Apa yang anda tahu tentang Design Survivor? Lihat saja begini: Capitoll Hills diduduki pendemo di AS yang mengakibatkan pembatalan sumpah presiden yang baru, Joe Biden, masih merupakan gambaran yang tidak terlalu buruk dibandingkan skenario bahwa gedung tersebut meledak bersama seluruh pejabat tingginya.
Masih menggunakan Jacket hoodie, Tom Krikman yang diperankan oleh Kiefer Sutherland dijemput saat sedang minum bir di sebuah Bar. Begitupun keluarganya ditempatkan di sebuah ruang khusus dan rahasia. Ia merupakan Menteri Perumahan Kota yang dipilih oleh Presiden AS agar menjadi Design Survivor (DS).
Negara AS memiliki protokol keamanan jika sedang bersidang di Capitoll Hills, maka harus ada satu pejabat pemerintah eksekutif yang tidak diikutkan. Alasan utamanya adalah serangan teroris yang mungkin saja akan membunuh seluruh Pejabat negara, pemerintahan tetap bisa berjalan karena masih tersisa satu pejabat.
Menurut tradisi, orang yang terpilih menjadi Design Survivor adalah Menteri yang tidak disukai. Sehari sebelum tragedi, Presiden memang berniat memecat Krikman sebagai menterinya. Presiden memilih Krikman karena skenario terburuk tersebut kemungkinannya sangat-sangat kecil mengingat AS memiliki sistem pertahanan terbaik dimuka bumi.
Perbedaannya, karena ini adalah film series, kita boleh menganggap bahwa kemungkinan terburuk, sedang terjadi. Capitol Hills meledak. Semua pejabat Negara terkonfirmasi tewas tidak tersisa. Krikman sebagai satu-satunya Menteri atau pejabat tinggi yang masih hidup segera disumpah menjadi presiden AS—masih memakai jacket yang sama. Ingat: negara tidak boleh off barang sedetik-pun.
Saya belum menamatkan film series Designed Survivor di Netflix ini, meskipun film ini sudah dirilis sejak tahun 2013. Film ini saya tonton secara kebetulan berbarengan dengan isu Resuffle kabinet RI. Film ini menghadirkan persepsi orang-orang yang bekerja di Istana negara.
Meskipun dalam beberapa adegan masih menyisipkan tindakan-tindakan ideal yang sangat tidak mungkin hadir didunia nyata.
Kebetulan, Krikman berlatarbelakang akademis. Langsung saja saya ingat perkataan Plato bahwa pemimpin politik yang ideal, sekurang-kurangnya adalah seorang filsuf. Film ini juga terlalu ideal karena dalam perdebatan kekuasaan, Krikman masih mengutip perkataan para pendiri bangsa Amerika Serikat dan presiden-presiden sebelumnya mengingat ia adalah dulunya akademis. Padahal hari ini politisi dan wawasan politik sering kali bersebrangan jauh.
Artinya film ini masih mengikutsertakan idealisme politik. Dugaan ini berlanjut pada adegan-adegan setelahnya ketika sang presiden ini, yang tadinya tidak diperhitungkan, menjadi sukses secara bertahap melakukan ‘persatuan Nasional.’
Saat pertama kali menjadi presiden yang tidak dipilih secara demokratis, Krikman perlu membangun kepercayaan publik namun disisi lain dihantui kenyataan bahwa kasus pemboman yang menjadikannya Design Survivor, sekaligus presiden dan menjadi tragedi politik terbesar dalam sejarah AS (jika benar-benar terjadi) justru melibatkan orang-orang dalam Istana negara.
Namun saya mendapatkan satu hal menarik; saat menjalankan penyelidikan rahasia, Presiden Krikman disarankan untuk tidak mengumumkan terbunuhnya terduga teroris di penjara AS ke publik, namun ia memilih mengumumkannya; mengorbankan eskalasi kepercayaan publik yang sedang ia bangun. Alasannya; “untuk membayar kepercayaan rakyat Amerika,” katanya, “kita harus memberikan mereka transparansi.”
Pada adegan lain di Designed Survivor ini, seorang lawan politik Krikman memujinya karena berhasil melalui kesepakatan tanpa harus bertransaksi melalui jabatan. Kemudian lawan politiknya berkata, “ternyata anda seorang pemimpi.” Tapi sayangnya dialog semacam ini berasal dari sebuah film fiksi.
Meskipun demikian, film ini masih memuat stereotipe-stereotipe, seperti profil antagonis Negara Russia yang berkolaborasi dengan pelaku teror, kaum liberal yang bisa mengalahkan white supremacy, dan demokrasi prosedural yang sarat transaksional bisa diubah menjadi demokrasi kesepakatan hanya karena sang presiden yang berlatarbelakang akademis politik mempengaruhi caranya berfikir tentang bagaimana politik seharusnya.
Kita semua sadar, bahwa intelektual politik tidak akan pernah bisa menjadi pejabat politik selama ia tidak memiliki modal ekonomi yang kuat selain menjual idealisme politiknya pada sponsor. Dan.. tentu saja relasi.
Dengan demikian, Amerika Serikat tidak perlu meniru Indonesia agar dewasa dalam politik. Atau menjadikan lawan politik sebagai menteri karena tindakan tersebut terlalu praktis untuk sebuah imajinasi politik.
Mereka hanya perlu mengikuti pendiri bangsa mereka dan idealisme yang selama ini telah mereka bangun dan mereka pertahankan. Begitupun dengan para politisi kita. Bahkan tanpa meledakan gedung parlemen, kepercayaan publik terhadap para politisi tetap rendah. Bukan karena semua politisi tidak bisa dipercaya, tapi karena mereka tidak lagi mampu menawarkan imajinasi.