
Islami.co (Jakarta) – Dr. TGB M. Zainul Majdi menegaskan pentingnya persatuan umat. Hal ini ia sampaikan dalam seminar bertajuk “Seruan Ahlul Qiblat dan Ikhtiar Menguatkan Dialog Intra Islam” yang diselenggarakan oleh Majelis Hukama Muslimin (MHM) di Panggung Islamic Book Fair (IBF) 2025 Senayan, Jakarta, Sabtu (21/6/2025).
Menurutnya, persatuan umat Islam bukan sekadar idealisme, tetapi sebuah keniscayaan yang bersifat syar’i dan hadlari.
Menurut TGB, ada dua alasan mendasar mengapa umat Islam perlu bersatu:
Pertama, Dlaruriyah Syar’iyah (Keniscayaan Syariat).
Persatuan adalah perintah langsung dari Allah SWT dalam Al-Qur’an. “Allah yang memang memerintahkan kita untuk bersaudara. Kalau ada friksi, jangan didiamkan, apalagi diprovokasi. Tapi perbaiki,” ujar TGB.
Ia menekankan bahwa umat Islam harus menjadikan persaudaraan sebagai prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Kedua, Dlaruriyah Hadlariyah (Keniscayaan Peradaban)
Dalam membangun peradaban yang maju, budaya dialog harus dipromosikan dan diperluas. “Umat Islam, termasuk di Indonesia, jika ingin membangun peradaban yang maju, maka budaya dialog wajib dipromosikan,” tandasnya.
Menurutya, dialog bukan untuk mencari perbedaan, melainkan untuk menemukan titik temu dan memperkuat persamaan.
Pandangan ini berdasarkan pengalamannya menghadiri Muktamar Hiwar al-Islam bil Islam di Bahrain pada Februari 2025. Muktamar tersebut melahirkan seruan penting bernama Nida’ Ahlul Qiblat, yang mengajak umat Islam untuk kembali menjadi satu umat.
Ia mengungkapkan bahwa muktamar tersebut berbeda dari konferensi internasional lainnya karena menghadirkan tokoh-tokoh dari seluruh kelompok Islam, baik Sunni maupun Syiah.
“Jadi kehadiran tokoh-tokoh muslim dari seluruh kelompok itu baru pertama saya saksikan di konferensi ini,” paparnya.
Lebih dari itu, semua tokoh diberi kesempatan menyampaikan pandangan mereka secara terbuka.
“Tidak hanya satu kelompok tertentu yang bicara, dan kelompok lain hanya mendengar. Tetapi semua menyampaikan pandangannya tentang tajuk besar konferensi itu: bahwa kita adalah umat yang satu untuk masa depan bersama,” jelas TGB.
Ia menutup dengan seruan agar umat Islam terus berdialog secara terbuka dan konstruktif.
“Yang namanya dialog bukan untuk mencari titik perbedaan tapi mencari titik temu, mencari persamaan,” pungkasnya.
(AN)