SINGKAWANG, ISLAMI.CO – Dari sebuah kota indah di Singkawang, Kalimantan Barat, pesan Hak Asasi Manusia (HAM) disuarakan untuk publik Indonesia. Hak asasi manusia merupakan hak asal yang dimiliki oleh semua manusia sejak lahir. Negara memiliki kewajiban penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia seluruh warga negara.
Baik terkait dengan hak asasi manusia di bidang sipil-politik, maupun dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Saat ini, bunyi deklarasi itu, keadaan hak sipil politik sedang dalam posisi yang memprihatinkan. Pada penyelenggaraan pemilu 2019, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, politik uang dan politik identitas, penyalahgunaan hak pilih kelompok rentan telah mencederai kondisi hak asasi manusia sipil dan politik yang residunya masih menjadi ketakutan hingga saat ini. Kondisi ini dapat berpotensi terulang kembali pada pemilu 2024, tercermin dari semakin banyaknya berita hoaks sebanyak 11.642 hingga Mei 2023.
Pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan juga masih terus terjadi sampai saat ini. Pelanggaran tersebut di antaranya dalam bentuk kebijakan yang diskriminatif, penolakan pendirian tempat ibadah, pelaporan penodaan agama dan penolakan ceramah. Tindakan ini dilakukan oleh aktor negara dan non negara. Secara normatif, konstitusi telah memberikan jaminan kebebasan beragama dalam UUD 1945, Pasal 28E (1) dan Pasal Pasal 29 (2). Kebijakan di bawahnya juga terdapat Perpres Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih kebijakan. Konservatisme di masyarakat pun memiliki kecenderungan yang menguat.
Dalam hal hak ekonomi, sosial dan budaya keadaannya juga kurang lebih sama. Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang disebabkan oleh Covid-19, perang, dan terbatasnya pangan dunia, Indonesia masih mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% pada triwulan 1 Tahun 2023. Namun, pertumbuhan tersebut dianggap belum mencapai kepentingan dasar pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Hal demikian ditandai oleh beberapa hal, antara lain:
1) tingkat gini rasio yang masih tinggi sebesar 0,313, dengan tingkat tertinggi di perkotaan sebesar 0,409 (Maret, 2023),
2) tingkat kemiskinan sebesar 9,36% (Maret, 2023) dengan tingkat tertinggi di pedesaan sebesar 12,22%, 3) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang timpang antara laki-laki (83,87%) dengan Perempuan (53,41%), dan
4) Pekerja perempuan hanya mendapat upah 66,49 persen dari upah yang diterima laki-laki. Sementara itu, negara belum sungguh-sungguh berpihak kepada petani dan nelayan di pedesaan yang menduduki tangga terbawah hirarki ekonomi, konsesi pengelolaan sumber daya alam yang sangat besar kepada korporasi, tanpa ada tindak lanjut yang adil untuk reformasi agraria, sementara sektor bisnis masih menduduki posisi kedua yang dilaporkan sebagai pelanggar HAM. Hal ini berdampak pada meningkatnya kasus perdagangan orang. Hambatan dalam akses pemenuhan hak atas ekonomi dan kesejahteraan juga terjadi pada penyandang disabilitas.
Atas dasar beberapa hal di atas, maka kami merekomendasikan sebagai berikut:
1. Diperlukan berbagai peraturan dan kebijakan yang arif, bijaksana dan mengedepankan netralitas serta profesionalitas untuk menyeimbangkan kepentingan dan pelindungan semua golongan masyarakat tanpa terkecuali
2. Peningkatan kapasitas hak asasi manusia di pemerintah pusat dan daerah, untuk mereview kebijakan yang tumpang tindih dan atau mengimplementasi kebijakan yang menjamin hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
3. Reaktualisasi agenda kultural kebangsaan dan depolitisasi agama untuk mengatasi segregasi dan konservatisme di masyarakat.
4. Negara melakukan pelaksanaan eksaminasi publik sebagai ruang partisipasi bermanfaat dengan melibatkan masyarakat sebagai subjek signifikan dalam mendukung kebijakan Kota/Kabupaten ramah HAM.
5. Diperlukan kolaborasi multipihak dalam mengimplementasikan, menyeimbangkan, dan saling mengevaluasi berbagai kebijakan maupun hasil implementasi sebagai upaya keberlanjutan
6. Diperlukan strategi dan upaya dalam membendung serbuan hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memecah belah serta agar tidak larut dalam polarisasi dalam menyambut Pemilu 2024
7. Perekonomian Indonesia harus dikembalikan kepada paradigma “usaha Bersama” berdasarkan asas “kekeluargaan” sebagai bentuk inklusifitas. Pertumbuhan ekonomi harus sungguh-sungguh melibatkan seluas-luasnya warga negara sebagai penerima manfaat sehingga tidak ada pihak yang ditinggalkan (tertinggal)
8. Memperkuat lingkungan kebijakan bagi bisnis untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dan kegiatan ekonomi.
Negara melaksanakan reformasi kebijakan agraria ramah HAM, kolaborasi lintas kementerian, lembaga dan pemerintah daerah, dan pembentukan kelembagaan otoritatif dalam menyelesaikan konflik agraria berbasis ham.
9. Dengan kolaborasi yang sinergis sesuai dengan kewenangan masing-masing, diharapkan stigma terhadap penyandang disabilitas, kelompok rentan, populasi kunci, penyandang kusta, masyarakat adat dapat dieliminir sehingga martabatnya dapat dihormati dan dilindungi.
10. Penguatan regulasi, sumber daya manusia dan anggaran yang dapat saling mendukung dan tidak tumpang tindih dalam penanganan perdagangan orang