Dinamika Perempuan Berhaji (Bagian-1)

Dinamika Perempuan Berhaji (Bagian-1)

Perempuan terkadang mendapatkan banyak tantangan saat haji karena kultur dan cara berpikir

Dinamika Perempuan Berhaji (Bagian-1)
Ilustrasi hijrah muslimah

Tahun 2016, Aamir Khan menelurkan sebuah film yang mengkritik diskriminasi atas perempuan di tanah India. Film tersebut bercerita seorang ayah bernama Mahavir Singh Phogat melatih dua anak perempuannya untuk menjadikan dua anak perempuannya menjadi pegulat yang selama ini dikuasai oleh laki-laki. Perjuangan Mahavir pun tidak menemui jalan yang mulus dan lurus, tapi penuh halangan, rintangan dan belokan. Namun, Mahavir berhasil menjadikan anak perempuannya tersebut menjuarai salah satu event internasional untuk mempersembahkan medali untuk negaranya.

Apa hubungan antara film berjudul Dangal ini dengan prosesi ibadah Haji?pertanyaan ini mungkin saja muncul di pikiran kita saat melihat antara judul dengan paragraf pembuka dari tulisan ini. Penulis ini menggambarkan bahwa dalam dunia kita saat ini, nilai-nilai patrairki cukup mendominasi dalam kehidupan. Ada pembatasan terhadap akses atau hak pada perempuan atas hal-hal publik. Perlawanan akan pembatasan itu harus terus dilakukan sebab perempuan juga makhluk bernama manusia yang memiliki hak yang sama dalam kehidupan ini.

Mekkah dan Madinah sebagai dua kota suci yang menjadi destinasi utama saat pelaksanaan ibadah Haji berada dalam teritori negara Arab Saudi. Sebuah negara yang dikenal sangat kental ajaran Wahabi yang berpadu dengan kekuasaan hukum Negara. Oleh karena Arab Saudi menjalankan hukum Islam dalam kacamata Wahabi yang jumud dengan perbedaan pandangan, maka posisi perempuan seakan ditekan habis dan sangat dibatasi dalam akses ke perihal umum. Kalau kita ke Arab Saudi, jangan harap ada perempuan menyetir mobil, ikut pemilu, belanja ke pasar, beraktifitas jual beli dan lain-lain yang bisa dilakukan dengan sangat bebas di Indonesia. Namun sekarang ini Arab Saudi mencoba merubah itu semua dengan membuka beberapa akses perempuan yang selama ini sangat dibatasi gerak-geriknya.

Seiring perubahan dan reformasi yang dilakukan oleh Raja Salman dan keluarganya, sebenarnya kita perlu melirik bagaimana dinamika perempuan saat musim Haji tiba. Menurut beberapa pengakuan dari para jemaah perempuan yang pernah bicara langsung dengan penulis, ada beberapa pengalaman yang tidak mengenakkan saat melaksanakan Haji di tanah suci.

Haji yang telah berumur ribuan tahun ini masih menyimpan banyak cerita-cerita miris atas perempuan. Islam yang notebene ajaran agama yang ramah dan memperjuangkan posisi perempuan dalam posisi terhormat, sudah sejak lahir sudah ada di sana. Lebih dari 1400 tahun Islam sudah mengajarkan sejak awal untuk menghormati perempuan, tapi diskriminasi dan perilaku yang kurang sopan masih diterima oleh para jemaah perempuan. Apa yang salah dari persoalan ini?

Cerita-cerita jemaah perempuan sebenarnya pernah diangkat oleh salah satu laman di dunia maya, namun masih bercerita derita jemaah haji perempuan di masa kolonial. Padahal dari masa kolonial hingga sekarang, diskriminasi atas perempuan masih saja terjadi.

Beberapa kasus yang pernah diceritakan kepada penulis, Di kota suci Mekkah saja, perempuan masih sulit mengakses transportasi publik seperti taksi sebab ada beberapa cerita yang memang masih sulit diverifikasi kebenarannya ada beberapa jemaah haji perempuan hilang saat menaiki taksi karena dibawa lari oleh supir taksi tersebut. Cerita ini selalu menghantui para jemaah perempuan karena itu perempuan kesulitan saat ingin mengakses taksi untuk pergi ke tempat-tempat ziarah atau masjid untuk beribadah.

Jemaah perempuan juga banyak mengeluhkan ketakutan saat harus berada di kamar saat mendapatkan “tamu bulanan”. bahkan mereka harus bergabung dalam satu kamar saat jemaah lain harus menjalani ibadah shakat ke masjidil Haram atau masjid Nabawi. Belum lagi, soal pembalut perempuan tidak mudah didapatkan di tanah suci, sebab tidak banyak yang menjual benda keperluan perempuan tersebut, tidak seperti di Indonesia yang bahkan disediakan satu rak khusus dengan berbagai pilihan.

Ada lagi pengalaman satu rombongan yang dicegat oleh polisi syariah di Mekkah saat menuju salah satu destinasi ziarah, disebabkan para jemaah perempuan banyak yang memakai lipstik yang dianggap petugas tersebut itu bisa memancing nafsu jemaah laki-laki. Para jemaah perempuan itu diminta untuk menghapus lipstik mereka sebelum masuk wilayah ziarah tersebut.

Banyak pengalaman di atas disebabkan ada perbedaan kultur dan struktur sosial masyarakat antara Indonesia yang cukup egaliter atas perempuan walau masih banyak kasus yang beraroma patriarki, dengan masyarakat Arab yang terbiasa dengan akses mereka dengan perempuan sangat terbatas. Oleh sebab itu, benturan kultur pun tak terhindarkan, rayuan hingga cat calling masih banyak terjadi atas jemaah perempuan di sana. Menghadapi persoalan ini, kita harusnya bisa belajar dari film Dangal karya Aamir Khan yang diceritakan di atas. Melawan penindasan atas perempuan adalah perjuangan yang pasti sulit dan mendapatkan cemoohan dari banyak kalangan, tapi seiring waktu kita akan mendapati Mekkah dan Madinah yang ramah akan perempuan.

 

(Bersambung)

 

Fatahallahu alaihi futuh al-arifin