mendamaikan. Kalau ini, memang harus ada peran aktif dari para tokoh. Para pemilik partai dan kandidat calon itu harus mengajarkan kepada rakyat bahwa proses pesta rakyat itu tidak harus dirayakan dengan pertempuran dan meninggalkan persahabatan.

Sebagai contoh real adalah proses pemilihan gubernur Jawa Tengah. Kubu Gayeng (Ganjar-Gus Yasin) Vs Sudirman-Ida. Ketika Pak Dirman sedang ulang tahun, maka Gus Yasin tidak segan untuk mengucapkan selamat ulang tahun, bahkan menyebarkannya di media sosial facebook resmi beliau.

Lalu, Pak Dirman membalas dengan mengajak mereka makan bareng di lesehan angkringan. Pemandangan sejuk yang harus ditiru atau dimodivikasi di beberapa daerah. Sudah waktunya, para tokoh ikut memberikan contoh dan gambaran berpolitik yang sejuk.

Ketiga, tokoh agama harus menjadi penyejuk. Hal ini diperlukan karena isu agama mudah sekali menjadi pemicu konflik. Terbukti, pelaporan atas nama penistaan agama lumayan meningkat. Sudah saatnya tokoh agama menjadi pendingin, bukan menjadi pemicu konflik. Hal ini tentu diperlukan sikap arif dan bijak yang dimiliki para tokoh agama.

Keempat, memperbanyak silaturrahim. Di samping sekedar tegur-sapa, kopdar dan silaturrahmi juga sangat penting. Dengan adanya pertemuan dam silaturrahmi antar kubu politik, secara tidak langsung memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa di luar arena politik, semuanya adalah kawan dan sahabat.

Saya mengandaikan jika kedua pihak membuat jadwal rutin bertemu atas nama kunjungan silaturrahmi, tentu akan lebih mendinginkan suasana dan membuat situasi menjadi lebih baik. Semoga.

Wallahu A’lam.