Eksklusivisme Beragama dengan Menyalahkan dan Mengkafirkan Tumbuh Subur di Indonesia

Eksklusivisme Beragama dengan Menyalahkan dan Mengkafirkan Tumbuh Subur di Indonesia

Eksklusivisme beragama ternyata terus terjadi dan jadi persoalan serius seperti dalam rekomendasi Gusdurian terkait kondisi Indonesia belakangan ini

Eksklusivisme Beragama dengan Menyalahkan dan Mengkafirkan Tumbuh Subur di Indonesia
Makhluk penebar kebencian ada di mana-dimana dan ternyata ada namanya: Homo Hasadus. Apakah kita termasuk jenis ini? Pict by Toto Prastowo

Di Indonesia ternyata lagi tumbuh subur fenomena eksklusivisme beragama dan diikuti dengan fenomena gemar menyalahkan orang yang dianggap berbeda. Hal itu diungkap, salah satunya, lewat rekomendasi gusdurian terkait kondisi Indonesia terkini.

“Di dalam ranah sosial keagamaan, tumbuh eksklusivisme beragama yang disertai tindakan menyalahkan, mengkafirkan, membid’ahkan, dan menyesatkan kelompok yang berbeda,” tutur Alissa Wahid ketika membacakan rekomendasi Temu Nasional Jaringan Gusdurian (TUNAS) 2020.

Rekomendasi itu juga menjelaskan, terkait keberagamaan yang mengedepankan pandangan yang legalis-formalistik yang justru memperkuat konflik identitas. Efeknya, agama kerap dipertentangkan dengan budaya lokal.

“Hal ini diperparah dengan hadirnya kelompok-kelompok agama yang memaksakan kehendaknya, dan semakin berani menarasikan agama dengan pesan kebencian, mengambil media sosial sebagai medan pertarungan, dan marak gerakan-gerakan jalanan,” tambahnya.

Baca juga: JEksluvisme beragama dan kenapa Mudah Mengkafirkan orang Lain

Menurutnya, praktik bernegara kita masih melanggengkan diskriminasi yang terlembagakan melalui regulasi, Pelbagai regulasi itu di beberapa hal ternyata justru begitu diskriminatif, terutama terhadap kelompok minoritas.

Gusdurian juga memberikan rekomendasi terkait fenomena ini. Yakni Mendorong konsep “Pribumisasi Islam” sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan.

“Untuk itu, perlu disosialisasikan pandangan Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,” bunyi rekomendasi itu.

Selain terkait kondisi keberagamaan, rekomendasi itu juga menyebut beberapa hal kunci biar Indonesia tidak lagi krisis mulitdimensi, mulai dari penegakkan hukum, ekonomi yang masih timpang hingga persoalan agraria. Belum lagi persoalan pengerukan sumber daya besar-besaran yang dilakukan oleh oligarki tanpa melihat masyarakatnya dan keberlangsungan ekosistem lingkungan.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Gus Dur, “Perdamaian tanpa Keadilan adalah Ilusi.” Oleh karena itu, Gusdurian pun mengajak mengajak segenap komponen bangsa untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya keadilan untuk Indonesia sejahtera, damai, dan beradab.

Jaringan GUSDURian mengadakan Temu Nasional (TUNAS) pada tanggal 7-16 Desember 2020, guna membahas isu-isu strategis yang dipandang perlu mendapatkan kepedulian bersama, baik dalam ranah politik, hukum, sosial-budaya, pendididikan, dan ekonomi. Ini merupakan forum tertinggi temu kader penggerak Gusdurian di seluruh Indonesia.