Di Tengah Pandemi Ini, Kita Gagal Jadi Muslim Kaffah

Di Tengah Pandemi Ini, Kita Gagal Jadi Muslim Kaffah

Kegagalan menjadi muslim Kaffah ternyata benar adanya

Di Tengah Pandemi Ini, Kita Gagal Jadi Muslim Kaffah

Awalnya saya yakin Ramadhan ini kita bisa kompak menghentikan virus corona. Apalagi kita sudah latihan menjadi lebih disiplin lewat berpuasa. Iya, puasa ibadah yang menjaga kedisiplinan kita. Lihatlah selama ramadhan, kita disiplin menunda berbagai kebutuhan biologis mulai terbit fajar sampai datangnya magrib.

Eh ternyata kita tidak disiplin amat, malah makin bar-bar. Masih ada aksi kucing-kucingan untuk mudik, perilaku lompat pagar masjid demi tarawih dan keluyuran di luar rumah untuk keperluan tidak mendesak.

Memang sulit untuk menghentikan seseorang untuk melakukan yang dianggapnya sesuatu yang baik dan benar, terlebih berkaitan dengan urusan agama. Namun disitulah fungsi filosofis puasa, puasa melatih kita mengontrol nafsu merasa benar atas sesuatu yang bisa kita lakukan.

Puasa menunjukkan bahwa meski kita merasa benar melakukan sesuatu hal, seperti tarawih berjamaah di masjid, namun hal tersebut belum tentu bisa dibenarkan untuk kondisi saat ini. Bukan menolak ibadah, tetapi ibadah kita laksanakan dengan memindahkan lokasi ke rumah masing-masing. Sama saja berkah dan pahalanya.

Hikmah filosofis lainnya dari puasa yaitu melatih kita memaknai sesuatu yang baik dan benar belum tentu demikian pada waktu yang lain. Misal, pada waktu lain kita bebas makan dan minum, namun karena puasa maka segala aktivitas makan dan minum harus menunggu adzan magrib dan selesai saat terbit fajar.

Pemaknaan filosofis seperti ini mengajarkan kepada kita melakukan kebaikan dan kebenaran harus melihat situasi dan kondisi. Memang mudik, ibadah di masjid dan silaturrahmi baik, namun situasi dan kondisi seperti ini malah tidak baik karena bukannya memberikan keceriaan, bisa saja menyebarkan penderitaan karena potensi penularan virus Corona.

Kuy sama-sama menahan diri. Kita menunda kesenangan sementara untuk kesenangan yang lebih lama. Jangan sampai kita berpuasa hanya mendapatkan lelahnya nahan lapar dan dahaga, namun secara batin kita kering menyelami kedalaman makna berpuasa.

Belajar Menjadi Lebih Disiplin

Kembali lagi soal disiplin. Puasa harusnya bisa melatih kita berdisiplin, alasannya karena tidak ada rukun islam yang sangat on time dan menuntut ketaatan tingkat tinggi selain wajibnya berpuasa. Salat lima waktu masih bisa ditunda hingga akhir waktu. Haji menunggu kita mampu. Zakat bisa diulur waktunya selama bulan ramdhan. Syahadat malah tidak ada konteks waktunya, tetapi perkara puasa, kita harus disiplin mengenai waktu dan perilaku.

Semakin disiplin kita, semakin baik kualitas puasa kita. Bahkan secara psikologis, disiplin dianggap sebagai bentuk ketaatan dan pengendalian diri yang berkaitan dengan hubungannya rasionalisme, kesadaran dan tidak emosional. Disiplin pun wujud pengendalian diri (self control) yang dilakukan melalui pertimbangan yang rasional. Kuncinya sama dengan ibadah puasa yaitu mengendalikan diri dan pertimbangan rasional.

Jika kita cerminkan perilaku sebagian saudara kita yang memaksa beribadah demi menuruti nafsu ibadah, kita bisa menilai ibadah ramadhan (berpuasa) mereka hanya formalitas semata. Bisa jadi karena pemahaman makna akan ritual agama yang dilakukannya tidak begitu dipahami. Padahal memahami makna sama pentingnya dalam beribadah karena dapat paham hikmah dari beribadah dan tidak terjebak pada formalitas beragama.

Jika sebuah ritual agama mengajarkan arti mengendalikan diri dan mengedepankan rasionalitas, sedang yang melakukan ritual tersebut jauh dari yang diajarkan, maka sudah layakkah kita menyebut diri telah beribadah secara kaffah?