Di tengah keputusan beberapa musisi yang memilih untuk “angkat gitar” karena hijrah, ada sebagian musisi muslim yang tetap setia berkecimpung di dunia musik. Ya, mereka adalah Komuji, komunitas musisi mengaji.
Komunitas yang diinisiasi oleh Eggie Fauzi dan Alga Indria ini dibentuk sebagai upaya menjawab keresahan para musisi muslim yang tetap ingin bermusik. Namun tentu saja bermusik dengan tujuan yang benar. Melalui Komuji, para musisi ingin menunjukkan bahwa mereka tidak hanya bermusik, tapi juga mengaji.
Meskipun bernama “Komunitas Musisi Mengaji”, Komuji bukan komunitas eksklusif yang khusus untuk para musisi saja. Siapapun boleh bergabung di Komuji untuk berdiskusi dan belajar bersama.
“Komuji dibentuk sebagai wadah untuk memberikan alternatif lain bagi para musisi di Bandung yang bingung, pengen main musik tapi katanya musik itu haram,” ujar Kikan, mantan vokalis band Cokelat saat sesi wawancara di Jeruk Purut, Jumat, (26/7).
Perkara musik memang masih menjadi kontroversi di kalangan umat Islam. Sebagian ada yang mengharamkannya, namun ada pula yang tetap membolehkannya.
“Kalau dari namanya ya sudah pasti kami komunitas musisi yang memegang pendapat bahwa musik itu boleh. Kita melihat musik sebagai alat, jadi tergantung alat itu mau dibawa ke negatif atau positif. Jadi gimana kita memakainya aja, niatnya untuk dipakai yang baik atau enggak,” lanjut ketua Komuji Jakarta ini.
Oleh karena perbedaan menyikapi musik itu, Komuji memandang bahwa perbedaan adalah suatu hal yang pasti. Namun ia ada bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk menyatukan.
Meskipun bersebrangan pendapat dengan kelompok yang menghindari musik, Komuji tidak dibentuk untuk menjadi antitesa terhadap mereka. Komuji justru hadir untuk menebarkan toleransi dan membuka mata anak muda Indonesia untuk menerima perbedaan. Komuji dibentuk sebagai wadah untuk saling bertemu dan bertukar pikiran.
Komuji pertama kali dibentuk di Bandung dan telah berjalan selama tujuh tahun. Sedangkan di Jakarta, Komuji baru berdiri satu tahun terakhir ini. Selain Bandung dan Jakarta, Komuji juga berkembang di Garut, Sukabumi dan Purwakarta.
Perkembangan Komuji di setiap daerah berbeda-beda. Di Bandung, Komuji telah berkembang pesat dan terstruktur. Selain diskusi dan kajian, ada juga berbagai kegiatan rutin mingguan seperti kelas tahsin, kelas bela diri, kelas memasak, kelas IT untuk anak, dan lain sebagainya.
Sedangkan di Jakarta, baru ada program kajian bulanan yang diadakan di berbagai tempat di Jakarta. Ke depannya, diharapkan Komuji Jakarta juga semakin berkembang, serta dapat membuka berbagai program lainnya agar dapat menebar manfaat bagi masyarakat banyak.