Setiap manusia pasti mengalami pasang surut kehidupan. Ada kalanya manusia mendapatkan kebahagiaan, seperti mendapat hadiah, menerima THR, bertemu dengan kerabat yang telah lama berpisah, dan sebagainya.
Ada kalanya pula manusia diuji dengan hal-hal yang membuatnya bersedih, seperti kehilangan pekerjaan, kepergian anggota keluarga yang dicintai, kegagalan dalam menggapai cita-cita, dan semacamnya.
Meski kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti, manusia cenderung bisa menerima hal-hal yang membuatnya bahagia. Sebaliknya, kesedihan yang menimpanya terkadang lebih sulit diterima oleh manusia.
Pada hakikatnya, hidup ini adalah ujian, tidak ada seorang hamba yang hidup melainkan ia pasti diuji oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Q.s. Al-Baqarah [2] ayat 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar,
Seringkali, ujian dihubungkan dengan hal-hal yang menyusahkan. Hal itu tidak sepenuhnya salah, hanya saja yang perlu diingat adalah kenikmatan yang diperoleh juga merupakan sebuah ujian. Dalam tafsir Latha`if al-Isyarat, Imam Al-Qusyairi (w. 465 H) mengatakan:
ابتلاهم بالنعمة ليظهر شكرهم وابتلاهم بالمحنة ليظهر صبرهم
Allah SWT menguji hambaNya dengan kenikmatan untuk menampakkan rasa syukur mereka, dan dengan kesengsaraan untuk menampakkan kesabaran mereka.
Ketika seseorang diuji dengan kenikmatan, Allah ingin mengetahui sejauh mana ia dapat bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya. Ujian seperti ini tidaklah mudah, karena betapa banyak orang yang mendapat kenikmatan namun ia lalai dalam bersyukur.
Dan ketika seseorang diuji dengan kesengsaraan, Allah ingin mengetahui sejauh mana ia dapat bersabar dalam menghadapinya. Seringkali ujian dalam bentuk ini membuat orang bersedih, dan itu adalah hal sangat manusiawi, meski kesedihan tersebut juga harus dikendalikan agar tidak berlarut-larut atau bahkan sampai mencela takdir.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya yang dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam Abwab al-Faraj, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengajarkan sebuah doa kepada Ali bin Abi Thalib yang dapat dibaca ketika sedang dilanda kesedihan.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِب رَضِيَ اللهُ عَنْهَ قَالَ: عَلَّمَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ بِيْ كَرْبٌ أَنْ أَقُوْلَ: لَا ِإلهَ ِإلَّا اللهُ اْلحَلِيْمُ اْلكَرِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
Dari Ali ra, beliau berkata: Rasulullah mengajarkan kepadaku ketika diriku ditimpa kesedihan agar membaca ‘La ilaha illa Allahul halimul karim, Subhanallahi tabarakllahu rabbul ‘arsyil ‘adhim wal hamdu lillahi rabbil ‘alamin’ (Tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Lembut lagi Maha Bijaksana, Maha Suci Allah, Maha Berlimpah Anugerah Allah Tuhan arsy yang agung, Segala Puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Dengan membaca doa tersebut dengan penuh penghayatan, semoga Allah meredakan kesedihan yang sedang kita rasakan, sehingga kita dapat melewati segala ujian yang sedang dihadapi. Wallahu A’lam.