Dunia Islam pekan ini bolehlah kita menengok sejenak ke Arab Saudi. Tampaknya moderatisme yang dicanangkan oleh Pangeran Salman tidak main-main. Setelah ramai beberapa bulan lalu negara penjaga dua tanah suci tersebut (khadimul haramain) memecat beberapa penceramah yang dianggap radikal, kini secara resmi memperkenalkan lembaga yang secara khusus menangani radikalisme.
Baru-baru ini, Raja Salman dan Presiden AS Donald Trump meresmikan gedung the Global Center for Combatting Extremist Ideology (GCCEI). Lembaga ini didirikan untuk menjadi pusat studi dan analisis perkembangan radikalisme dan mencegahnya untuk berkembang.
Bersama dengan sejumlah pemimpin Muslim mereka datang dan mengunjungi kantor yang berpusat di Riyadh, Arab Saudi. Lembaga ini dibuat untuk memerangi ideologi ekstremis global. Melalui pendirian lembaga ini, Saudi seolah ingin mengirim pesan bahwa islam–atau lebih tepatnya Arab–bukanlah musuh, melainkan sahabat.
GCCEI didirikan di atas tiga pilar dasar: menghadapi ekstremisme oleh metode dan sarana intelektual, media dan sistem terbaru. Lembaga ini mengklaim telah menemukan cara yang efektif untuk menjadi kontra narasi dalam ekstrimisme. Mereka, katanya, mampu engembangkan teknik inovatif yang dapat memantau, memproses dan menganalisis pidato para ekstremis dengan akurasi tinggi, semua tahapan pemrosesan data dan menganalisanya.
Pusat kajian dan data ini juga memiliki kecepatan yang cukup tinggi untuk menganalisis ini semua, yakni cuma 6 detik saja setelah data tersebut meluncur di internet. Belum lagi beberapa hal lain yang digunakan guna mencegah ekstrimisme merebak dan teror yang kerap dilakukan memakai narasi-narasi agama.
Tentu saja, hal ini begitu menggembirakan mengingat Arab Saudi yang selama ini dianggap sebagai salah satu penyuplai konservatisme mulai bergerak dengan serius menangani ekstrimisme. Meskipun, harus kita sadari konservatisme yang melanda Arab sudah terpatri sejak lama melalui ulama-ulama dari Arab yang memang cukup berpengaruh (wahabisme) dan dianggap memiliki andil besar yang membentuk corak keislaman kontemporer di dunia.
Sudah banyak sekali riset yang bicara tentang pengaruh wahabisme atas konservatisme dunia islam belakangan ini. Dan salah satunya yang terbanyak datang dari Saudi Arabia. Itulah kiranya, mengapa belakangan Arab Saudi berupaya untuk membersihkan stigma ini. Dan, hal ini layak untuk didukung.
Dunia islam pekan ini datang dari kisah pilu negeri ini. Begawan dan Pemikir islam Profesor Dawam Rahardjo tutup usia tadi malam, Rabu kemarin (30/5) di Rumah Sakit Islam Jakarta sekitar pukul 21.55 WIB. Sosok yang dikenal sebagai aktivis, pemikir dan begawan ekonomi islam itu wafat pada usia 77 tahun.
Mas Dawam, begitu beliau disapa, merupakan seorang pemikir islam yang produktif dan merupakan sosok berpengaruh bagi perkembangan islam di Indonesia, khususnya pada tahun 80-an. Beliau juga dikenal dekat dengan para pemikir di zamannya seperti Cak Nur, Gus Dur dan Ahmad Wahib. Nama terakhir, bahkan, yang mengangkat sosoknya ke gelanggang intelektual publik melalui Catatan Harian yang ia terbitkan melalui lembaga LP3ES bersama Djohan Efendi.
Kiprah sosok yang lahir di Solo, 20 April 1942 ini juga tidak terbatas dalam dunia aktivisme, melainkan juga bidang akademik. Bahkan, dalam dunia pendidikan ini sosoknya menjadi panutan dengan jenjang pengaruh yang cukup luas. Beliau pernah menjabat sebagai rektor di Universitas Islam 45 Bekasi (1994-2004) selain itu ia juga berbagi ilmu di pelbagai tempat, baik di kampus ternama di negeri ini maupun di luar negeri.
Beliau sendiri aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Bahkan menjadi ketua majelis bidang ekonomi ketika PP Muhammadiyah tahun 2000-2005 dan sempat menjadi salah satu ketua Muhammadiyah. Bahkan, gelar Guru Besar yang beliau sandang didapat dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Beliau dijuluki pemikir bidang keislaman dan ekonomi.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun, turut berbela sungkawa atas berpulangnya Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo pic.twitter.com/MFye2PjqNX
— Muhammadiyah (@muhammadiyah) May 30, 2018
Beliau juga mengepalai jurnal Ulumul Quran yang begitu berpengaruh di zamannya. Jurnal tersebut mempertemukan para intelektual dan pemikir islam dalam tulisan. Tak jarang bahkan berpolemik atas sebuah gagasan dan dan berdialektika. Bahkan, Ulumul Quran dianggap sebagai kawah candramikuka intelektualisme di Indonesia selain jurnal Prisma yang diterbitkan LP3S.
Kini, setelah 77 tahun melanglang buana dan memberi banyak inspirasi terhadap perkembangan islam dan bangsa, sosok ini berpulang berpulang tepat pada malam ke-15 Ramadhan 1439 Hijriyah atau bertepatan hari Rabu 21
Selamat Jalan, Profesor Dawam. Terima kasih yang mendalam. Salam buat Gus Dur, Wahib, Adi Sasono dan lain sebagainya. Alfatihah….