Di Balik Prabowo Goes to Washington

Di Balik Prabowo Goes to Washington

Ini cerita di balik Prabowo yang ke Washington dan kenapa itu bisa terjadi, Apa dia sudah terbebas dari sangkaan HAM?

Di Balik Prabowo Goes to Washington
Prabowo dan partai harusnya bisa jadi oposis bagi pemerintahan Jokowi, nyatanya tidak konservatif Pict By Beritagar

Sebuah berita kecil di media Amerika, Politico, dibagikan oleh seorang teman kepada saya kemarin. Berita itu, dari sebuah briefing harian media tersebut, menyatakan bahwa Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sudah mengeluarkan visa untuk Prabowo Subianto agr bisa berkunjung ke negara tersebut.

Letjen Pur. Prabowo Subianto adalah Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Jokowi sekarang. Dia adalah mantan lawan Jokowi dalam pemilihan presiden Indonesia tahun 2014 dan 2019. Dua kali Prabowo mencoba peruntungannya menjadi presiden melawan Jokowi. Dia kalah.

Nahal Toosi, yang memberikan “scoop” berita tersebut menulis bahwa Prabowo akan mengunjungi Washington dalam bulan ini. Tidak lupa, Toosi menyinggung masa lalu Prabowo. Dia dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) sebagai orang yang dicegah masuk ke Amerika karena pelanggaran-pelanggaran HAM yang pernah dia lakukan.

Untuk saya, berita ini membuka tabir yang sudah lama tidak berhasil saya konfirmasi. Yakni bahwa Prabowo Subianto dan beberapa elit TNI-AD memang dilarang masuk ke Amerika Serikat karena pelanggaran HAM.

Letjen Pur. Sjafrie Samsudin, mantan Pangdam Jaya dan wakil Menhan juga ditolak masuk ke Amerika Serikat. Bahkan Jendral Gatot Nurmantyo juga pernah ditolak visanya untuk masuk Amerika Serikat. Saya tidak tahu alasan mengapa Gatot ditolak. Tapi Sjafrie Samsudin jelas terkait dengan kerusuhan Mei 1998 di Jakarta.

Jendral Wiranto, mantan Menko Polkam, bahkan lebih parah. Dia tidak bisa keluar negeri. Dia masih bisa berkunjung ke Malaysia karena dijamin tidak akan ditangkap disana. Wiranto adalah jendral Indonesia yang dituduh melakukan “kejahatan HAM berat” oleh PBB karena perannya dalam kerusuhan paska-referendum di Timor Leste 1999. Jika dia keluar Indonesia, dia bisa ditangkap dan dibawa ke Hague, Belanda, dan diadili oleh Mahkamah Internasional. Jika itu terjadi, dia akan bernasib sama seperti Slobodan Milosevic, mantan penguasa Serbia yang adalah juga jagal rakyat Bosnia Herzegovina.

Menjelang pemilihan presiden 2014, saya menulis laporan panjang tentang lobi-lobi politik yang dilakukan adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, di Washington. Hashim, lewat Yayasan Arsari, sebuah yayasan filantropis, membayar perusahan lobi untuk melapangkan jalan Prabowo ke kursi kepresidenan.

baca juga: Gebrak Meja Prabowo

Saat itu Prabowo berkampanye dengan nada sangat anti-asing. Saya menelusuri dokumen-dokumen yang saya dapati dari FARA (Foreign Agent Registration Act) yang mengharuskan semua perusahan atau orang yang melakukan lobi untuk kepentingan asing melaporkan diri.

Dari sana saya tahu bahwa Hashim mengeluarkan jumlah cukup besar untuk kegiatan lobby, yakni sekitar US$600 ribu. Lobby itu dilakukan sebagian besar untuk mempromosikan Prabowo, kakaknya yang sedang bertarung merebut kursi kepresidenan. Saya tidak berhasil mendapatkan konfirmasi bahwa lobi ini juga dilakukan untuk memberikan visa kepada Prabowo. Walaupun saya juga sudah mendengar bahwa dia masuk dalam daftar blacklist pemerintah Amerika. Ketika itu pertanyaannya, bagaimana kalau Prabowo menjadi presiden dan dia masih dalam daftar cekal pemerintah AS?

Kalau Anda berminat, laporan lengkapnya saya lampirkan di bawah tulisan ini.

Sebenarnya tidak saja Prabowo melakukan lobi. Wiranto pernah juga menyewa perusahan lobi di Washington antara tahun 2000-01. Dia mengeluarkan US$50 ribu per bulan untuk perusahan itu selama satu tahun. Itu sama dengan beaya yang dikeluarkan oleh Hashim. Wiranto melakukan lobi untuk membersihkan namanya sebagai pelaku pelanggaran HAM berat di Timor Leste. Saya kira dia gagal.

Apa yang saya pelajari dari liputan itu adalah bahwa Amerika Serikat itu penting untuk politisi Indonesia. Namun mengapa Amerika sekarang memberikan visa kepada Prabowo setelah lama memblacklistnya?

Nahal Toosi juga memberikan sedikit spekulasi tentang mengapa Prabowo memperoleh visa. Dia memberikan link berita South China Morning Post tentang bagaimana China, lawan Amerika Serikat saat ini, mendekati Prabowo. Tentu saja. Prabowo menyambut baik kerjasama Indonesia-China ini. Pertimbangan strategis itulah yang membuat Amerika harus melunak.

Sangat jelas disini bahwa Prabowo mendapatkan visa karena Amerika melihat kepentingan strategisnya. Tidak ada moral dalam politik. Satu negara bisa saja mengukur negara lain dengan standar HAM. Namun ketika kepentingannya berhadapan dengan ideal HAM yang dia junjung, biasanya dia akan meletakkan kepentingannya diatas segalanya.

Banyak contoh untuk menunjukkan pengutamaan kepentingan strategis ini. Amerika tidak bisa tidak bersahabat dengan Muhammand bin Salman (MBS), putera mahkota Saudi, yang membunuh jurnalis Jamal Khashoggi di Ankara, Turki, dengan kekejaman yang tak terperikan.

Dari kasus ini, kita belajar bahwa masalahnya tidak terletak pada Amerika Serikat. Negara ini hanya ingin mengamankan kepentingannya. Terlalu berat resikonya untuk politik luar negeri Amerika jika Indonesia jatuh ke tangan China. Menteri Pertahanan AS, Mark Esper, membuka tangan Amerika untuk Indonesia. Mungkin juga menawarkan beberapa senjata untuk menambah Alutsista Indonesia atau suku cadang untuk mesin perang Amerika yang pernah dibeli Indonesia.

Prabowo Subianto adalah menteri pertahanan. Dia tidak akan mendapatkan visa ke Amerika Serikat jika dia tidak menjadi menteri pertahanan.

Jadi? Masalahnya adalah siapa yang mendudukkan dia menjadi menteri pertahanan. Sesederhana itu.

Link artikel “Membeli Pengaruh Di Washington”:

https://indoprogress.com/…/membeli-pengaruh-di…/

Lnk artikel Politico:

https://www.politico.com/…/white-house-floats-a-trump…