Kecepatan akses teknologi informasi ini selalu menjadi bagian dari perkembangan zaman yang sampai saat ini selalu melahirkan hal baru. Apalagi semenjak muncul narasi besar tentang gerakan revolusi industri 4.0 yang menjadi tonggak utama dalam menyebarkan semangat konsumerisme kelas menengah dikalangan pemuda muslim milenial. Perkembangan teknologi yang masif ini juga di iringi banyaknya literasi yang mulai tersebar dalam dunia teknologi.
Fenomena ini sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi pemuda yang lahir di tengah kemudahan akses informasi. Mau tidak mau, perkembangan teknologi informasi ini bisa dengan mudah untuk memproduksi kembali wacana dan informasi. Kita bisa lihat bersama, bahwa sekarang ini sangat dengan mudah kita dapat mengakses kebutuhan dari yang sifatnya sekunder hingga primer, bahkan dalam kebutuhan pengetahuan akan beragama.
Tidak jauh dari itu kemunculan tren mengenai konsumerisme global, justru memiliki fokus tersendiri terhadap aktivitas muslim milenial sebagai salah satu penggerak ekonomi terkuat abad-21. Tren mengenai gaya hidup generasi muslim ini mengarah pada beberapa bidang seperti tren bermusik, makanan halal, fashion, pariwisata dan hingga kesehatan kecantikan. Perhatian besar terhadap beberapa bidang ini memunculkan beberapa industri kecil yang berkembang untuk menarik perhatian pelaku bisnis.
Seperti halnya, tren fesyen yang semakin banyak diminati oleh kalangan muslimah milenial. Tak segan-segan, fesyen yang muncul dengan berbagai inovasi ini banyak dan dengan mudah bisa kita temukan di berbagai market place yang berada di media sosial. Munculnya tren fesyen ini banyak mengundang perhatian oleh kalangan yang gemar dengan hal-hal baru dalam dunia fesyen.
Perilaku konsumerisme yang menggeliat pada generasi muslim milenial dan muslimah milenial ini justru menjadi titik balik pada perilaku konsumerisme produk halal. Pasalnya, mereka juga memiliki perilaku yang unik dalam usahanya menghadirkan tuhan dalam ruang publik. Munculnya beberapa industri halal mulai dari pariwisata halal, makanan dan produk kecantikan halal ini menjadi catatan tersendiri.
Cerminan perilaku konsumerisme ini bukan semata-mata menjadi perilaku tunggal untuk menghadirkan tuhan dalam ruang publik. Namun, disatu sisi mereka juga mengikuti berbagai acara-acara keislaman hingga mengikuti ustadz-ustadzah yang muncul di media online. Perilaku semacam ini tentu saja memiliki tendensi perilaku beragama yang memiliki corak tersendiri dalam berislam. Perilaku muslim milenial ini justu banyak menggeser dan merubah pola orang beragama yang awalnya awam dengan industri halal, malah justru mereka mencoba merubah pola hidup yang tidak biasa dilakukan oleh orang sebelumnya.
Mengingat bahwa Greag Fealy (2012) pernah menyebut dalam bukunya yang berjudul Ustadz Seleb, Bisnis Moral & Fatwa Online : Ragam Ekspresi Islam Indonesia Kontemporer dengan terang bahwa yang terjadi saat ini pada masyarakat muslim adalah komodifikasi islam secara akurat, yang menangkap dan mengizinkan analisis atas dimensi komersial dari kegiatan-kegiatan yang bernilai spiritual. Namun, istilah yang diberikan Greag Fealy ini terhadap pemuda muslim ini banyak yang tidak sepakat dengan penggunaan istilah tersebut. Fealy menguatkan kembali dengan logika yang mengadakan adanya relasi antara spiritualitas dan perdagangan yang banyak melahirkan industri dengan kompleksitasnya.
Konsumsi terhadap produk-produk halal di media sosial ini sudah menjadi tren dan memang sudah seperti ini jalan yang sudah seharusnya dilalui oleh muslim-muslimah milenial. Kemunculan industri halal sebetulnya sedang digerakkan oleh pemerintah untuk membantu pertumbuhan ekonomi global yang seringkali mengalami fluktuasi.
Tendensi akan perilaku konsumerisme ini memiliki pengaruh besar terhadap gaya hidup seseorang. Bisa jadi, budaya konsumerisme terhadap produk halal ini menjadi kebiasaan yang buruk dalam beragama. Pandangan agama pun, banyak yang tidak meganjurkan untuk menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting. Seharusnya, dogma ini menjadi kunci untuk melakukan refleksi terhadap perilaku beragama yang cenderung konsumerisme ini.
Nah, jika kita melihat kondisi saat ini, kemunculan industri halal, pariwisata halal dan fesyen islami pun tidak serta merta dapat menggambarkan kondisi muslim yang seutuhnya. Meskipun mereka memilki berbagai cara untuk menghadirkan tuhan dalam ruang publik, akan tetapi mereka tetap berpegang teguh terhadap berislam yang ramah. Hal ini juga menjadi titik balik atas peneguhan identitas sebagai muslim dan muslimah milenial yang selalu memahami perbedaan disetiap lini kehidupan. Wallahu a’lam bisshowab
Arief Azizy, Pegiat Islami Institute.