Ekonomi Arab Jahiliyah Pra-Islam yang Terpuruk Karena Perang

Ekonomi Arab Jahiliyah Pra-Islam yang Terpuruk Karena Perang

Ekonomi Arab Jahiliyah Pra-Islam yang Terpuruk Karena Perang
Pasar Ukaz dahulu menjadi tempat para penyair Arab

Bagaimanapun juga kondisi ekonomi tidak akan bisa dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat. Karena kesejahteraan ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh unsur sosial, yaitu keamanan. Padahal jika kita lihat sendiri kondisi bangsa Arab saat itu sangat memprihatinkan. Peperangan hampir menjadi aktifitas sehari-hari.

Al-Mubarakfuri dalam al-Rahiqul Makhtum menyebutkan bahwa pendapatan terbesar bangsa Arab didapatkan dari berdagang. Mereka sering melakukan perjalanan untuk berdagang. Aktifitas perdagangan tersebut tidaklah mudah bagi mereka karena dipengaruhi oleh keamanan.

Jika situasi kurang aman dan banyak peperangan, mereka memilih untuk menepi dan tidak berdagang. Itulah kenapa mereka memiliki asyhurul hurum, yaitu bulan-bulan yang disucikan, karena disucikan, maka bulan-bulan tersebut diwajibkan untuk berhenti berperang atau gencatan senjata. Bulan-bulan yang termasuk dalam Asyhurul Hurum ini adalah Muharram, Rajab, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Pada bulan-bulan inilah pasar-pasar seperti Ukkadz, Dzil Majjah dan Majannah rame dan menemui hari-hari keberuntungannya.

Adapun terkait rumah produksi atau pabrik, baik dalam hal produk tenun dan produk kulit, bangsa Arab merupakan bangsa yang tertinggal jauh dengan bangsa-bangsa sekitarnya, seperi Yaman dan Syam. Di area jazirah Arab sendiri memang terdapat perkebunan, peternakan, bahkan beberapa perempuan Arab mengisi aktifitas sehari-hari dengan memintal, namun semua hal tersebut habis dan ludes akibat peperangan, dan masyarakat jatuh dalam ‘kubang’ kemiskinan dan kelaparan.

Itulah kenapa dalam waktu-waktu tertentu beberapa kafilah dagang Arab memilih bermusafir menuju Yaman dan Syam. Abu al-Aʽla al-Mubarakfuri berpendapat, ketika memberikan penjelasan tentang hadis keberkahan Syam yang diriwayatkan oleh Ṭirmīẓi bahwa makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Madinah disuplai dari Syam dan Yaman, bahkan dalam penjelasannya juga disebutkan bahwa pada saat musim dingin bangsa Arab berangkat Syam sedangkan saat musim panas berangkat ke Yaman. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya berdagang di luar jazirah Arab tetapi juga sekaligus belanja barang dagangan untuk keperluan masyarakat jazirah Arab.

Walaupun masyarakat jazirah Arab dalam beberapa penjelasan di atas dianggap sebagai bangsa yang amoral, namun dalam beberapa hal mereka memiliki nilai positif. Al-Mubarakfuri menyebutkan beberapa sifat positif yang dimiliki oleh bangsa Arab, seperti dermawan (al-karam), memenuhi janji (al-wafā’ bi al-ʽahdi), berpendirian kuat (ʽizzat al-nafs), selalu ingin mendapatkan apa yang diinginkan (al-maḍā fi al-ʽzā’im), hati-hati, sabar, dan tidak tergesa-gesa, sederhana (al-sadājah al-badawīyyah), dan beberapa sifat positif lain.

Kerancauan masyarakat dan beberapa nilai positif di atas, disebut sebagai bagian dari alasan kuat mengapa Rasulullah Saw. diutus kepada bangsa Arab dan juga merupakan bagian dari mereka juga. Rasulullah Saw. diutus dan diberikan pedoman dan petunjuk untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa Arab di atas, bahkan oleh banyak orang dan tokoh-tokoh dunia, Rasulullah Saw. telah dianggap sukses untuk mengatasi beberapa persoalan amoral yang terjadi di tengah kehidupan orang Arab Jahiliyah, tentunya dengan petunjuk dan wahyu Allah yang sebagian besar tertulis dalam Al-Qur’an al-karim.

Wallahu a’lam.