Perancis meluncurkan undang- undang baru perihal tindakan keras terhadap imam asing di negerinya. Presiden Perancis, Emmanuel Macron, menyebutnya sebagai perlawanan campur tangan asing. UU tersebut juga memperiapkan transparansi kegiatan beragama, sekaliagus bagaimana masjid atau tempat ibadah nantinya bakal dibiayai oleh pemerintah guna memininalisir masuknya paham ekstremis yang diduga melalui para pendakwah-pendakwah ini.
Macorn juga meminta Dewan Muslim Prancis (CFCM) telah untuk fokus pada pelatihan imam di wilayah Prancis, smisalnya, mereka harus mampu berbahasa Prancis dan tidak menyebarkan pandangan paham radikal-ekstremisme. Ia juga menambahkan, negaranya akan akan membuat perjanjian bilateral dengan negara lain untuk memungkinkan otoritas Perancis memiliki kendali atas kursus sekolah. Macron juga menyoroti risiko “separatisme” dan “campur tangan asing” dalam praktik Islam ada di negara itu.
Saat ini Prancis memang memiliki perjanjian dengan sembilan negara berbeda. Tiap negara tersebut dapat mengirim guru ke sekolah-sekolah Prancis untuk mengajar siswa untuk mengajar budaya. Selama ini, prosesnya tanpa pengawasan dari otoritas Perancis. Mulai September nanti, Prancis diperkirakan tidak akan menyediakan kelas dalam bahasa lain dengan menggunakan kurikulum negara lain, termasuk Turki, Maroko, dan Tunisia.
“Semuanya akan dihapus,” kata Macron seperti dilansir arabnews.
Turki saat ini merupakan satu-satunya negara yang mencapai kesepakatan tersebut dengan Prancis. “Turki hari ini dapat membuat pilihan, ikut atau tidak dengan peraturan ini. Tetapi saya tidak akan membiarkan negara asing memberi makan separatisme. Hal ini terkait budaya, agama atau identitas di tanah kami, ” tambah Macron.