Terkuaknya rekayasa Ustadz Adam Ibrahim dan babi ngepet di Depok membuat kita bertanya-tanya, benarkah masyarakat kita begitu gampangnya termakan rekayasa dan hoaks? Apalagi, peristiwa ini di kota bernama Depok yang begitu dekat itu?
Awalnya saya mengira persoalan babi ngepet yang membuat geger kota… ehhm ‘kekhalifahan’ Depok ini adalah bentuk lucu-lucuan belaka. Apalagi dalam cerita yang bergulir begitu cepat di media sosial itu juga tercipta istilah-istilah ajaib seperti yang bisa melihat perubahan manusia jadi babi ngepet hanyalah dengan telanjang atau kuburan yang dianggap babi ngepet, dibongkar dan ternyata ya mayatnya tetap babi bukan manusia hingga sosok yang awalnya saya kira fiktif bernama Ustadz Adam Ibrahim.
Ya, saya mengira sosok ini benar-benar fiktif. Tapi saya salah. Ustadz Adam Ibrahim adalah sosok manusia biasa seperti kita, makan tempe seperti kita, mungkin kalau tidur ngorok seperti kita dan mungkin juga beberapa kali jumlah rakaat ketika sholat seperti kita. Sederhananya, ia sama belaka dengan kita dan orang-orang yang kita kenal di sekitar kita.
Satu hal yang membedakan antara dirinya dan—mungkin—kita adalah, bagaimana caranya meyakinkan warga untuk mempercayai bahwa babi ngepet itu ternyata ada di sekitar kita. M Dan sebagian dari kita, ajaibnya juga mempercayai hal tersebut, lalu dengan senang hati menyebarkannya dan menjadikan ini sebuah kebenaran.
Padahal, fakta akhirnya terungkap beberapa hari setelahnya: Ustadz itu dengan sengaja merekayasa kisah babi ngepet bersama beberapa orang temannya, sesama warga. Rekayasa itu pun sudah disiapkan cukup lama, sejak bulan Maret lalu dan mereka pun berkomplotan demi agar mendapatkan perhatian lebih dari warga.
“Tujuan mereka adalah supaya lebih terkenal di kampungnya, karena ini merupakan salah satu tokohlah sebenarnya, tapi disebut tokoh juga tidak terlalu terkenal, jadi supaya dia dianggap saja,” ungkap Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar, Kamis (29/4/2021).
Anda tidak salah baca. Babi ngepet itu adalah hoaks, sebuah rekayasa yang dibikin oleh Ustadz tersebut dan bersekongkol dengan teman-temannya untuk mendapatkan perhatian warga. Peristiwa hoaks babi ngepet ini kian membuktikan, masyarakat kita memang gampang sekali dicecoki hoaks, apalagi ini dikaitkan dengan agama.
Kenapa harus agama? Saya akhirnya melihat video yang beredar di media sosial terkait Babi Ngepet di Sawangan, Depok, Jabar, dan begitu takjub melihat sosok Ustadz Adam yang begitu meyakinkan bicara tentang Babi Ngepet dan bagaimana warga harus bertindak, termasuk akan membunuh babi jadi-jadian itu.
“Babi ini akan kita matikan. Sehingga nanti keluarganya datang. Kalau nanti keluarganya ada yang hilang, pasti mencari,” tuturnya.
Para warga tampak mengiyakan. Sebagian bahkan meneriakkan takbir. Untuk apa? Ya untuk apalagi kalau tidak untuk meyakinkan bahwa babi ngepet ini adalah musuh agama yang hakik, untuk itu, ya harus dimusnahkan.
Agama, dalam kasus ini, digunakan untuk justifikasi para perekayasa hoaks ini. “Hai orang-orang yang yang musyrik datang hari ini (ke lokasi) sebelum terlanjur (akan dibunuh,” tambah Ustadz itu.
Terlepas dari urusan hukum, saya sebenarnya tidak kaget ketika warga akhirnya percaya akan hoaks babi ngepet itu. Bahkan di grup keluarga saya, info terkait babi ngepet ini begitu deras dan membuat kami yang tinggal di tinggal di Jakarta Timur sebel. Sebel karena banyak yang percaya dan saya yang acuh dan cenderung melihat ini sebagai humor belaka justru dianggap menyepelekan.
Dan, tampaknya, kita harus belajar dari peristiwa Ustadz Adam Ibrahim ini. Belajar dari apanya? Hadeeeuh… belajar bahwa di sekitar kita masih begitu banyak hoaks dan harusnya kita harus berpikir lebih jernih lagi.
Apalagi jika mendapatkan informasi yang tidak jelas dan cenderung destruktif seperti kasus Ustadz dan rekayasa babi ngepet. Sudah banyak sekali contoh ketika sebuah hoaks itu menghancurkan masyarakat kita.
Tentu saja, saya harus bilang juga hal ini ke grup keluarga. Dan, anda tahu, menyampaikan hal ini ke grup keluarga adalah jihad saya yang sesungguhnya. Jihad yang sungguh berat.