Hutan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia oksigen dan berbagai peran penting lainnya. Oleh sebab itu, keberadaan hutan disebut sebagai paru-paru dunia dan kita layak bersyukur karena Indonesia termasuk negara yang mempunyai luas hutan tropis ketiga di dunia.
Sebagai salah satu negara yang mewarisi paru-paru dunia, Indonesia tentu mempunyai peran penting terkait dengan keseimbangan iklim dunia melalui hutan tropisnya. Namun, hutan tropis yang ada di Indonesia kini mengalami banyak krisis ekologi.
Hutan adalah tempat tinggal makhluk ciptaan Tuhan lainnya, ia juga menjadi sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selain sebagai penyedia oksigen, hutan menjadi penyangga kehidupan manusia dari ragam bencana, seperti: banjir, tanah longsor, wabah penyakit yang muncul akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan.
Di tengah pentingnya menjaga lingkungan hidup, justru atas nama investasi dan pembangunan ekonomi, kelestarian hutan sering terabaikan. Bahkan fungsi banyak yang diubah dari yang asalnya hutan gambut dan konservasi, dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan, perumahan, dan pembangunan beragam infrastruktur. Hal inilah yang disebut dengan deforestasi, yaitu penggundulan hutan yang nantinya area tersebut dialihkan menjadi area non hutan.
Berbagai bencana alam seperti banjir bukanlah takdir, namun akibat ulah tangan manusia. Dan salah satu faktor penyebab banjir adalah akibat wilayah hulu atau tangkapan air, yang mempunyai fungsi sebagai penataan air hilang fungsinya, seperti bentang hutan ketika hilang tutupannya. Akibatnya, fungsi sebagai pengatur tata air menjadi hilang. Dan ketika hujan turun, tidak ada lagi kawasan-kawasan yang mengatur tata air hujan tersebut dan berakibat pada air yang mudah turun ke pemukiman. Akibatnya berbagai bencana banjir dan tanah longsor pun sering terjadi, walaupun volume hujan yang turun tidak begitu besar seperti yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia pada setiap tahunnya.
Walaupun angka deforestasi di Indonesia sejak tahun 2015-2020 mengalami penurunan. Namun penurunan angka diforestasi tidak bisa dijadikan alasan untuk terus melakukan pengrusakan dan mengalihfungsikan hutan, dengan mengatasnamakan pembangunan. Dalam Islam sendiri, setiap sesuatu yang diciptakan oleh Allah swt di dunia ini pasti mempunyai fungsi, termasuk tumbuh-tumbuhan. Baik itu tumbuhan yang mempunyai ranting dan batang yang besar, maupun tumbuhan yang tidak mempuyai ranting dan batang yang besar.
Lalu bagaimana Islam menyikapi deforestasi hutan? Pada dasarnya, Islam sebagai agama yang ramah lingkungan memerintahkan para pemeluknya untuk tidak merusak, dan tidak berlebih-lebihan terhadap melakukan maupun memanfaatkan sesuatu, termasuk hutan.
Sebagai agama yang ramah terhadap lingkungan, Islam memerintahkan para pemeluknya untuk melakukan penanaman dan penghijauan yang merupakan salah satu konsep pemeliharaan lingkungan dalam Islam. Islam juga melarang perbuatan memotong pepohonan kecuali untuk kemaslahatan. Bahkan, ketika dalam perang pun Rasulullah saw melarang para sahabat yang menjadi pemimpin perang supaya tidak membabat habis lingkungan yang mereka temui. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw dalam Musnad Imam Ahmad Kitab al-Jihad:
عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم، أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ” من قتل صغيرا أو كبيرا، أو أحرق نخلا، أو قطع شجرة مثمرة، أو ذبح شاة لإهابها لم يرجع كفافا. رواه أحمد
Artinya: Diriwayatkan dari Tsauban, khadim Rasulullah saw. yang mendengar Rasulullah saw. berpesan, “Orang yang membunuh anak kecil, orang tua renta, membakar perkebunan kurma, menebang pohon berbuah, memburu kambing untuk diambil kulitnya itu akan merugikan generasi berikutnya” (HR Ahmad).
Pesan Nabi Muhammad saw yang disampaikan dalam konteks perang ini, menunjukkan bahwa dalam keadaan perang pun Rasulullah saw tetap memerintahkan kepada umatnya untuk memperhatikan lingkungan sekitar dan tidak melakukan perbuatan merusak yang merugikan generasi di masa mendatang.
Dalam riwayat lain, sahabat Abu Bakar juga pernah berpesan hal yang sama kepada para pemimpin perang di masanya, seperti dijelaskan oleh Syekh al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanzul ‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al:
عن ابن عمر أن أبا بكر الصديق بعث يزيد بن أبي سفيان إلى الشام، فمشى معهم نحوا من ميلين، فقيل له: يا خليفة رسول الله لو انصرفت، فقال: لا، إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من اغبرت قدماه في سبيل الله حرمهما الله على النار، ثم بدا له في الإنصراف إلى المدينة، فقام في الجيش فقال: أوصيكم بتقوى، ولا تعصوا ولا تغلوا ولا تجبنوا، ولا تهدموا بيعة، ولا تغرقوا نخلا ولا تحرقوا زرعا، ولا تجسدوا بهيمة، ولا تقطعوا شجرة مثمرة، ولا تقتلوا شيخا كبيرا ولا صبيا ولا صغيرا ولا امرأة
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Abu Bakar mengutus Yazid bin Abu Sufyan memimpin perang ke Syam. Yazid berjalan bersama para prajuritnya sekitar dua mil. Yazid bertanya pada Abu Bakar, “Apakah engkau akan ikut?” Abu Bakar pun menjawab dan berkata, “Tidak, Aku pernah mendengar pesan Rasulullah saw. bahwa siapa yang melangkahkan kakinya untuk berperang di jalan Allah, maka Allah akan mengharamkan ia masuk neraka,” kata Abu Bakar. Saat sudah berada di Madinah, Abu Bakar berpesan pada balatentara perang, “Aku berwasiat takwa untuk kalian, jangan bermaksiat, jangan melampaui batas, jangan penakut, jangan hancurkan rumah ibadah, jangan hancurkan kebun kurma, jangan bakar perkebunan, jangan membunuh hewan ternak, jangan menebang pohon berbuah, jangan membunuh orang tua renta, anak kecil, balita, dan perempuan.
Melalui sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur’an dan Hadis, Islam telah mewanti-wanti para pemeluknya untuk tidak melakukan pengrusakan, bahkan dalam kondisi perang sekalipun. Namun yang terjadi saat ini, salah satunya di Indonesia atas nama perang melawan kemiskinan dengan menggalakkan laju pembangunan di berbagai sektor, justru banyak melakukan pengrusakan lingkungan hidup, seperti deforestasi hutan. Yang berakibat pada banyaknya bencana lokal seperti banjir, tanah longsor bahkan konflik sosial antar sesama rakyat Indonesia.
Oleh sebab itulah, pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat tidak seharusnya mengubah apalagi menghilangkan entitas penting dalam kehidupan masyarakat, seperti kelestarian hutan yang mempunyai banyak fungsi penting dalam kehidupan manusia dan makhluk lainnya, bukan hanya di masa sekarang tetapi juga di masa mendatang.