Dua Pahlawan Perempuan Saat Perang Uhud

Dua Pahlawan Perempuan Saat Perang Uhud

Saat perang uhud yang menjadi pahlawan justru perempuan, siapakah mereka?

Dua Pahlawan Perempuan Saat Perang Uhud
Ilustrasi seorang perempuan yang memanah.

Hamzah, Ali, Umar. Begitu nama-nama pahlawan Islam dari kalangan Sahabat Nabi Saw selalu disebut waktu saya kecil. Ketika sudah dewasapun, di kalangan para santri, sama saja. Pahlawan ya mereka itu. Radhiallaahu ‘anhum. Padahal sejarah mencatat bahwa orang yang menjadi martir atau mati syahid pertama dalam Islam adalah perempuan. Sumayah ibu Ammar bin Yasir. Radhiallaahu ‘anhum. Beliau dibunuh Abu Jahal karena pilihannya beriman pada ajaran Nabi Muhammad Saw.

Orang yang paling berjasa besar bagi da’wah Islam juga Khadijah bint Khuwailid ra. Paling pertama beriman kepada Nabi Saw, menjadi pendukung setia dalam menghadapi seluruh perlawanan kaum Quraisy dan menghabiskan seluruh hartanya untuk kepentingan Islam. Tetapi jika menyebut pahlawan awal Islam, ya tetap tidak beranjak dari ketiga Sahabat itu. Deretan berikutnyajuga tetap dan hanya laki-laki, seperti Khalid bin Walid, Abu Ubadah bin al-Jarrah, dan Sa’d bin Waqqas. Radhiallaahu ‘anhum. Nama-nama ini yang sering disebut dalam tawassul Tahlil di kalangan pesantren.

Tetapi sejarah tidak bisa dihapus bahwa dalam perang Uhud umat Islam terpukul mundur kalah telak. Semua sahabat lari menyelematkan diri masing-masing dan Nabipun hampir saja terbunuh. Bahkan sudah diisukan terbunuh di medan perang. Siapakah yang justru melindungi Nabi dari seluruh serangan musuh saat itu? Yang menyelamatkan dari desingan panah dan hantaman pedang? Yang melawan seluruh pasukan yang meringsek datang hendak membunuh Nabi?

Dialah perempuan. Nusaibah bint Ka’b, atau dikenal juga sebagai Umm ‘Ammarah al-Ansariyah. Radhiallaahu ‘anha. Kata Umar, Nabi selalu mengingat namanya ketika mengenang peristiwa Uhud. Nabi menyebutnya sebagai Umm al-Asyaaf, atau perempuan dengan banyak pedang. Karena keberaninnya di perang Uhud tetap berdiri melindungi Nabi Saw dan sanggup mematahkan banyak pedang yang meringsek. Atau bisa jadi karena beliau terluka parah akibat sabetan pedang di belasan tempat anggota tubuhnya.

Lebih dari itu. Kita juga memiliki nama-nama lain dari perempuan Sahabat yang memiliki peran penting dalam panggung sejarah Islam. Umm Habibah adalah pahlawan hijrah ke Etiopia. Asma bint Abi Bakr adalah pahlawan hijrah ke Madinah. Umm Salamah adalah pahlawan pakta perdamaian Hudaibiyah. Dan Aisyah bint Abi Bakr adalah pahlawan pendidikan dalam Islam. Radhiallaahu ‘anhum.

Belum lagi jika mendidik dan mengasuh anak, serta kerja-kerja domestik, dimasukkan sebagai kriteria kepahlawanan. Yang ini sudah pasti didominasi perempuan. Sepertinya, kita harus selalu menyebut nama-nama ini sejajar dengan nama-nama para Sahabat laki-laki. Mungkin dalam tawassul Tahlil kalangan NU, nama-nama mereka perlu disebut dan dikenang.

Kitapun perlu menghargai kerja-kerja domestik sebagai amal yang bernilai tinggi layaknya kerja-kerja positif di ranah publik. Nabipun pernah menyebutnya sebagai jihad. Dan mereka yang mengerjakannya juga layak diapresiasi. Siapapun yang melakukan. Terutama perempuan yang sayangnya sering terlupakan.

 

KH Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

*Artikel ini dan tulisan kiai Faqih Lainnya bisa juga dibaca di situs mubadahal.com