Kasus Rohingya terus menjadi perhatian Internasional, bukan hanya persoalan milik dunia muslim semata. Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendelegasikan secara khusus Koffi Anan untuk mengurai konflik di Rakhine, Myanmar, tersebut,tapi tetap saja masalah ini belum bisa terselesaikan.
Beberapa negara pun mulai bicara dan melakukan somasi terhadap Myanmar. Tak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat. Bahkan, secara tegas, mereka menyebut apa yang telah dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap etnis Rohingya tersebut merupakan sebuah genosida atau pembersihan etnis.
Melalui Menteri Luar Negeri mereka, Rex Tillerson, di Pentagon, Amerika, secara resmi mereka menunjuk bahwa Myanmar sebagai negara bersalah atas perilaku buruk mereka terhadap Rohingya.
“Situasi di negara bagian Rakhine utara merupakan pembersihan etnis (Genosida) terhadap Rohingya,” tutur Rex Tillerson.
Tentu saja hal ini berimplikasi banyak hal, di antaranya tekanan internasional kepada Myanmar akan lebih tinggi. Bahkan bisa berujung embargo besar-besaran jika hal ini dihiraukan oleh otoritas Myanmar. PBB ditengarai akan bertindak lebih tegas lagi jika ultimatum ini tidak dipatuhi.
Selain itu, kabar baik juga terjadi terkait krisis Rohingya ini. Pemerintah Indonesia memulai pembangunan Rumah Sakit di Rakhine selatan, daerah paling rawan konflik di Myanmar. Peletakkan batu pertama itu itu diikuti oleh Duta Besar RI, Ito Sumardi, menteri urusan Rakhine dan perwakilan kementerian Kesehatan Myanmar.
Setelah selesai dibangun, Rumah Sakit Indonesia tersebut akan secara inklusif, tak memandang latar belakang, suku maupun agama, bagi seluruh masyarakat setempat,” tutur Arrmanatha Nashir, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia
Selain itu, dalam peletakkan batu pertama juga diwakili kelompok yang dianggap bertikai seperti golongan dari muslim dan Budhis. Tentu saja hal ini bisa berimplkasi positif sebab mereka sebenarnya bisa hidup bersama. Tentu saja menjaga hal ini tidak mudah karena sewaktu-waktu bisa dikacaukan kembali oleh junta militer Myanmar.
Dunia islam di Indonesia juga dihangatkan dengan pertemuan ulama di Lombok yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama. Peretemuan itu adalah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama dan digelar mulai tanggal 23 November hingga 26 November 2017.
Pertemuan ini sendiri membahas beberapa persoalan kunci di masyarakat, seperti soal hak-hak difabel, intoleransi dan ujaran kebencian yang kian meningkat dan perkara ekonomi yang menghimpit umat islam.
Presiden Jokowi pun mengepresiasi pertemuan ini, bahkan menyebut Indonesia begitu beruntung karena memiliki ulama dan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama.
“Kita ini dilihat oleh negara lain sebagai negara yang tidak punya kepentingan, netral, dingin, dan sejuk disebabkan karena organisasi terbesar di Indonesia adalah Nahdatul Ulama,” ujar Presiden.
NU sendiri bersama Muhammadiyah telah menjadi simbol Indonesia yang ramah. Bahkan dijadikan percontohan islam yang damai di seluruh dunia ketika dunia islam di Timur tengah bergojak beberapa tahun terakhir.